4 Komoditi ini bisa dihasilkan di Indonesia, namun masih diimpor pemerintah
Beberapa komoditi yang diimpor sebenarnya bisa dihasilkan di dalam negeri. Namun, rendahnya kualitas hingga terbatasnya pasokan membuat pemerintah maupun industri memilih untuk impor agar kebutuhan terpenuhi.
Pemerintah terus berkomitmen untuk memenuhi segala kebutuhan dalam negeri, baik untuk menunjang kesejahteraan maupun untuk meningkatkan perekonomian dalam negeri. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui impor.
Sayangnya, beberapa komoditi yang diimpor sebenarnya bisa dihasilkan di dalam negeri. Namun, rendahnya kualitas hingga terbatasnya pasokan membuat pemerintah maupun industri memilih untuk impor agar kebutuhan terpenuhi.
-
Kapan Emping Beras biasanya disajikan? Adanya tradisi tahunan yang digelar oleh Orang Darat, Emping Beras ini menjadi sajian utamanya saat merayakan Maras Taun. Bahkan, Emping Beras hanya bisa dijumpai saat momen tradisi Maras Taun berlangsung.
-
Di mana cecak diburu untuk ekspor? Mereka bisa ditangkap untuk dijadikan hewan peliharaan atau konsumsi, kata Dr Satyawan Pudyatmoko, direktur jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
-
Kapan Gempi menunjukkan bakat berenang? Hal ini dapat dilihat dari unggahan Gisel beberapa waktu yang lalu. Di dalam gambar-gambar itu, Gempi sedang menjalani pelajaran berenang.
-
Kenapa Sambal Beser digemari? Walau begitu, cita rasa sambal yang memakai ini diklaim lebih pedas dan segar dibanding jenis olahan tanpa hewan beser.
-
Kapan Hari Brimob diperingati? Bangsa Indonesia memperingati Hari Brimob setiap tanggal 14 November.
-
Kapan Hari Berang-Berang Internasional diperingati? Tidak lain adalah Hari Berang-Berang Internasional setiap 7 April. Tepat pada hari ini, menarik untuk dibahas lebih lanjut sejarah dan peran pentingnya.
Tak ayal, kebijakan impor kerap menuai kritikan dari berbagai pihak, yang menginginkan agar pemerintah bisa lebih fokus untuk memajukan industri dalam negeri dibanding impor. Dikhawatirkan, impor akan mematikan produk dalam negeri.
Berikut 4 komoditi yang bisa dihasilkan di Indonesia, namun tetap diimpor oleh pemerintah.
Beras
Masih hangat diingatan mengenai impor beras yang dilakukan Kementerian Perdagangan RI pada Januari lalu. Pemerintah secara resmi menerbitkan izin importasi beras sebanyak 500.000 ton yang diberikan kepada Perum Bulog untuk menurunkan harga komoditas tersebut yang dalam beberapa waktu terakhir mengalami kenaikan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan izin importasi tersebut dan berlaku hingga 28 Februari 2018.
Importasi beras tersebut bisa masuk dalam kategori beras untuk kepentingan umum dan kepentingan lain. Importasi tersebut direncanakan berasal dari Vietnam dan Thailand.
Pemerintah menyatakan bahwa importasi sebesar 500.000 ton tersebut tidak akan mengganggu petani lokal. Beras impor tersebut nantinya akan memperkuat stok Perum Bulog, dan akan dipergunakan untuk melaksanakan Operasi Pasar (OP) beras.
Garam
Pemerintah memutuskan untuk mengimpor garam industri sebanyak 3,7 juta ton demi memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Garam impor ini rencananya akan dimanfaatkan oleh industri yang bergerak petrokimia, kaca, lensa, hingga makanan dan minuman.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengakui Indonesia belum bisa memproduksi garam Industri. Oleh sebab itu dia berharap impor garam industri dibebaskan sepenuhnya seperti dulu.
"Sejauh ini garam industri kalau kita mau jujur ya belum bisa dipenuhi dalam negeri terutama untuk CAB. Menurut saya kembalikan ke yang dulu saja policynya, untuk impor garam industri bebaskan saja," kata Panggah di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat (19/1).
Meskipun Indonesia memiliki laut dan pantai yang luas, namun tidak berarti Indonesia mampu memproduksi garam dalam jumlah besar. Karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi produksi garam. Dia menyebut saat ini kebutuhan terhadap garam industri sekitar 2 juta ton.
"Soal garam itu bisa dikaji apa betul kita bisa swasembada garam? karena memang lautnya luas, pantainya luas. Tapi garam ini memerlukan persyaratan tidak hanya pantai, tapi juga curah hujan bagaimana, humidity itu kekeringan negara ini bagaimana. Kemudian Luasan. Macam-macam faktor ini tidak harus kita semuanya," jelasnya.
Panggah meminta agar pemerintah lebih fokus kepada potensi-potensi yang dimiliki Indonesia, daripada fokus untuk swasembada garam.
Baja
Produksi baja dalam negeri saat ini dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun faktanya, para kontraktor maupun distributor masih banyak mengimpor material tersebut.
Sekjen Asosiasi Pabrikator Jembatan Baja Indonesia (APJBI), Andi Syukri mengatakan impor baja yang selama ini dilakukan lantaran harga di luar negeri lebih murah. Meskipun secara kualitas baja Indonesia tidak kalah bagus dengan negara lain.
"Sebenarnya pasar ini kan bermacam-macam tidak hanya kontraktor saja, kebutuhannya macam-macam ya. Tentunya kontraktor juga inginnya yang murah dan itu ditangkap oleh para importir dan para distributor," kata Andi pada Diskusi Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia, Jakarta, Jumat (26/1).
Sementara itu, Customer Relation PT Gunung Garuda, Kodrat Satriawan mengeluhkan derasnya impor baja yang selama ini terjadi. Sebab hal ini tentu sangat merugikan produsen baja tanah air.
"Kebutuhan akan material jembatan baja sudah bisa kami penuhi dan kami produksi," jelasnya.
Dia menambahkan, semakin banyak proyek jembatan makin banyak material yang diserap untuk membuat suatu unit jembatan. Maka Kodrat memastikan bahwa para produsen baja Indonesia mampu memenuhi kebutuhan material tersebut.
Alumunium
General Manager SDM & Umum Inalum, Moh. Rozak Hudioro mengatakan saat ini perusahaan masih mengimpor alumina dari Australia dan India, yang merupakan bahan baku dari pembuatan alumunium. Padahal, Indonesia merupakan salah satu penghasil bauksit terbesar, di mana bauksit adalah bahan baku dari pembuatan alumina.
Dengan demikian, terbentuknya pabrik pengolahan (smelter) bijih bauksit menjadi alumina (Grade Alumina Refinery/SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) akan menghemat biaya produksi. Ditargetkan pada 2021 perusahaan tidak akan lagi mengimpor alumina.
"Untuk memutuskan rantai ketergantungan itu bagaimana kalau bauksit yang ada di Kalimantan Barat itu kita olah sendiri dan bekerjasama dengan Antam. Dengan teknologi China. Nanti harapannya, kami tidak membeli Alumina dari Australia lagi, tapi dihasilkan dari dalam negeri," kata Rozak di Medan, Sumatera Utara, Rabu (6/12).
Dia menambahkan, Inalum mengimpor alumina sebanyak 500.000 ton per tahun dengan harga alumina sebesar USD 400 per ton, yang berarti dalam satu tahun Inalum mengeluarkan anggaran sekitar USD 20.000 untuk kebutuhan alumina. Sehingga dengan dibangunnya smelter maka perusahaan bisa melakukan penghematan dan efisiensi.
"Paling tidak secara ini kita tidak akan mengeluarkan valuta asing. Kedua itu ketahanan nasional lebih kuat. karena bukan punya orang. Menghemat 100 persen," imbuhnya.
Tercatat, kebutuhan alumunium dalam negeri di 2016 mencapai sekitar 800.000 ton, sementara kemampuan Inalum baru sebesar 260.000 ton. Maka ke depannya, Inalum akan memperbesar produksi untuk memenuhi kebutuhan nasional.