3 Faktor Penyebab Krisis Ekonomi dan Inflasi Global
Gubernur BI Perry Warjiyo, menyebut ada tiga faktor utama yang menyebabkan risiko stagnasi dan inflasi yang terjadi di berbagai negara.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menyebut ada tiga faktor utama yang menyebabkan risiko stagnasi dan inflasi yang terjadi di berbagai negara. Pertama, risiko yang berkaitan dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina termasuk juga pengenaan sanksinya yang menyebabkan gangguan pasokan energi dan pangan global serta gangguan mata rantai pasokan global.
"Ini yang kemudian menyebabkan tingginya harga-harga komoditas, harga energi maupun harga pangan global. Misalnya harga minyak kita perkirakan tahun ini bisa mencapai rata-rata nya USD 103 per barel. Demikian juga harga pangan juga meningkat tinggi, ini kemudian dari sisi pasokan menimbulkan resiko perlambatan ekonomi global, dari sisi kenaikan harga menimbulkan resiko dan terjadinya kenaikan inflasi diberbagai dunia," kata Perry dalam Pengumuman RDG bulan Juni 2022, Kamis (23/6).
-
Bagaimana cara bank pemerintah berperan dalam mengatasi tantangan ekonomi? Selain itu, bank pemerintah juga seringkali memiliki peran strategis dalam mengatasi tantangan ekonomi, seperti mengelola krisis keuangan dan memberikan dukungan finansial kepada sektor-sektor yang dianggap vital bagi pembangunan ekonomi.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno? Dalam buku berjudul 'Jakarta 1950-1970', seorang dokter bernama Firman Lubis mengutarakan kondisi ekonomi Indonesia saat itu amat kacau. "Inflasi melangit dan menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai gambaran, ongkos naik bus umum yang pada tahun 1962 masih Rp1 berubah menjadi Rp1000 pada tahun 65,"
-
Bagaimana Bank Indonesia memperkuat ketahanan eksternal dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan? "Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegas dia.
-
Apa yang terjadi pada nilai tukar rupiah ketika Indonesia mengalami hiperinflasi di tahun 1963-1965? Di tahun 1963 hingga Soekarno lengser sebagai Presiden tahun 1965, Indonesia mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen dengan nilai tukar rupiah saat itu berkisar Rp11 per USD1.
-
Mengapa kinerja industri perbankan di Indonesia terjaga stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global? Di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan gejolak geopolitik global, kinerja industri perbankan Indonesia per Juni 2024 terjaga stabil," jelas Mahendra Siregar dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (2/8).
Faktor kedua, adalah pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan di berbagai negara maju. Pengetatan moneter ditempuh oleh sejumlah bank sentral terutama di negara-negara yang pertumbuhan ekonominya meningkat seperti di Amerika, atau di negara yang inflasinya tinggi, yang disebabkan karena tidak mempunyai ruang fiskal atau menaikkan subsidi di negara-negara tersebut.
Ruang fiskal yang terbatas disejumlah negara menyebabkan kenaikan harga komoditas global, berdampak pada meningkatnya harga-harga di dalam negeri.
Selain itu, sejumlah bank sentral juga menaikkan suku bunga, tidak hanya Amerika serikat saja, melainkan juga terjadi di Brazil, Malaysia, India, maupun sejumlah negara yang lain. Kenaikan suku bunga tentu saja menurunkan permintaan dan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, enaikan kasus dan kebijakan zero covid-19 di China menyebabkan terjadi perlambatan ekonomi di sana. Menurut Perry, semua faktor-faktor ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi global berisiko ke bawah. Bank Indonesia memperkirakan yang semula pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 ini dapat mencapai 3,4 persen menjadi 3 persen.
"Bacaan kami dengan 3 faktor tadi, menimbulkan risiko bahwa pertumbuhan ekonomi global dapat turun menjadi 3 persen pada tahun 2022 ini meskipun akan naik kembali tahun 2023 menjadi 3,3 persen. Ini menimbulkan kenapa terjadi perlambatan ekonomi global," tandasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Jokowi: Kita Masih Dalam Situasi yang Penuh Ketidakpastian
Bangkitkan UMKM, Gernas BBI Lagawi Fest Diharapkan Bantu Atasi Krisis
Sri Lanka Tutup Sekolah hingga Kantor Pemerintahan Akibat Krisis Ekonomi
Waspada, Ekonomi Global Merosot dan Ancaman PHK Mengintai
Kengerian Saat Ekonomi Dunia Ramai-Ramai Ambruk dan Nasib Indonesia Terkini
Ekonomi 60 Negara Ambruk, Jokowi Blak-blakan Gambarkan Kengerian yang Bakal Terjadi