Koalisi Masyarakat Sipil Tolak KTT Pangan PBB 2021, Ini Penjelasannya
Dalam menanggapi hal tersebut, koalisi masyarakat sipil Indonesia yang terdiri dari berbagai organisasi mengambil sikap untuk menolak konferensi tersebut sebab tujuan KTT Sistem Pangan tersebut ditengarai mengusung kepentingan korporasi besar dan elit bisnis, di mana dalam penyelenggaraan KTT ini bekerjasama dengan WEF
PBB (United Nations Food System Summit-UNFSS) menyelenggarakan Pre-Summit Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sistem Pangan Dunia oleh PBB pada tanggal 26-28 Juli 2021. Konferensi tersebut diselenggarakan guna menjadi wadah mengentaskan permasalahan kelaparan dan gizi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dalam menanggapi hal tersebut, koalisi masyarakat sipil Indonesia yang terdiri dari berbagai organisasi mengambil sikap untuk menolak konferensi tersebut sebab tujuan KTT Sistem Pangan ditengarai mengusung kepentingan korporasi besar dan elit bisnis, di mana dalam penyelenggaraan KTT ini bekerjasama dengan World Economic Forum (WEF).
-
Siapa saja yang dibebani dengan pajak di Sumut? Pajak adalah pembayaran wajib yang harus dibayarkan oleh individu atau badan usaha kepada pemerintah sesuai dengan undang-undang.
-
Apa yang diresmikan oleh Prabowo Subianto di Sukabumi? Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto meresmikan lima titik sumber air di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (30/12/2023).
-
Kapan hasil PSU DPD RI Sumbar diumumkan? Perolehan suara itu dibacakan langsung oleh Ketua KPU Sumbar Surya Efitrimen pada Sabtu, (20/7) siang.
-
Kenapa PSU DPD RI Sumbar dilakukan? Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat (Sumbar) umumkan hasil Pemunguntan Suara Ulang (PSU) DPD RI daerah pemilihan Sumbar.
-
Siapa saja yang terlibat dalam kerja bakti di Sumut? Saat kerja bakti, tak jarang terjadi komunikasi yang intens antarwarga.
-
Siapa saja yang diajak untuk berperan aktif dalam memerangi narkoba di Sumut? Selain itu, Hari Anti Narkotika Internasional mengajak seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, lembaga non-pemerintah, hingga individu, untuk berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari narkoba.
Pada Senin (26/7), melalui zoom dan disiarkan langsung dari youtube, Fian Indonesia beserta 27 organisasi masyarakat sipil lainnya meliputi Indonesia for Global Justice (IGJ), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Solidaritas Perempuan, dan masih banyak lainnya mengadakan konferensi pers untuk memaparkan alasan detail penolakan pertemuan pendahuluan United Nations Food System Summit (Pre-UNFSS/Konferensi Tingkat Tinggi Sistem Pangan PBB).
Berikut merdeka.com merangkum poin penolakan yang dinyatakan oleh segenap koalisi masyarakat sipil Indonesia tersebut:
Tujuan Penyelenggaraan KTT Sistem Pangan PBB
Tujuan penyelenggaraan KTT Sistem Pangan PBB atau United Nations Food System Summit, tidak lain adalah untuk menciptakan sistem pangan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
Berdasarkan Laporan SOFI 2021 (State of the Food Security and Nutrition in the World), lebih dari 811 juta penduduk dunia menghadapi kelaparan pada tahun 2020 atau meningkat 116 juta dari 2019.
Namun koalisi masyarakat sipil Indonesia memandang penyelenggaraan KTT tidak dibangun dari inisiatif negara anggota PBB (member-states), terkhusus FAO (Food and Agriculture-Organisasi Badan Pangan Dunia), ataupun inisiatif para petani, nelayan, buruh, masyarakat sipil dan organisasi massa, atau lembaga berbasis HAM PBB yang relatif demokratis, partisipatif, dan berbasis hak seperti Komite Ketahanan Pangan Dunia (Committee of World Food Security/CFS).
Tetapi Inisiatif KTT ini, datang dari Sekjen PBB dan melibatkan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) yang beranggotakan korporasi-korporasi berkepentingan bisnis.
“Ada perubahan pengumpulan solusi dan keputusan, di mana korporasi punya andil karena bentuk forumnya adalah forum multi pihak atau multi stakeholder. Dan kita tahu ini berarti ada indikasi bahwa terjadi konflik kepentingan di mana kepentingan-kepentingan bisnis akan berbenturan dengan kepentingan publik yang melihat bahwa pangan adalah hak bagi semua orang,” ungkap Gusti Shabia dari FIAN Indonesia.
Menurut Shabia, dalam kaitannya dengan Indonesia, sistem inilah yang kemudian nantinya diadopsi untuk dokumen sistem pangan nasional dan aksi 2030 yang direncanakan akan diintegrasikan sebagai bagian dari peraturan formal.
Sekjend KPRI, Anwar Sastro menekankan bahwa pangan adalah soal kebutuhan survival manusia, bukan soal profit. Jadi prinsip kerja korporasi pangan bertentangan dengan prinsip dasar pangan.
“Agro-koperasilah seharusnya, tentu dengan prinsip agro-ekologi dalam tata kelolanya. Belajar dari banyak kasus kelaparan, kurang gizi, ketimpangan dalam masalah pangan, segala bentuk upaya yang ingin memonopoli atau mendominasi, mengeksploitasi dan tindakan yang kapitalistik lainnya harus dihentikan, termasuk upaya baru segelintir orang yang mendorong adanya UNFSS,” kata Anwar Sastro.
Kerentanan perempuan dalam sektor pangan saat pandemi
Selain itu sistem pangan yang kini berlaku terbukti rentan saat pandemi dan berimbas pada kelompok terpinggirkan terutama produsen perempuan berskala kecil seperti perempuan adat, petani perempuan maupun nelayan perempuan.
Pola pertanian yang semakin industrial juga mengurangi peran perempuan yang vital dalam menjaga keberlanjutan pertanian. Perempuan yang bekerja sebagai buruh dalam sektor pangan, di perkebunan sawit misalnya, menghuni pekerjaan-pekerjaan yang berupah lebih rendah dari kerja buruh laki-laki tetapi tetap berada dalam lingkungan kerja yang eksploitatif, beracun, berbahaya, dan rentan kekerasan, melansir dari Kertas Posisi Komite Rakyat Untuk Transformasi Sistem Pangan.
Perempuan juga memiliki posisi yang tidak menguntungkan dalam konteks kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan sumber agraria, karena kerap mengalami diskriminasi dan ketimpangan yang cukup lebar dibandingkan dengan laki-laki.
Perempuan produsen ini, seperti petani perempuan maupun nelayan perempuan seringkali tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan kebijakan bahkan pengetahuan, kebutuhan spesifiknya, situasi spesifiknya sama sekali tidak diperhitungkan untuk menjadi sadar dalam pengambilan keputusan selama ini.
Putri Fahimatul, Staf Advokasi Kebijakan Solidaritas Perempuan juga menyatakan KTT Sistem Pangan Global adalah bentuk nyata dari pembajakan oleh korporasi atas ruang publik, termasuk sistem PBB.
“Agenda korporasi yang mengejar keuntungan, berkebalikan dengan karakteristik pengelolaan pangan perempuan yang merawat dan memperhatikan keberlanjutan antar generasi. Covid-19 ini seharusnya mampu membuka mata kita bahwa sudah seharusnya kita sadar petani dan nelayan lah penyokong utama dalam sumber pangan,” tandasnya.
Siapa saja yang menolak KTT ini?
Sejumlah koalisi masyarakat sipil yang menolak dan mengambil sikap atas KTT Sistem Pangan Dunia yaitu sebagai berikut:
1. FIAN Indonesia
2. Indonesia for Global Justice (IGJ)
3. Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI)
4. Serikat Petani Indonesia (SPI)
5. Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS)
6. Aliansi Petani Indonesia (API)
7. Bina Desa
8. Solidaritas Perempuan,
9. Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
10. Yayasan Tananua Flores
11. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
12. Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS)
13. FSBKU - KSN
14. KOBETA
15. FIELD Indonesia
16. Serikat Nelayan Indonesia (SNI)
17. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
18. Kediri Bersama Rakyat (KIBAR)
19. Perkumpulan Inisiatif
20. WALHI Kalteng
21. FSRP - KSN
22. FS-Pasopati -KSN
23. Samawa Islam Transformatif (SIT)
24. Bina Keterampilan Indonesia (BITRA) Indonesia
25. Agrarian Resources Center (ARC)
26. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
27. Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin)
28. Komunitas Desa (Komdes)-Sulawesi Tenggara
Poin selengkapnya penolakan dan sikap terhadap KTT Sistem Pangan PBB
Melampaui dari hanya sekadar penolakan terhadap KTT Sistem Pangan PBB, koalisi masyarakat sipil mengharapkan kedaulatan pangan yang berkelanjutan ke depannya dan menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menyatakan keberatan terhadap KTT Sistem Pangan Dunia PBB/UNFSS karena jauh dari semangat multilaterisme, demokrasi dan transparansi dan lebih banyak mengakomodir kepentingan bisnis
2. Mendesak Pemerintah untuk melangsungkan dialog terkait transformasi sistem pangan nasional dengan jejaring masyarakat sipil dan organisasi petani, nelayan, serikat buruh, perempuan, dan kelompok masyarakat adat yang lebih luas, dengan proses yang lebih demokratis dan transparan untuk mewujudkan sistem pangan yang berbasis kedaulatan pangan
3. Meletakkan kedaulatan pangan yang adil gender sebagai pilar utama dan jalankan reforma agraria sejati, agroekologi, kelembagaan ekonomi yang bersifat solidaritas dan kerakyatan.
4. Mendesak Pemerintah untuk menghentikan segala perampasan ruang hidup terhadap petani, nelayan, dan produsen pangan skala kecil lainnya dengan proyek-proyek infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan baik di daratan, pesisir, atau pulau-pulau kecil serta memperbaiki kondisi kerja dan pendapatan yang layak bagi para pekerja dan buruh di sektor pangan
5. Mengajak seluruh unsur masyarakat sipil untuk memperjuangkan gerakan kedaulatan rakyat di Indonesia.