Anggota DPR Soal Pertumbuhan 7,07 Persen: Jangan Dulu Bangga, PR Besar Menanti
Pemerintah sendiri terkesan membangga-banggakan capaian kuartal II tersebut. Padahal, capaian itu hanya membandingkan dengan kuartal II tahun lalu.
Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan menyebut bahwa angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 yang mencapai 7,07 persen tak perlu dibanggakan. Sebab dia menilai, pertumbuhan ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih, dan masih terlalu banyak pekerjaan rumah (PR) besar menanti.
"Sebetulnya capaian yang terjadi pada kuartal II-2021 adalah mengembalikan begitu banyak kontraksi pada kuartal II-2020 yang selalu minus. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) menyimpulkan, ekonomi belum kembali ke jalur normal seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19," ujar Hergun, sapaan akrabnya di Jakarta, Minggu (8/8).
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disepakati DPR dan Pemerintah untuk tahun 2025? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
-
Mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 meningkat dibandingkan dengan kuartal I-2023? “Pertumbuhan ekonomi kita secara kuartal (q-to-q) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan triwulan II selalu lebih tinggi dibandingkan di triwulan I,” terang Edy.
-
Apa yang menjadi catatan BPS tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Bagaimana strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? Oleh karena itu, pendekatan pembangunan perlu diubah dari reformatif menjadi transformatif yang setidaknya mencakup pembangunan infrastruktur baik soft maupun hard, sumber daya manusia, riset, inovasi, reformasi regulasi, tata kelola data dan pengamanannya serta peningkatan investasi dan sumber pembiayaan.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
Pemerintah sendiri terkesan membangga-banggakan capaian kuartal II tersebut. Padahal, capaian itu hanya membandingkan dengan kuartal II tahun lalu. Hergun menjelaskan, sepanjang 2020 ekonomi nasional tumbuh negatif, bahkan masuk resesi. Dimulai pada kuartal II 2020, tumbuh minus 5,32 persen (yoy) dan kuartal III 3,49 persen (yoy).
"Kontraksi terus berlanjut pada kuartal IV/2020 dan kuartal I/2021 di mana pertumbuhan ekonomi tercatat minus 2,19 persen (yoy) dan minus 0,74 persen (yoy)," ungkap politisi Partai Gerindra itu.
Banyak PR besar yang harus diselesaikan pemerintah seperti juga diserukan BPS. Misalnya, soal utang, angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan (rasio gini), dan ketimpangan pertumbuhan wilayah. "Berbagai persoalan tersebut jika tidak segera ditangani secara tepat bisa menjadi bumerang untuk perekonomian di masa yang akan datang," ucapnya.
Persoalan utang Indonesia hingga Mei 2021 posisinya sudah mencapai Rp6.418,15 triliun. Total utang tersebut setara dengan 40,49 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pemerintah harus lebih bijak mengelola pembiayaan negara agar utang ini tidak menjadi persoalan masa depan.
Baca juga:
Kapolri Terbitkan Surat Telegram untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi
Pemerintah Dorong Pemulihan Ekonomi Lewat Perpanjangan Diskon Pajak
Kemenkeu: Fleksibilitas APBN Dorong Pertumbuhan Ekonomi ke Level 7 Persen
PPKM Lanjut sampai Akhir Agustus 2021, Indonesia Diprediksi Bakal Resesi Lagi
Indef: Pertumbuhan Tinggi Tak Menandakan Ekonomi Kembali ke Tahap Normal
Solusi
Solusinya, pemerintah hendaknya segera menaikkan penerimaan negara baik dari perpajakan maupun PNBP. Persoalan tax ratio (rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB) yang semakin menurun dan 12 tahun berturut-turut terjadi shortfall (penerima pajak tidak memenuhi target) perlu diatasi dengan memperluas basis perpajakan dan meningkatkan intensifikasi serta ekstensifikasi perpajakan.
“Namun, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabel, dan tidak memberatkan rakyat kecil," urai Hergun.
Sementara soal lainnya, lanjut Anggota Baleg DPR RI ini, angka kemiskinan yang berjumlah 27,54 juta orang, pengangguran yang berjumlah 8,75 juta orang, dan ketimpangan pendapatan yang dicerminkan dari rasio gini 0,384, pemerintah perlu meningkatkan program padat karya dan bantuan sosial. Setidaknya, bagi masyarakat yang terdampak kebijakan PPKM Darurat/Level 4 bisa bertahan.
Terakhir, soal dari ketimpangan antarwilayah. Pulau Jawa yang berkontribusi 57,02 persen terhadap PDB sudah mampu tumbuh 7,88 persen. Namun, Sumatera yang memiliki kontribusi 21,73 persen terhadap PDB hanya mampu tumbuh 5,27 persen. Bahkan, Bali dan Nusa Tenggara hanya tumbuh 3,70 persen.
"Solusinya, pemerintah perlu memprioritaskan dukungan kebijakan ekonomi di Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara agar pada kuartal-kuartal berikut bisa tumbuh berimbang dengan wilayah-wilayah lainnya.