Asal Usul Pertalite, Pengganti Premium Hingga Jadi Primadona Masyarakat
Pertalite merupakan jenis BBM dengan oktan paling rendah yaitu 90, dengan ciri warna hijau terang.
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan jenis energi yang sangat masif dikonsumsi masyarakat.
Asal Usul Pertalite, Pengganti Premium Hingga Jadi Primadona Masyarakat
BBM yang dipasarkan oleh pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) saat ini adalah Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Solar, dan Dexlite.
Dari beberapa jenis BBM tersebut, Pertalite merupakan jenis BBM dengan oktan paling rendah yaitu 90, dengan ciri warna hijau terang. Berdasarkan spesifikasi dari uji lab, Pertalite tidak ada kandungan besi, mangan ataupun timbal. Kandungan sulfur Pertalite sebanyak 880 ppm. Jenis kendaraan yang cocok menggunakan Pertalite adalah jenis kendaraan dengan kompresi mesin 9:1 sampai dengan 10.
Pertalite pertama kali dijual di SPBU 31.1.02.02 Abdul Muis, Jakarta Pusat, dan 110 SPBU yang terseba4 di Jakarta, Surabaya, dan Bandung, pada tahun 2015.
Penjualan Pertalite berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan. Pertalite ini kemudian menjadi BBM bersubsidi pengganti Premium dengan oktan 88. Saat pertama kali dipasarkan, PT Pertamina memberikan harga promosi yaitu Rp8.400 per liter.
Penetapan harga BBM Pertalite tidak mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014. Sehingga keuntungannya sudah terukur.
"Apalagi kalau secara teknis, spek Pertalite sesuai kebutuhan mesin jarak tempuh lebih jauh sekitar 6 persen dan ramah lingkungan, maka produk ini bisa menjadi pilihan lebih baik dibanding harus membeli produk Pertamax yang lebih mahal," ujarnya.
Remigius Choerniadi Tomo, Manager Technical and Fuel Retail Marketing PT Pertamina pernah menjelaskan dampak buruk pemakaian Premium pada kendaraan di antaranya kendaraan akan lebih boros dan gas buang lebih kotor.
Menurutnya, premium hanya bisa digunakan untuk mesin bensin dengan rasio kompresi yang rendah.
Kerugian mesin bensin dengan rasio kompresi yang rendah adalah power density mesin ikut rendah. Akibatnya, fuel economy tidak optimal serta emisi gas buang lebih kotor.
Kemudian, pemakaian premium dalam jangka panjang dapat membuat kerusakan piston. Premium yang dipaksakan untuk mesin bensin dengan rasio kompresi yang tinggi maka akan terjadi knocking atau denotasi yang berakibat pada emisi yang semakin polutif.