XL Axiata Minta Pemerintahan Baru Perhatikan Keberlanjutan Operator Seluler
Tak mudah bagi industri telekomunikasi untuk menatap masa depan. Butuh bantuan pemerintah agar bisnis mereka terus berkelanjutan.
Chief Corporate Affiars XL Axiata, Marwan O Baasir mengatakan industri telekomunikasi Indonesia ke depan tetap akan sangat menantang. Bahkan sepertinya tidak akan menjadi lebih ringan untuk dilalui.
”Kompetisi antar-operator akan terus ketat, berkembangnya selera dan kebutuhan pelanggan dan masyarakat juga akan sangat mempengaruhi arah strategi bisnis. Selain itu, kami juga harus menghadapi munculnya pesaing baru yang membawa teknologi baru, seperti Starlink dan sejenisnya,” kata Marwan.
- 3 Hal Ini Jadi ‘Benalu’ Industri Telekomunikasi di Indonesia
- XL Axiata Perluas Jaringan Fix Mobile Convergence di Sulawesi
- XL Axiata Akses Sehat, Kolaborasi XL dengan Alita untuk Fasilitas Layanan Kesehatan
- XL Axiata sebut Bakal Terjadi Lonjakan Trafik Telekomunikasi 20 Persen di Liburan Akhir Tahun
Di saat yang sama, lanjut dia, sejumlah persoalan hingga saat ini belum jelas penanganannya dan aturannya, padahal sangat berpotensi mengganggu jalannya bisnis secara industri.
Menurut Marwan, meski kompetisi masih akan sangat ketat, peluang untuk terus dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis masih terbuka sering dengan kompetisi industri yang semakin rasional, di mana persaingan dari sisi kualitas dan pelayanan menjadi hal utama.
”Tantangan regulasi yang tengah diperjuangkan oleh XL Axiata salah satunya menyangkut insentif untuk Biaya Regulasi. Beban biaya yang harus dipikul oleh XL Axiata untuk menopang operasional ini, termasuk pajak spektrum frekuensi, semakin mahal dan memberatkan,” kata dia.
Salah satunya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari spektrum frekuensi, yang secara berkala terus mengalami peningkatan, hal tersebut secara langsung berdampak pada peningkatan biaya operasional operator.
”Kami berharap pemerintah dapat memperhatikan beban regulasi yang saat ini dibebankan kepada industri telekomunikasi. Rasio biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP) terhadap pendapatan kotor operator telah mencapai 13-14 persen, melebihi batas wajar yang ideal 5-10 persen,” jelasnya.