Ini bioteknologi 'jadul' yang masih tokcer
Kabarnya, ada 30 ekor sapi dari hasil inseminasi buatan di tahun 2013.
Sebagian dari kita pastinya sudah mengetahui teknologi inseminasi buatan atau kawin buatan. Teknologi ini, kebanyakan diadopsi pada hewan terutama sapi untuk memperbanyak jumlah keturunan. Atau kawin silang dengan genetika yang bagus, sehingga menghasilkan keturunan sapi yang bagus pula. Hal ini dijelaskan oleh peneliti bioteknologi peternakan dari LIPI, Syahruddin Said.
Biasanya, perkawinan alami hanya bisa membuahi satu betina sapi saja, tapi dengan menggunakan inseminasi buatan ini dapat membuahi lebih dari satu ekor sapi.
"Jadi prosesnya itu, kita pisahkan terlebih dahulu sperma pejantan sapinya. Kemudian, kita prosesing sperma itu menjadi dosisnya lebih tinggi kira-kira 500 dosis. Maksudnya, dosis ini yang nantinya kita gunakan untuk mengawinkan sapi betina. Ini bisa 500 ekor sapi dengan hanya satu sperma saja," jelasnya saat ditemui Merdeka.com di Bogor, (27/3).
Bahkan menurut dia, satu sperma juga bisa ditingkatkan lagi menjadi 1000 dosis atau bisa membuahi 1000 ekor sapi betina. "Gak masalah. Tapi, kan gak gampang. Masalahnya satu sapi pejantan hanya mampu ejakulasi dua kali dalam seminggu," jelasnya.
Menurutnya, teknologi inseminasi buatan ini sejatinya sudah lama sekali. Apalagi, pengembangan-pengembangannya di Indonesia sudah terbilang banyak. "Kalau soal teknologi itu sudah sejak lama sekali. Semua orang sudah pada tahu. Intinya, pengembangannya sudah bisa dibilang sudah hampir selesai. Persoalannya, hanya pada implementasinya saja," ujarnya.
Implementasi yang dimaksudkan ini ialah penerapan penelitian itu ke industri peternakan di sektor hulu. Ini yang dirasa dia, masih sangat kurang. Walaupun ada perusahaan yang sudah menerapkan hal ini dengan bekerjasama dengan LIPI, yakni PT Karya Anugerah Rumpin (KAR) di Bogor. Hasilnya, patut diacungi jempol. Kabarnya, ada 30 ekor sapi dari hasil inseminasi buatan di tahun 2013. Tahun ini akan ditingkatkan lagi menjadi 90 ekor sapi.
Baca juga:
Triple helix, jurus jitu bikin peternakan sapi skala besar
Ini mobil hasil cetak teknologi 3D seharga Rp 22 juta
Bos SpaceX: Robot bakal perlakukan manusia seperti anjing peliharaan
Mengintip kedahsyatan teknologi charger baru Qualcomm, QuickCharge 2
Federal Oil 'rambah' mobil usai sukses sponsori balap 600 cc Moto2
-
Bagaimana teknologi masa depan digambarkan mengubah Jakarta? Isi video tersebut seolah ingin menceritakan, bahwa teknologi masa depan akan masuk dan mengubah bentuk Jakarta bukan hanya sekedar menjadi kota metropolitan, melainkan sebagai kota yang futuristik penuh kecanggihan teknologi.
-
Apa yang menjadi kekhawatiran Jokowi tentang penggunaan perangkat teknologi di Indonesia? Jokowi prihatin atas dominasi impor dalam penggunaan perangkat teknologi di Indonesia, dengan nilai impor yang mencapai lebih dari Rp30 triliun. Hal itu disampaikan Jokowi saat meresmikan Indonesia Digital Test House (IDTH) di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), Kota Depok, Jawa Barat Selasa, (7/5). "Ini sayangnya perangkat teknologi dan alat komunikasi yang kita pakai masih didominasi barang-barang impor dan nilai defisit perdagangan sektor ini hampir 2,1 miliar US Dollar lebih dari 30 triliun Rupiah," ujarnya.
-
Apa yang dimaksud dengan perkembangan teknologi? Perkembangan teknologi adalah fenomena yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Teknologi telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi satu sama lain.
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Siapa yang menemukan lempeng tektonik di Kalimantan? Prediksi keberadaan kerak Bumi ini muncul ketika Suzanna van de Lagemaat, ahli geologi lulusan Universitas Utrecht di Belanda, dan supervisornya, Douwe van Hinsbergen, menganalisis data geologi dari pegunungan di kawasan Asia-Pasifik.