Asosiasi E-commerce Sebut RUU Keamanan & Ketahanan Siber Prematur
Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) menilai RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) dinilai masih sangat kurang sosialisasinya, padahal di sisi lain pengesahannya seperti diburu untuk bisa selesai akhir September 2019.
Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menilai RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) dinilai masih sangat kurang sosialisasinya, padahal di sisi lain pengesahannya seperti diburu untuk bisa selesai akhir September 2019.
Ketua Umum idEA, Ignatius Untung mengatakan ada kemungkinan RUU KKS tidak sempurna lantaran masa pembahasan yang cenderung terlalu cepat.
-
Apa perbedaan utama antara e-commerce dan marketplace? Meskipun keduanya seringkali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Kenapa Hari Jomblo di Tiongkok menjadi Hari Belanja Online? Seperti halnya Hari Valentine di Amerika Serikat yang dianut oleh Hallmark, Hari Jomblo di Tiongkok juga dikooptasi oleh raksasa e-commerce Alibaba pada tahun 2009 dan diubah menjadi hari belanja online besar-besaran.
-
Siapa yang membangun bisnis melalui marketplace? Selain itu, penjual bisa secara independen membangun bisnisnya melalui fasilitas yang ada di platform ini.
-
Kenapa Jack Ma memulai bisnis e-commerce? Berkat kesabarannya, Ma bersama rekannya memberanikan diri untuk memulai bisnis di bidang e-commerce pada tahun 1999 silam.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
"Seperti dipaksakan waktu pengesahannya padahal masa pembahasan tergolong pendek, belum lagi waktu sosialisasi yang juga tidak cukup memadai," ujar Untung di Jakarta, Rabu (25/9).
Sementara itu, Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA, Bima Laga menjelaskan beberapa hal yang menjadi sorotan asosiasi. Sebagai contoh pasal 66 terkait TKDN yang menurut pihaknya akan penuh perjuangan lantaran kurangnya kapabilitas baik secara sistem, maupun talent.
"Pun dengan penyebutan “masyarakat” di pasal 8. Definisi “masyarakat” terlalu luas. Termasuk di dalamnya sektor private dan publik. Belum lagi pasal sertifikasi yang menurut idEA redundant, juga terkait compliance cost. Sertifikasi memberatkan start-up atau e-commerce kecil," jelas Bima.
Kecenderungan RUU KKS menghambat kreativitas dan inovasi, diprediksi akan berujung pada terus menurunnya tingkat competitiveness di Indonesia. Lebih lanjut, idEA menilai perlunya penyusunan ulang RUU KKS dengan menggunakan standar internasional, termasuk menjadi landasan untuk membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Selain itu juga perlu penegasan dan penjelasan siapa yang menjadi subjek. Hal ini untuk menghindari salah korban. Terutama perusahaan pemula dan belum memiliki kapabilitas yang rentan menjadi korban. Terkait sertifikasi, penting pula untuk menjabarkan secara detail ketentuan-ketentuan untuk pemberlakuan peraturan ini.
"Indonesia tidak bisa serta merta mengikuti standar internasional," kata Bima.
(mdk/faz)