Selain Insentif 5G, Operator Seluler Juga Minta Keringanan Ini ke Pemerintah
Respons baik dari pemerintah ditanggapi positif industri telekomunikasi. Tapi, mereka ingin keringanan lainnya.
Respons baik dari pemerintah ditanggapi positif industri telekomunikasi. Tapi, mereka ingin keringanan lainnya.
Selain Insentif 5G, Operator Seluler Juga Minta Keringanan Ini ke Pemerintah
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengapresiasi pemerintah yang menjanjikan insentif pembangunan 5G bagi operator telekomunikasi.
Harapan besar pun dinyatakan oleh Rudi Purwanto, salah satu anggota ATSI.
- Kembali Adakan DCE Tahun Ketiga, Telkomsel Terus Dukung UKM Indonesia
- Kondisi Operator Seluler di Indonesia sedang Tidak Baik-baik Saja, Ini Penyebabnya
- Menkominfo Janjikan Insentif Buat Operator Seluler agar Pengembangan Jaringan 5G Tak Mentok
- Industri Telekomunikasi Butuh Terobosan dari Pemerintah, Ini Penyebabnya
“Kami berharap bahwa dengan kehadiran insentif ini, dapat menjadi faktor pengurang bagi pembayaran Dana Alokasi Pembangunan (DAP) kami di tahun-tahun berikutnya,”
Rudi Purwanto, salah satu anggota ATSI.
Upfront fee, yang merupakan biaya yang harus dibayarkan di muka, juga menjadi sorotan ATSI.
Mereka berharap bahwa upfront fee bisa dikurangi hingga nol rupiah atau lebih kecil dari satu kali Harga Penawaran.
“Kami berharap upfront fee-nya bisa sampai nol, atau lebih kecil dari satu. Biasanya, upfront fee ini dua kali lipat,”
Rudi Purwanto, salah satu anggota ATSI dalam acara diskusi yang digelar Selular Business Forum di Jakarta, Senin (2/10)
Beri Insentif Frekuensi Lama
Selain itu, ATSI juga mendorong agar insentif tidak hanya berlaku untuk frekuensi baru, melainkan juga untuk frekuensi lama atau eksisting yang saat ini menjadi beban berat bagi operator.
Hal ini sejalan dengan tantangan yang dihadapi operator seluler, salah satunya biaya Regulatory Change Biaya Hak Penggunaan (BHP) yang melebihi 10 persen.
Prosentase itu dianggap tidak sehat dan berdampak negatif pada kinerja keuangan provider telekomunikasi. Dengan demikian, berdampak pula pada penggelaran jaringan yang terkendala.
Dengan availability score hanya sebesar 0,9 persen dan kecepatan unduh sekitar 21 Mbps, Indonesia sukses menempati peringkat 11 dari 12 negara di Asean. Indonesia juga memiliki ranking 59 dari 131 negara di dunia dalam Indeks Penggelaran Jaringan.
Karenanya, ATSI berupaya juga untuk mendorong penurunan BHP hingga 20 persen pada tahun 2024 dan tetap stabil pada tahun-tahun berikutnya.
Selain untuk meningkatkan keberlanjutan bisnis dan mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia, ini juga dilakukan untuk mempercepat penetrasi/coverage dan pemerataan infrastruktur digital, meningkatkan Gross Domestic Product (GDP) dan pajak, serta meningkatkan digital ekonomi.