2022, Indonesia Dorong Pemerataan Distribusi Vaksin Hapus Kesenjangan Ekonomi
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto berharap, di 2022 akses vaksin Covid-19 menjadi lebih adil dan merata. Pemerataan distribusi vaksin dinilai dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto berharap, di 2022 akses vaksin Covid-19 menjadi lebih adil dan merata. Pemerataan distribusi vaksin dinilai dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
"Memasuki tahun 2022 diharapkan keberadaan vaksin (Covid-19) atau obat-obatan yang lebih adil merata dari segi akses," ucapnya melalui akun instagram resminya @airlanggahartarto_official, Sabtu (1/1).
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Apa gejala Covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
Menko Airlangga menyatakan, ketersediaan akses vaksin Covid-19 yang lebih adil dan merata penting untuk mendukung proses pemulihan ekonomi global. Sehingga, dapat mengurangi tingkat kesenjangan ekonomi antara negara maju dan miskin.
"Sebuah transformasi sosial maupun ekonomi akan lebih baik tidak hanya dalam konteks lokal dan nasional. Tapi, juga dalam konteks regional dan global," jelasnya.
Maka dari itu, pemerintah berjanji akan memanfaatkan perhelatan akbar Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) yang akan digelar di Bali pada akhir Oktober 2022 untuk fokus membahas pentingnya ketersediaan akses vaksin Covid-19 yang lebih merata.
"Karena, sebagaimana kita ketahui Indonesia akan menjalankan Presidensi G20. Kita berharap bahwa sejumlah agenda dan transformasi ekonomi akan terus berjalan serta dukungan bagi negera berkembang, terutama terkait keberadaan vaksin atau obat obatan yang lebih adil dan merata," tandasnya.
Menlu: Indonesia Terus Serukan Distribusi Vaksin yang Adil dan Merata
Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi mengatakan Indonesia terus menyerukan distribusi vaksin yang adil dan merata di forum-forum bilateral, regional, dan multilateral.
“Presiden Indonesia Joko Widodo telah menyuarakan keprihatinannya terhadap distribusi vaksin di forum-forum bilateral, regional, dan multilateral. Saya juga menjadi salah satu ketua dari kerja sama multilateral pengadaan vaksin COVID-19, COVAX Advance Market Commitment Engagement Group (COVAX-AMC EG) yang dibentuk untuk memfasilitasi akses ke vaksin untuk 92 negara,” ujar Retno Marsudi dalam kegiatan Global Town Hall 2021 yang diselenggarakan secara virtual, di Jakarta dilansir Antara, Sabtu (21/11).
Ia mengatakan vaksin akan langka dan barang langka sering dijual hanya kepada penawar tertinggi.
“Dan inilah yang terjadi saat ini. 64,99 persen orang di negara berpenghasilan tinggi telah divaksinasi setidaknya dengan satu dosis dibandingkan dengan 6,48 persen di negara berpenghasilan rendah. Lebih dari 80 persen vaksin telah dikirim ke negara-negara G-20 dibandingkan dengan 0,4 persen ke negara-negara berpenghasilan rendah,” kata Retno.
Setiap hari, ujar dia, ada 6 kali lebih banyak “booster” yang diberikan secara global daripada dosis utama di negara-negara berpenghasilan rendah.
Sebanyak 56 negara tidak memenuhi target WHO untuk memvaksinasi 10 persen dari populasi mereka pada September 2021, dan hampir 80 negara mungkin tidak mencapai target vaksinasi sebesar 40 persen pada akhir tahun ini, kata Menlu.
Sementara itu, setidaknya 100 juta dosis tidak dapat digunakan dan kedaluwarsa di negara-negara G7 pada tahun 2021, dan jumlah dosis yang terbuang dapat meningkat menjadi 800 juta pada pertengahan 2022.
“Jika semua suntikan dosis vaksin COVID-19 yang diberikan secara global sejauh ini didistribusikan secara merata, kami akan mencapai target 40 persen kami di setiap negara saat ini,” kata dia.
Sebaliknya, banyak negara mengandalkan fasilitas COVAX sebagai satu-satunya sarana untuk mendapatkan vaksin.
“COVAX telah mengirimkan lebih dari 507 juta dosis. Tetapi COVAX tidak memproduksi vaksin dan telah gagal memenuhi targetnya untuk mengirimkan 2 miliar dosis tahun ini. Kami masih membutuhkan 550 juta suntikan untuk memenuhi 40 persen target vaksinasi WHO di setiap negara,” kata Menlu RI itu pula.
Retno mengatakan produksi global sekarang mencapai hampir 1,5 miliar dosis per bulan. Sehingga sebenarnya ada cukup vaksin dari perspektif pasokan.
“Tetapi apakah mereka akan didistribusikan secara adil kali ini. Tantangan untuk memvaksinasi dunia tidak berhenti di sini. Kita harus mendapatkan dosis vaksin sebanyak mungkin dan ini bukan tugas yang mudah,” kata dia.
Dia berujar, ada informasi yang salah untuk dilawan karena informasi tersebut berkontribusi pada keraguan vaksin. Tidak semua negara siap menerima dosis besar, apalagi memiliki strategi nasional untuk mendistribusikannya.
Rata-rata negara-negara berpenghasilan rendah harus meningkatkan pengeluaran kesehatan mereka sebesar 56,6 persen untuk menutupi biaya vaksinasi 70 persen dari populasi mereka. Dibandingkan dengan 0,8 persen untuk negara-negara berpenghasilan tinggi.
“Kita juga harus mempertimbangkan masalah diskriminasi vaksin. Beberapa negara menolak masuknya orang dengan vaksin yang memiliki Daftar Penggunaan Darurat WHO, tetapi belum disetujui oleh regulator mereka sendiri,” kata dia.
(mdk/bim)