Heboh Lulusan SMA jadi Dokter Gadungan Rumah Sakit di Surabaya, Ini Penjelasan Kemenkes
Heboh pria lulusan SMA menjadi dokter gadungan selama dua tahun di rumah sakit Surabaya.
Pria lulusan SMA ini menjadi dokter gadungan selama dua tahun di rumah sakit Surabaya.
Heboh Lulusan SMA jadi Dokter Gadungan Rumah Sakit di Surabaya, Ini Penjelasan Kemenkes
Susanto, pria lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi dokter gadungan selama dua tahun di Rumah Sakit PHC Surabaya, Jawa Timur. Dia bertugas pada bagian Tenaga Layanan Clinic sebagai Dokter First Aid.
Sebelum menjadi dokter gadungan di RS Surabaya, Susanto melakukan hal serupa di Kalimantan. Saat mendaftar sebagai tenaga medis, Susanto memalsukan identitasnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara terkait kasus tersebut. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, masalah dokter gadungan menjadi tanggung jawab rumah sakit.
Nadia menjelaskan, setiap rumah sakit memiliki komite etik. Komite ini bertugas menjalankan kredensial tenaga kesehatan yang hendak bekerja di rumah sakit.
Kresidensial merupakan serangkaian proses verifikasi terhadap kualifikasi, pengalaman, profesionalisme tenaga kesehatan.
“Nah harusnya komite medik pastikan ini benar-benar tenaga medis,” kata Nadia kepada merdeka.com, Rabu (13/9).
Nadia mengatakan, Kemenkes tak bisa mengambil alih kasus dokter gadungan di rumah sakit. Masalah tersebut harus diselesaikan sendiri oleh rumah sakit melalui komite etik dan hukum.
Nadia mengimbau rumah sakit menjalankan kredensial tenaga kesehatan secara ketat. Sehingga setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit sudah memenuhi ketentuan.
Nadia mengakui, dokter gadungan bisa membahayakan pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.
“RS harus menjamin pasien safefty, proses kredential,” ujar Nadia.
Mengenai sanksi terhadap dokter gadungan, Nadia menyerahkan kepada pihak berwenang.
"Kalau dokter gadungan itu kan ranah pidana karena berarti penipuan kan," ucap Nadia.
Berdasarkan Pasal 439 UU Kesehatan, setiap orang yang bukan tenaga medis atau tenaga kesehatan melakukan praktik bisa dipidana paling lama 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.