APJII sarankan pemblokiran konten negatif diatur UU
Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian kepada penyelenggara jasa internet.
Terkait pemblokiran 22 situs dakwah radikal yang direkomendasikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), dikatakan Kepala Humas Kemkominfo Ismail Cawidu surat sudah dikirimkan kepada operator dan penyelenggara internet service provider (ISP).
Mengenai hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII), Semuel Pangerapan mengungkapkan sebaiknya ketentuan pemblokiran seperti ini seharusnya diatur dalam UU bukan lagi berdasarkan kewenangan dari pihak-pihak terkait. Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian kepada penyelenggara jasa internet.
"Hal ini sebetulnya sudah dibicarakan APJII dengan pemerintah. Ke depan, kami harapkan ketentuan ini berdasarkan atas UU bukan lagi kewenangan. Kewenangan saat ini tidak masalah. Tapi ke depan harapannya dengan UU sehingga ada kepastian," ujarnya saat dihubungi Merdeka.com, (30/3).
Saat ini, kata dia, Kemkominfo hanya memiliki kewenangan memblokir situs yang bermuatan pornografi dan perjudian. Di luar itu, pemblokiran berdasarkan rekomendasi kewenangan dari pihak-pihak yang terkait. Misalnya saja, BNPT yang merekomendasikan situs-situs terlarang kepada Kemkominfo.
Di sisi lain, DNS Nawala selaku penyedia jaringan, mengungkapkan belum mendapatkan surat resmi dari Kemkominfo. Sebelum mendapatkan surat resmi, mereka enggan memblokir 22 situs dakwah radikal itu. "Saya gak mau ikut-ikutan dulu memblokir sebelum ada surat resmi. Dari jam 4 sore tadi, saya cek belum ada," ungkap Excecutive Director Nawala, M. Yamin.