Dianggap 'Keras', Psikolog Justru Sebut PUBG Bukan Sumber Kekerasan
Dianggap 'Keras', Psikolog Justru Sebut PUBG Bukan Sumber Kekerasan
Diwacanakannya untuk melabeli haram kepada gim Battle Royale populer yakni PUBG atau PlayerUnknown's Battlegrounds, masih sedang digodok. MUI kini sedang di tengah pengkajian fatwa tersebut dan disebut akan membuahkan hasil pada April mendatang.
Bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), asosiasi esports Indonesia, serta psikolog, MUI sepakat pembatasan dan pelarangan terhadap seluruh gim termasuk PUBG sangat perlu untuk diterapkan.
-
Apa saja game yang mereka mainkan? Mereka dikenal sebagai gamers profesional yang ahli di berbagai macam game seperti PUBG Mobile, GTA V, DOTA 2, dan game lainnya.
-
Apa game paling seru yang mendapatkan peringkat teratas? The Legend of Zelda: Breath of the Wild memuncaki peringkat pertama dengan gameplay yang sangat memuaskan.
-
Kapan serangan terhadap gamer meningkat? Pakar Kaspersky percaya bahwa tingkat keberhasilan yang lebih tinggi pada tahun 2024 dapat dijelaskan oleh tren yang diamati dalam perkembangan terkini lanskap ancaman siber secara umum.
-
Kapan Gendang Pampat dimainkan? Alat musik ini biasanya dimainkan pada saat upacara adat. Dikutip dari Instagram @penerbit.brin, permainan alat musik ini merupakan salah satu cara untuk menjaga ikatan kekeluargaan orang Iban. Tak hanya saat upacara adat, permainan alat musik tradisional itu dilakukan untuk mengisi waktu-waktu kebersamaan mereka.
-
Di mana permainan congklak berasal? Congklak merupakan permainan yang berasal dari kebudayaan kuno timur tengah.
-
Kenapa para penjahat siber memilih game untuk melakukan serangan? Kemungkinan besar, penjahat dunia maya memilih metode serangan ini berdasarkan popularitas game di kalangan pemain, serta kemampuan gamer untuk menggunakan cheat dan mod. Karena sebagian besar mod dan cheat didistribusikan di situs web pihak ketiga, penyerang menyamarkan malware dengan berpura-pura sebagai aplikasi ini.
Pembatasan ini termasuk klasifikasi usia pemain, konten gim, waktu bermain, dan dampak yang ditimbulkan, agar masyarakat bisa mendapatkan lebih banyak manfaat dari bermain gim.
Hal tersebut diungkapkan dalam acara Focus Group Dicusion (FGD) dengan tema "Games Kekerasan dan Dampaknya bagi Masyarakat" di kantor pusat MUI di Jakarta, pada 26 Maret 2019, melansir Tekno Liputan6.com.
Nah, bagaimana aspek kerasnya gim PUBG ini jika dilihat dari perspektif psikologi? Merdeka.com mengutip laporan dari Liputan6.com yang mewawancarai seorang Psikolog anak dan keluarga, yakni Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si.
Beliau menyebut bahwa memang benar semua gim yang mengandung kekerasan memang bisa memberikan dampak negatif bagi pemain.
"Memberi dampak negatifnya itu karena bisa menjadi 'referensi' bagi si pemain. Ketika mengalami kondisi tertentu, bisa saja referensi ini diaktifkan, sehingga pemain lebih rentan meniru atau melakukan perilaku agresif yang dimunculkan di gimnya," kata psikolog yang akrab dengan sebutan Nina ini kepada Tekno Liputan6.com.
Namun, lanjut dia, faktor pendorong seseorang berperilaku agresif tidak hanya berasal dari gim yang dimainkan, tetapi juga dipicu banyak hal. Salah satunya yaitu kepribadian dari pemain gim tersebut.
"Misalnya kepribadian, jika pemain pada dasarnya berkepribadian matang dan penuh cinta kasih, maka tentunya tidak terlalu mudah terpengaruh gim," katanya.
Tak hanya itu, faktor lingkungan hingga pendidikan yang didapat di sekolah, keluarga, masyarakat juga akan berpengaruh. Jika lingkungan cenderung kasar dan agresif, akan lebih besar kemungkinan bagi seseorang terdorong melakukan perilaku agresif dibandingkan jika lingkungannya tenang atau bijak.
Ada pula faktor kemampuan diri. "Misalnya kalau ia memang mampu menggunakan senjata dan tubuhnya kuat, lebih mungkin meniru dibandingkan dengan yang tubuhnya lemah dan mengalami kesulitan menggunakan senjata," ungkap Nina.
Moralitas dan Batasan Usia
Lebih lanjut, hal lain yang menentukan perilaku seseorang adalah moralitas.
"Kalau seseorang menyadari membunuh orang lain baik teman maupun lawan itu salah, tentunya dia tidak akan begitu saja membunuh," ujar Nina.
Dia membenarkan usia dewasa memang lebih matang ketimbang anak-anak yang mudah terpengaruh.
Untuk itu, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah membatasi usia pemain. "Membatasi usia pemain memang salah satunya, sebetulnya gim ini di berbagai negara sudah dibatasi jelas usianya. Hanya orangtua seringkali tidak melakukan monitoring terhadap penggunaan perangkat anaknya," kata Nina.
Oleh karenanya, akan percuma adanya pembatasan usia main gim jika orangtuanya melakukan pembiaran.
Menurut Nina, hal lain yang juga dapat dilakukan adalah perlunya diskusi mendalam dengan anak atau orang dewasa.
"Diskusi itu penting untuk menumbuhkan pemahaman lebih positif terkait kehidupan," ungkap sang psikolog.
Sumber: Tekno Liputan6.com
Reporter: Agustin Setyo Wardani
(mdk/idc)