AI atau Kecerdasan Buatan, Ditakuti atau Diinginkan?
AI atau Kecerdasan Buatan, Ditakuti atau Diinginkan?
Kecerdasan buatan adalah teknologi yang papling tersohor abad ini. Meski kita hanya mengenal beberapa di antaranya seperti aplikasi asisten seperti Siri dan Google Assistant, atau di kamera-kamera smartphone, teknologi ini akan jadi inti dari berbagai aspek seperti pekerjaan, kesehatan, hingga perang.
Jadi untuk mengedukasi masyarakat soal apa itu AI atau kecerdasan buatan, itu adalah hal yang penting. Pasalnya, banyak ketakutan yang muncul, mulai dari pekerjaan yang akan segera diganti oleh robot, kecelakaan mobil otonom tanpa tanpa pengemudi, hingga penyalahgunaan senjata perang berbasis AI.
-
Apa yang para ilmuwan temukan tentang keheningan? Para ilmuwan telah menemukan bahwa keheningan sebenarnya adalah suara.
-
Siapa yang melakukan penelitian mengenai keheningan? “Sejauh ini, sampai penelitian kami muncul, belum ada tes empiris utama untuk pertanyaan ini. Dan itulah yang ingin kami berikan,” kata Rui Zhe Goh, peneliti bidang Sains dan Filsafat dari Johns Hopkins University. Goh dan para profesornya mengerjakan ilusi sonik untuk memahami jika orang merasakan keheningan saat mereka memproses suara dari perspektif kognitif.
-
Kapan penelitian ini dilakukan? Studi ini didasarkan pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1999–2018, yang melibatkan lebih dari 17.000 wanita berusia 20 hingga 65 tahun.
-
Di mana penelitian ini dilakukan? Tim peneliti dari Universitas Yonsei di Seoul, Korea Selatan, berhasil mengembangkan varietas beras hibrida yang dipadukan dengan protein daging sapi dan sel lemak.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
Akhirnya, Future of Humanity Institute dari University of Oxford mengadakan penelitian soal dukungan atau tentangan terhadap kecerdasan buatan.
Relawan penelitian diambil sampel 2.000 orang Amerika Serikat, yang tiap individunya dipilih merepresentasikan demografi AS, yang seimbang secara usia, ras, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan, serta preferensi politik.
Nah, dalam jajak pendapat tersebut, kecerdasan buatan didefinisikan sebagai "sistek komputer yang melakukan tugas atau membuat keputusan yang biasanya butuh kecerdasan manusia." Dari definisi tentang AI tersebut, 41 persen responden agak atau mendukung pengembangan AI, sementara 22 persen agak atau sangat menentang pengembangan AI. 28 Persen sisanya tidak yakin.
Demografi dan AI
Demografi dari responden juga diperhitungkan dalam penelitian ini. Dalam perannya mendukung AI, ternyata terdapat kecenderungan. Individu muda, berpendidikan, dan berjenis kelamin pria, cenderung mendukung pengembangan AI.
Data soal demografi lainnya nampak dari latar belakang. Lulusan perguruan tinggi 57 persen lebih mendukung AI ketimbang hanya 29 persen individu dengan pendidikan sekolah menengah ke bawah.
Hal ini cukup ironis ketika terdapat penelitian lain yang menyebut salah satu dampak negatif dari AI adalah adanya kesenjangan sosial yang makin lebar.
Aspek menarik lainnya adalah soal regulasi dari AI. 82 persen responden agak atau sangat setuju dengan pernyataan "robot dan kecerdasan buatan adalah teknologi yang membutuhkan manajemen yang hati-hati."
Tentu tata kelola kecerdasan buatan harus berada di bawah manajemen yang apik, jika perlu, Pemerintah harus campur tangan jika tak ingin ada serangan cyber atau senjata otonom.
Hal ini senada dengan pertanyaan soal siapa yang harus diberi tanggung jawab soal AI. Responden menjawab 50 persen adalah peneliti dan ilmuwan dan 49 persen militer.
Bagaimana pendapat Anda?
(mdk/idc)