5 Fakta menarik ketimpangan kaya-miskin RI turun di era Jokowi-JK
Wapres JK mengklaim, membaiknya gini ratio Indonesia karena adanya bantuan sosial dari pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran dan pendapatan penduduk Indonesia (gini ratio) pada Maret 2016 sebesar 0,397. Angka ini menurun jika dibanding dengan gini ratio September 2015 sebesar 0,402 dan Maret 2015 sebesar 0,408.
Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengatakan, penurunan ketimpangan terjadi karena adanya bantuan yang diberikan pemerintah kepada golongan kurang mampu. Bantuan itu berupa beras miskin (raskin), bantuan kesehatan, pendidikan serta KUR.
-
Apa yang menjadi catatan BPS tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Apa tugas utama dari BPS? Tugas BPS adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan.
-
Apa yang membaik di Sulawesi Utara berdasarkan rilis BPS? Kepala BPS Sulawesi Utara, Asim Saputra menjelaskan, daya beli petani di Sulawesi Utara membaik di Bulan Oktober 2023.
-
Mengapa BRI bisa mencapai posisi teratas dalam The Global 2000 versi Forbes? Mengutip situs resmi Forbes Internasional, dari 2000 perusahaan di seluruh dunia yang masuk dalam daftar tersebut, terdapat 9 perusahaan berasal dari Indonesia dan BRI menduduki peringkat teratas.
"Tentu ini ada hasilnya juga kan. Maka itu kita harapkan hasilnya antara lain gini ratio itu makin baik artinya makin turun," ucap JK di Jakarta, Jumat (19/8).
Menurut JK, pendapatan masyarakat miskin selama ini memang sudah naik. Namun, terkendala karena harga harga yang juga ikutan naik, dan hal ini yang membuat rentang pengeluaran orang miskin dan kaya masih jauh.
"Artinya masih dibutuhkan suatu upaya untuk mengangkat yang di bawah tanpa menurunkan yang di atas, tapi mengangkat yang di bawah. Misalnya dengan program-program sosial, pembangunan di daerah, pembangunan desa, pasti efeknya menyebabkan gini rasio lebih baik."
Meski demikian, ada beberapa fakta menarik soal menurunnya ketimpangan kaya-miskin di Indonesia. Berikut uraiannya:
Ketimpangan perkotaan dan pedesaan menurun
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (gini ratio) pada Maret 2016 sebesar 0,397. Angka ini menurun jika dibanding dengan gini ratio September 2015 sebesar 0,402 dan Maret 2015 sebesar 0,408.
Kepala BPS, Suryamin mengatakan, gini ratio di daerah perkotaan pada Maret 2016 tercatat sebesar 0,41, menurun 0,009 poin dibanding September 2015 sebesar 0,419.
Sedangkan gini ratio di daerah pedesaan pada Maret 2016 sebesar 0,327, angka ini menurun 0,002 poin dibanding September 2015 sebesar 0,329. Gini ratio ini juga menurun 0,007 poin dibanding Maret 2015 sebesar 0,334.
"Memang pengeluaran penduduk di perkotaan lebih besar dibanding pedesaan. Karena memang perekonomian di perkotaan jauh lebih pesat dibanding pedesaan," imbuhnya.
Selama periode Maret 2015-Maret 2016, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah masih dalam kategori ketimpangan rendah, namun distribusinya semakin menurun. Yakni dari 17,1 persen pada Maret 2015 dan 17,45 persen pada September 2015, menjadi 17,02 persen pada Maret 2016.
Suryamin menjelaskan, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2016 tercatat sebesar 15,91 persen, menurun jika dibanding September 2015 sebesar 16,39 persen. Namun, angka distribusi ini meningkat jika dibandingkan Maret 2015 sebesar 15,83 persen.
"Sementara di pedesaan distribusi pengeluaran dari kelompok ini pada Maret 2016 sebesar 20,4 persen. Menurun dibanding Maret 2015 sebesar 20,42 persen dan September 2015 sebesar 20,85 persen," jelasnya.
Ketimpangan kaya-miskin di Sulawesi Selatan tertinggi
Kepala BPS Suryamin mengatakan, Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan tingkat gini ratio tertinggi, yakni sebesar 0,426. Angka ini meningkat dibandingkan September 2015 sebesar 0,404 dan Maret 2015 sebesar 0,424.
"Sulawesi Selatan antara perkotaan dan kabupatennya memang ada perbedaan yang cukup pesat, terutama untuk perkembangan ekonomi. Untuk kabupaten dan desa memang meningkat tapi tidak secepat di kota," kata Suryamin di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8).
Selain itu, Yogyakarta menjadi provinsi kedua dengan gini ratio di atas nasional, yakni sebesar 0,42. Diikuti Gorontalo sebesar 0,419, Jawa Barat sebesar 0,413, DKI Jakarta sebesar 0,411, juga Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur sebesar 0,402.
Sementara itu, provinsi dengan gini ratio terendah dimiliki oleh Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,275, dan Maluku Utara sebesar 0,286. Menurut Suryamin, perkembangan di kedua provinsi ini dinilai lebih stabil dan merata.
"Memang di Bangka Belitung dan Maluku relatif homogen (antara perkotaan dan pedesaan), sehingga tingkat ketimpangannya merata dan lebih baik," imbuhnya.
Kartu sakti Jokowi buat gini ratio turun
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengatakan, salah satu faktor yang membuat ketimpangan kaya-miskin turun adalah pemberian bantuan sosial dari pemerintah, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sehingga dengan adanya bantuan ini, masyarakat kelas menengah ke bawah bisa memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
"Bansos dari KIP dan KIS itu berdampak terhadap masyarakat golongan menengah ke bawah. Pasti ada pengaruhnya dan besar. Karena sebelum ada kartu, kita dengar ada bagi rata. Tapi dengan kartu yang non tunai maka bantuannya akan diterima oleh masyarakat. Jadi lebih tepat sasaran," kata Suryamin di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8).
Selain itu, alokasi dana desa yang diberikan pemerintah juga bisa membantu meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan. Sehingga, daya beli masyarakat tetap terjaga dan perekonomian mulai membaik.
Dengan demikian, Suryamin optimis target pemerintah terhadap inflasi sebesar 4 plus minus 1 bisa tercapai.
"Dana desa yang bisa dioptimalkan bisa meningkatkan pendapatan golongan menengah ke bawah. Selain bisa memperkecil ketimpangan juga bisa mengurangi penduduk miskin dan pengangguran," imbuhnya.
Kinerja Freeport turun, gini ratio Papua drop
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk kaya-miskin (gini ratio) di Papua Barat sebesar 0,373. Padahal, pada September 2015, provinsi ini menjadi tingkat ketimpangan tertinggi, yakni sebesar 0,428.
Kepala BPS, Suryamin menduga, penurunan ketimpangan kaya-miskin di Papua karena pengeluaran masyarakat kaya di sana menurun. Penurunan ini disebabkan melemahnya perekonomian. Salah satunya juga disebabkan karena pengaruh Freeport yang menurunkan pendapatan masyarakat perkotaan.
"Penurunan ini bisa karena ekonomi global sedang tidak bagus, itu menyebabkan pendapatan kelompok atasnya menurun. Sementara masyarakat rendah masih stabil bahkan naik. (Karena Freeport) Kami menduga juga karena itu," kata Suryamin di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8).
Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Sosial, M. Sairi Hasbullah mengatakan, tingginya ketimpangan di Papua Barat pada September 2014 dikarenakan adanya jarak yang besar antara penduduk modern atau yang bekerja di industri tambang dan pemerintahan, dengan masyarakat tradisional.
"Kalau di Papua Barat ada sektor modern, seperti Freeport. Sedangkan di bawahnya sangat tradisional sekali sehingga ada gap yang besar antara yang bekerja di pemerintahan dengan masyarakat awam," kata Sairi di Gedung BPS, Jakarta, Senin (18/4).
Ada 6 faktor pendorong menyempitnya ketimpangan kaya-miskin
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin menyebut ada 6 faktor pendorong membaiknya gini ratio Indonesia.
Pertama, adanya kenaikan upah buruh tani harian sebesar 2,99 persen, yakni dari Rp 46.180 pada Maret 2015 menjadi Rp 47.559 pada Maret 2016. Kedua, kenaikan upah buruh bangunan harian sebesar 2,29 persen, yakni dari Rp 79,657 pada Maret 2015 menjadi Rp 81.481 pada Maret 2016.
"Ini berpengaruh karena dengan naiknya pendapatan maka pengeluarannya juga ikut meningkat," kata Suryamin di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8).
Ketiga, terjadi peningkatan jumlah pekerja bebas di sektor pertanian dari 5,1 juta orang pada Februari 2015 menjadi 5,2 juta orang pada Februari 2016. Sedangkan untuk pekerja bebas non-pertanian juga mengalami peningkatan, dari 6,8 juta orang pada Februari 2015 menjadi 7 juta orang pada Februari 2016.
Keempat, ada kenaikan pengeluaran perkapita per bulan penduduk 40 persen terbawah dari Rp 371.336 pada Maret 2015 menjadi Rp 416.489 pada September 2015, dan meningkat kembali menjadi Rp 423.969 pada Maret 2016.
"Meski porsinya menurun, yakni sebesar 17,02 persen pada Maret 2016, namun justru pengeluarannya meningkat," imbuhnya.
Kelima, adanya kenaikan pengeluaran yang merefleksikan peningkatan pendapatan kelompok penduduk bawah tidak lepas dari upaya pembangunan infrastruktur padat karya, bantuan sosial, serta perbaikan pendapatan PNS golongan bawah.
Keenam, penurunan gini ratio ini kemungkinan besar terkait dengan menguatnya perekonomian penduduk kelas menengah bawah diakibatkan dari pembangunan infrastruktur, lebih kondusifnya pengembangan usaha, dan beragam skema perlindungan sosial yang dijalankan oleh pemerintah.
(mdk/idr)