Anggota DEN: PLN dan Pertamina Harus Antisipasi EBT Agar Tak Rugi
penggunaan energi baru terbarukan (EBT) akan membuat masyarakat mampu memproduksi listrik secara mandiri alias menjadi individual power producer. Jika masyarakat semakin mampu menghasilkan listrik sendiri, maka permintaan kepada PLN dan Pertamina tentu akan berkurang.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi, mengatakan penggunaan energi baru terbarukan (EBT), seperti solar panel akan membuat masyarakat mampu memproduksi listrik secara mandiri alias menjadi individual power producer.
Namun, hal ini dapat menjadi tantangan bagi penyedia listrik semacam PLN. Jika masyarakat semakin mampu menghasilkan listrik sendiri, maka permintaan listrik dari PLN tentu akan berkurang.
-
Apa yang sedang dibangun oleh PLN untuk memfasilitasi penggunaan energi terbarukan di Indonesia? PLN sendiri saat ini sedang membangun green enabling supergrid yang dilengkapi dengan smartgrid dan flexible generations. “Karena adanya ketidaksesuaian antara lokasi energi terbarukan yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, serta jauh dari pusat demand yang berada di Jawa, maka kita rancang skenario Green Enabling Supergrid. Sehingga, potensi EBT yang tadinya tidak bisa kita manfaatkan, ke depan menjadi termanfaatkan. Selain itu, tentunya akan mampu membangkitkan kawasan dengan memunculkan episentrum ekonomi baru," jelas Darmawan.
-
Kenapa PLN menerapkan strategi ARED untuk pengembangan energi baru terbarukan? Oleh karena itu, Darmawan mengatakan, PLN di bawah arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED) yang mampu meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan hingga 75% pada tahun 2040.
-
Bagaimana PLN mendukung transisi energi di Indonesia? Dalam 2 tahun terakhir, PLN telah menjalankan berbagai upaya transisi energi. Di antaranya adalah membatalkan rencana pembangunan 13,3 Gigawatt (GW) pembangkit batubara, mengganti 1,1 GW pembangkit batubara dengan EBT, serta menetapkan 51,6% penambahan pembangkit berbasis EBT.
-
Kapan PLN mulai mendukung ekosistem kendaraan listrik? PT PLN (Persero) berkomitmen untuk terus mendukung ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang berkembang pesat di Indonesia.
-
Siapa yang menilai PLN sebagai perusahaan energi inovatif di Asian Experience Awards 2023? The Asian Business Review menilai PLN sebagai sebuah badan usaha negara Indonesia memiliki inovasi-inovasi terbaru di bidang energi, khususnya ketenagalistrikan.
-
Mengapa PLN menekankan kolaborasi global dalam mewujudkan transisi energi? Kolaborasi dalam transisi energi adalah kunci penting menyeimbangkan trilema energi, yaitu security, affordability, dan sustainability.
"Bayangkan kalau semua kita pasang roof top di rumah masing-masing 30 persen kebutuhan listrik dari solar sel. Kita tidak perlu lagi listrik dari perusahaan listrik," kata dia, dalam pembukaan pameran 'The 7th Edition of INAGREENTECH 2019', JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Kamis (4/4).
Nantinya masyarakat akan mendapatkan pasokan listrik dari fuel sel atau baterai yang mendapatkan energi dari solar panel yang dipasang di rumah masing-masing. "Bila kita sudah produksi sendiri tidak perlu lagi transmisi tegangan tinggi, distribusi kabel, masuk ke rumah kita. Fuel sel dan baterai besar akan menjadi pasokan industri. Sudah ada 100 MW. Fuel sel 100 MW," jelas dia.
Sektor industri pun tidak perlu lagi memasok listrik dari luar. Dia hanya perlu membangun fasilitas penyuplai listrik sendiri. "Sudah ada fuel sel 100 MW seperti satu pembangkit. Dia ingin realibility dia bikin 2 Pembangkit 100 MW untuk suplai beban 100 MW. Selesai. Dia mau lebih aman dia bikin tiga. Itulah industri masa depan."
"SPBU tidak diperlukan lagi. Pembangkit fosil tidak kita butuhkan lagi. Kita jangan bicara waktu. Ada yang bilang masih lama. Tapi kita tidak antisipasi, selalu stay behind, selalu ketinggalan dari negara lain kita akan selalu menjadi pasar dari negara lain," imbuhnya.
Karena itu, perusahaan-perusahaan penyuplai energi seperti PLN dan Pertamina sudah harus mulai mengantisipasi perkembangan ini. Inovasi dan upaya mencari arah bisnis baru mutlak diperlukan. "Perusahaan ini harus dari sekarang mengantisipasi itu, kalau tidak nanti bangkrut dan sadarnya telat," tegasnya.
Sebagai contoh, Pertamina bisa mulai membangun dan memperkuat bisnis petrokimia. Gas yang selama ini dipasok sebagai bahan bakar, mesti mulai diarahkan menjadi bahan baku industri.
"Gas kalau jadi bahan baku, minimal 5 kali lebih besar daripada dibakar. Presentasi Departemen Perindustrian, gas jadi bahan baku kaos, kaos itu dijual Rp 50.000, lalu dibandingkan mana lebih untuk buat kaos atau bakar sebagai energi. Ternyata nilai tambah kaos itu, 5 kali lebih besar," urai dia.
"Industri petrokimia harus kita bangun cepat. Kalau tidak Pertamina akan ada jedah waktu yang kebingungan memasok atau menjual migas bila tidak dari sekarang antisipasi," lanjutnya.
Bisnis area pun akan berubah. PLN dan Pertamina tidak akan lagi menjadi pemasok energi berbasis fosil, melainkan akan ikut dalam persaingan bisnis solar sel dan baterai.
"Bisnis area berubah. Perusahaan listrik dan minyak mereka akan compete untuk menjadi perusahaan solar sel untuk menjadi perusahaan baterai. Negara yang impor baterai dan solar sel akan sama dengan negara yang (sekarang) mengimpor energi. Negara yang ekspor baterai dan solar sel akan menjadi negara yang mengekspor energi nantinya," tandasnya.
Baca juga:
Pengembangan Energi Baru Terbarukan Terbentur Masalah Harga
ESDM Terus Dorong Penggunaan EBT Jadi Sumber Energi Masyarakat
Dukung Perkembangan EBT, Pameran Teknologi Ramah Lingkungan Digelar di Kemayoran
Menteri Jonan Dorong PLTD Milik PLN Gunakan Bahan Bakar CPO
Geo Dipa Lanjutkan Pembangunan Proyek PLTP Patuha Dieng
Pemerintah Jokowi Uji Jalan Penerapan B30 Mei Mendatang