Dokter Gadungan Susanto Tak Mau Didampingi Pengacara, Ini Alasannya
Susanto mengklaim mendapatkan upah hingga Rp7,5 juta per bulan, termasuk tunjangan lain dari PT PHC Surabaya.
'Dokter' Susanto menolak didampingi pengacara selama jalani proses hukum
Dokter Gadungan Susanto Tak Mau Didampingi Pengacara, Ini Alasannya
Selama masa persidangan, dokter gadungan Susanto ternyata tak pernah didampingi oleh seorang kuasa hukum atau pengacara. Sehingga, sejak pembacaan dakwaan hingga tuntutan esok, ia tak pernah didampingi oleh kuasa hukum.
Kepala Seksi Intelejen (Kasintel) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Jemmy Sandra mengakui, jika sejak awal proses persidangan, 'dokter' Susanto memang tak mau didampingi oleh seorang pengacara.
Apa alasan Susanto tak mau didampingi oleh seorang pengacara, mantan Kasintel Pasuruan itu menyatakan tidak tahu. Sebab, ketika masuk masa persidangan, sebagaimana hak terdakwa, ia dapat didampingi oleh pengacara.
"Saya kurang tahu (alasan tidak mau didampingi pengacara). Yang jelas ia tidak menggunakan (haknya) pengacara,"
kata Kepala Seksi Intelejen (Kasintel) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Jemmy Sandra saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (15/9).
merdeka.com
Lantas, mengapa tidak disediakan pengacara prodeo (istilah pengacara yang disediakan oleh negara), Jemmy menyebut karena ancaman yang dikenakan pada 'dokter' Susanto di bawah 5 tahun.
"Kalau pengacara yang disiapkan negara itu, perkara yang ancamannya minimal 5 tahun," tegasnya.
Diketahui, meski hanya lulusan pendidikan sekolah menengah atas (SMA), Susanto ternyata cukup percaya diri menjadi seorang dokter. Bahkan karena kelihaiannya menyaru, ia sempat dipercaya menjadi seorang dokter di PT Pelindo Husada Citra (PT PHC) yang memiliki RS dan klinik PHC.
Bukan tanpa modal, modus Suyanto mengelabuhi rumah sakit ternyata bermodalkan identitas palsu seorang dokter asli. Identitas dokter tersebut, ternyata berasal seorang dokter asal Bandung bernama dokter Anggi Yurikno.
Lantas, dari mana ia bisa mendapatkan identitas dokter Anggi? Susanto ternyata cukup melek teknologi. Ia mendapatkan identitas dokter tersebut dari media sosial (medsos).
Perkara ini sendiri berawal saat PT PHC Surabaya membuka lowongan pekerjaan untuk mengisi posisi tenaga layanan klinik sebagai Dokter First Aid pada 30 April 2020 silam. Susanto kemudian melamar dengan berkas dan identitas palsu.
Berkas dr Anggil yang dicuri antara lain Surat Izin Praktik (SIP) Dokter, Ijazah Kedokteran, Kartu Tanda Penduduk dan Sertifikat Hiperkes. Susanto mengubah foto pada dokumen-dokumen itu tanpa mengganti isinya.
Proses perekrutan hingga interview dilakukan secara daring karena saat itu masih dalam masa Pandemi Covid-19.
Upaya penipuan Susanto pun berhasil. Dia kemudian dihubungi oleh PT PHC untuk menjalani sesi wawancara daring pada 13 Mei 2020 bersama calon karyawan lainnya.
Hingga akhirnya, Susanto diterima bekerja sebagai dokter. Dia diterima sebagai dokter Hiperkes Fulltimer di PHC Clinic dan ditugaskan di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu sejak 15 Juni 2020 hingga 31 Desember 2022.
Susanto mengklaim mendapatkan upah hingga Rp7,5 juta per bulan, termasuk tunjangan lain dari PT PHC Surabaya. Aksi ini membuat PT PHC Surabaya rugi hingga Rp262 juta. Tindakan penipuan Susanto ini berlangsung hampir sepertiga dari masa kontraknya, yaitu selama dua tahun.