Ketika Dokter Belanda Enggan Obati Pribumi yang Terjangkit Wabah, Sosok Ini Datang jadi Pahlawan
Penyakit pes pernah melanda Jawa pada awal abad ke-20, dr Cipto Mangunkusumo adalah pahlawan karena mengobati pribumi yang terjangkit penyakit pes.
Penyakit pes pernah melanda Jawa pada awal abad ke-20. Dr Cipto Mangunkusumo adalah pahlawan karena mengobati pribumi yang terjangkit penyakit pes.
Ketika Dokter Belanda Enggan Obati Pribumi yang Terjangkit Wabah, Sosok Ini Datang jadi Pahlawan
Pada awal abad ke-20, masyarakat Indonesia mengalami wabah yang sangat mematikan yaitu pes. Penyakit ini sudah menyebar di Eropa dan masuk ke Indonesia melalui impor beras.
Wabah ini menyebar di Indonesia khususnya di Pulau Jawa pada rentan waktu 1910-1926 yang menyebabkan kematian sebanyak 120.000 orang. Namun, nasib baik belum berpihak pada masyarakat.
Saat wabah ini menyerang, para dokter yang mayoritas berkebangsaan Belanda enggan menangani masyarakat pribumi.
Korban wabah pes semakin lama semakin berjatuhan, hingga muncul seorang pahlawan dari kalangan pribumi yang berusaha keras untuk mengobati masyarakat yang terjangkit virus mematikan tersebut.
Siapakah dia? Simak ulasannya sebagai berikut.
Wabah Pes di Indonesia
Mengutip dari laman tropmed.fk.ugm.ac.id, penyakit pes yang ada di Indonesia berawal dari gagal panen yang terjadi pada tahun 1910-an.Pada tahun tersebut, Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan untuk melakukan impor beras dari Yangon, Myanmar.
Karung beras yang diimpor dari Yangon ternyata mengandung kutu tikus yang sebelumnya sudah melanda Myanmar.
Sesampainya di Surabaya, beras hasil impor tersebut disimpan di Kota Malang. Dalam waktu satu bulan ada 17 orang yang meninggal.
Malang pun ditutup, namun kebijakan itu tidak efektif karena berdampak pada sektor ekonomi. Sehingga, penularan tetap terjadi. Pada tahun 1913, wabah pes semakin merajalela. Korbannya bahkan sampai mencapai 11.000 orang.
- Misteri Hilangnya Dokter Qory Terungkap, Kabur dari Rumah Cari Perlindungan usai jadi Korban KDRT
- Kisah Dokter Lulusan Luar Negeri, Rela Pulang ke Indonesia Mengabdi di Pulau Terpencil
- Heboh Lulusan SMA jadi Dokter Gadungan Rumah Sakit di Surabaya, Ini Penjelasan Kemenkes
- Dokter Cantik Tersipu Malu Disoraki Banyak Orang di Pelabuhan, Penyebabnya Prajurit TNI ini
Dokter Belanda enggan Obati Pribumi
Mereka harus menjadi korban atas wabah yang sangat mematikan dan mengancam nyawa mereka waktu itu.
Hal itu diperparah dengan dokter berkebangsaaan Belanda yang enggan terjun untuk mengobati para pribumi yang terjangkit virus.
Mereka memiliki ketakutan akan wabah pes karena berkaca pada kasus yang terjadi di Eropa berabad-abad silam.
Di Eropa sendiri pernah terjadi wabah yang sangat menakutkan yang disebut sebagai black death, pada abad ke-14. Wabah tersebut membunuh sepertiga sampai dua pertiga populasi Eropa.
dr. Cipto Mangunkusumo Obati Pribumi yang Terjangkit Pes
Ketakutan dokter Belanda terhadap penyakit pes yang melanda masyarakat Indonesia pada waktu itu tidak mematahkan semangat seorang dokter pribumi bernama dr. Cipto Mangunkusumo. Ia mempunyai peran yang sangat penting saat wabah pes menyerang Indonesia.
Ia secara langsung menangani pasien yang terjangkit pes tanpa mengenakan alat pelindung diri (APD) tanpa takut tertular penyakit tersebut. Bahkan, Cipto melakukan tindakan medis tersebut tanpa meminta bayaran kepada masyarakat.
Melihat tindakan yang dilakukan oleh Cipto, Pemerintah Hindia Belanda kemudian meluluskan mahasiswa kedokteran tingkat akhir STOVIA yang berhasil menyembuhkan penyakit pes tanpa harus menulis tesis.
Setelah itu, para dokter dari kalangan pribumi pun banyak yang lulus dari STOVIA. Meski dalam jumlah yang terbatas, mereka bergerak bersama menangani kasus wabah pes meski mengancam nyawa.
Cipto adalah salah satu dokter pribumi yang lulus dari STOVIA pada tahun 1905. Setelah lulus, ia membuka praktik dokter di Solo yang bernama ‘Dokter Rakyat’.
Sampai sekarang, jasanya dikenang oleh seluruh masyarakat Indonesia, salah satunya namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM).