Tapak Tilas Jembatan Gantung Ngete Karanganyar, Menantang Maut
Seorang pria paruh baya berjalan di atas jembatan gantung. Kedua tangannya, memegang erat sepeda ontel. Menilik ke bawah jembatan, aliran Sungai Pepe dengan kedalaman sekitar 30 meter mengalir deras. Kanan, kirinya pepohonan dengan jurang. Sekali terperosok, nyawa bisa jadi taruhannya.
Seorang pria paruh baya berjalan di atas jembatan gantung Ngete. Kedua tangannya, memegang erat sepeda ontel. Perlahan namun pasti, kakinya mulai melangkah di atas sebilah papan kayu yang mulai lapuk.
Menilik ke bawah jembatan, aliran Sungai Pepe dengan kedalaman sekitar 30 meter mengalir deras. Kanan, kirinya pepohonan dengan jurang. Perlahan-lahan pria bercaping ini menuju hingga ke ujung jembatan. Sekali terperosok, nyawa bisa jadi taruhannya.
-
Apa itu Selat Solo? Selat Solo menjadi salah satu kuliner yang bisa menjadi pilihan saat berkunjung ke Kota Surakarta, Jawa Tengah.
-
Apa yang terbakar di Solo? Pada Selasa (3/10), terjadi kebakaran di sebuah gudang rongsok yang terletak di Kampung Joyosudiran, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.
-
Kapan Jalan Tol Jogja-Solo dibuka untuk umum? Mulai 22 Desember 2023, tol fungsional Jogja-Solo mulai dibuka untuk umum.
-
Mengapa Sosis Solo dibuat? Dalam versi lain dikatakan bahwa Sosis Solo dibuat karena masyarakat ingin mencoba makanan kesukaan para Meneer dan Noni Belanda, namun dengan citra rasa pribumi.
-
Apa yang bisa dinikmati pengendara di sepanjang Jalan Tol Jogja-Solo? Selain memberikan kenyamanan serta efisiensi dalam perjalanan, jalan tol itu juga memanjakan pengendara dengan keindahan pemandangan yang memukau di sepanjang perjalanan. Apabila cuaca sedang cerah, di sisi kanan akan terlihat pemandangan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Selain itu di sepanjang perjalanan pengendara akan disuguhkan oleh hamparan persawahan yang luas.
Jembatan Siratal Mustaqim, begitu para warga menyebutnya. Rasa was-was dan menantang maut membuat jembatan yang terletak di Bolon Karanganyar mendapat julukan itu. Tapi itu tak membuat nyali warga menciut, sebab itulah jalan pintas untuk beraktivitas sekolah maupun kerja.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Jembatan gantung yang menghubungkan Desa Bolon, Colomadu, Karanganyar, dengan Desa Tegalrejo, Boyolali, ini sebenarnya bukan jembatan. Namun, saluran air yang melintang di atas Kali Pepe, di bawah wewenang Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Bengawan Solo.
Di atas saluran ada pijakan dari papan kayu selebar sekitar 50 sentimeter hingga 60 sentimeter untuk petugas menginspeksi. Nah, di atas pijakan itulah warga memasang papan dan besi untuk dilalui. Awalnya, hanya untuk petugas namun lama-lama banyak warga yang melewatinya.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Melewati jembatan ini lebih menghemat waktu 15-30 menit, daripada harus memutar sejauh 2 kilometer untuk menyeberang. Alhasil, warga pun nekat menyusuri jembatan penuh risiko itu.
Ukuran papan kayu yang kecil ini pun membuat warga harus bergantian untuk melaluinya. Warga seolah tak peduli dengan keselamatan yang mengancamnya. Bisa saja terjerembab dan nyawa lenyap.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Meniti jembatan perbatasan Boyolali dan Karanganyar ini memang menguji adrenalin. Kini semua hanya sebatas kenangan. Kengerian itu berakhir semenjak dibangunnya jembatan baru di sebelah jembatan gantung Ngete pada 2016 silam.
Jembatan baru jauh lebih layak daripada Jembatan Ngete. Warga pun tak lagi melewati jembatan yang menantang maut ini. Tentu saja, lebih memilih jembatan yang jauh lebih kokoh.
©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Kini jembatan gantung peninggalan zaman kolonial Belanda itu hanya sebagai sarana aliran pengairan sawah. Struktur bangunan dari kayu dan besi yang penuh kenangan tersebut masih tetap dipertahankan.
Beberapa warga kadang kali mampir datang mengunjungi jembatan legendaris ini. Sekedar mengabadikan kenangan di jembatan gantung Ngete. Jika ditantang, kira-kira kamu berani melewatinya tidak ya?
(mdk/Tys)