Cerita Jenderal Polri Berani Lawan Presiden RI, Tak Mempan Ditawari Jabatan
Kisah Jenderal Polisi (Purn.) Hoegeng Imam Santoso seolah tak pernah sirna dari sejarah bangsa Indonesia.
Kisah Jenderal Polisi (Purn.) Hoegeng Imam Santoso seolah tak pernah sirna dari sejarah bangsa Indonesia. Mantan Kapolri yang menjabat pada tahun 1968 hingga 1971 ini berhasil menjadi sosok yang berbeda.
Ia diketahui memang selalu berani menyampaikan pendapatnya, meski bertentangan. Bukan main-main, Hoegeng dikenal tak menciut sekalipun berseberangan dengan Soeharto.
-
Bagaimana Soeharto mendekati keluarga dalam politik? “Ini pendidikan politik yang kurang baik, zaman Pak Harto selama sekian puluh tahun itu tidak pernah itu anak-anaknya terlibat politik praktis cuma dia di bisnis. Sekarang ini (era Jokowi) politik iya, bisnis iya,” kata Djarot.
-
Mengapa Soeharto dan keluarga Habibie menjadi dekat? "Hal ini patut saya kenang. Di rumah keluarga Habibie itu terdapat suasana yang membuat anggota Staf Brigade kami kerasan," kata Soeharto dikutip dari HMSoeharto.id.
-
Bagaimana Soeharto mengenal keluarga BJ Habibie? Soeharto mengaku cepat akrab dengan keluarga BJ Habibie karena ibu Habibie, Raden Ayu Tuti Marini Puspowardojo atau R.A. Habibie yang berasal dari Yogyakarta masih fasih berbahasa Jawa.
-
Bagaimana cara anak-anak Soeharto mempererat hubungan mereka? Sering Berkumpul Untuk Makan Bersama Walaupun jarang mendapat perhatian, anak-anak Presiden Soeharto ternyata sering berkumpul untuk sekadar makan bersama. Mereka juga mengundang anak dan cucu mereka dalam momen tersebut.
-
Siapa yang menjodohkan Soeharto dengan Ibu Tien? Ibu Prawiro, mengingatkan Soeharto, saat itu sudah 26 tahun. Usia yang cukup matang untuk berumah tangga. Pemuda seumuran di desanya nyaris semua sudah berkeluarga, tinggal dia yang membujang.
-
Siapa yang diserang oleh hoaks selain Soeharto? Selain Presiden Soeharto, hoaks juga menimpa keluarganya.
Hoegeng terus maju melawan ketidakadilan yang berada di hadapannya kala itu. Ia pun disebut menjadi polisi teladan sepanjang masa.
Seperti apa kisah perjuangannya melawan rezim Orde Baru? Berikut ulasan selengkapnya.
Bertentangan dengan Kroni Soeharto
Kasus pemerkosaan seorang penjual telur bernama Sumarijem di Yogyakarta menjadi perhatian, tak terkecuali dengan Hoegeng. Anak seorang pejabat dan seorang anak pahlawan revolusi diduga turut menjadi pelaku.
Proses pengadilan berjalan penuh rekayasa. Sumarijem yang menjadi korban justru menjadi tersangka. Hoegeng bertekad mengusut tuntas kasus ini. Dia siap menindak tegas para pelaku.
©2013 Merdeka.com
Lantaran hal itu, Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini untuk dilimpahkan ke Team Pemeriksa Pusat Kopkamtib.
Selalu Berlawanan dengan Soeharto
Sebelum menjabat sebagai Kapolri, Hoegeng memang diketahui berseberangan dengan Soeharto. Petisi 50 adalah buktinya. Tokoh-tokohnya antara lain Jenderal AH Nasution, Jenderal Hoegeng, Letjen M Jasin, Ali Sadikin, Mohammad Natsir dan lain-lain.
Mereka secara tegas menolak gaya Soeharto yang otoriter. Kala itu, segala bentuk kritik terhadap Soeharto selalu dianggap kritik terhadap pancasila dan mengancam kedaulatan.
buku hoegeng/sinar harapan
Menjadi anggota dalam Petisi 50 berarti menggali kuburan sendiri. Akibatnya, Hoegeng dilarang tampil di depan umum seperti menghadiri HUT Polri setiap tanggal 1 Juli.
Tegas Tolak Tawaran
Awal jabatannya sebagai Kapolri, Hoegeng menghadap Soeharto. Presiden RI kedua tersebut meminta agar polisi tak lagi bertugas di medan tempur.
Jawaban Hoegeng pun justru tak menimbulkan kepuasan bagi Soeharto. Ia justru seolah memerintahkan Soeharto untuk tak membuat angkatan lain mencampuri tugas Polri.
buku hoegeng/sinar harapan
"Kalau begitu angkatan lain juga jangan mencampuri tugas angkatan kepolisian," kata Hoegeng tegas. Soeharto terdiam mendengarnya. Demikian ditulis dalam buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang.
Dicopot Tak Jelas
Sepak terjang Hoegeng membuat kroni keluarga Cendana mulai panas. Apalagi sejumlah kasus diduga melibatkan kerabat Soeharto. Puncaknya, Soeharto mencopot Hoegeng sebagai Kapolri tanggal 2 Oktober 1971.
buku hoegeng/sinar harapan
Hal ini dilakukan Soeharto saat Hoegeng masih memiliki tanggung jawab dalam dua tahun mendatang. Ironinya dengan alasan penyegaran, justru pengganti Hoegeng, Jenderal M Hasan lebih tua satu tahun.
Hendak Dibuang ke Luar Negeri
Heogeng kembali menghadap. Ia mempertanyakan alasan pencopotan dirinya secara langsung.
Tak disangka, Soeharto justru menawari Hoegeng dengan jabatan sebagai duta besar atau diplomat di negara lain. Sebuah kebiasaan untuk membuang mereka yang kritis terhadap Orde Baru. Hoegeng seketika langsung menolaknya.
©2012 Merdeka.com/dok
"Saya tidak bisa jadi diplomat. Diplomat harus bisa minum koktail, saya tidak suka koktail," sindir Hoegeng.
(mdk/mta)