Banggar DPR: Usulan Penghapusan Subsidi Listrik di 2022 Perlu Dipertimbangkan
Anggota Banggar DPR dari Fraksi Golongan Karya, Dave Laksono mengatakan, usulan tersebut masih perlu dibahas lebih lanjut. Sebab ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum akhirnya disetujui atau ditolak.
Kementerian ESDM mengusulkan pengurangan subsidi listrik PLN untuk tahun anggaran 2022. Usulan tersebut disampaikan Direktorat Jenderal EBTK dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI tanggal 7 April 2021 lalu.
Anggota Banggar DPR dari Fraksi Golongan Karya, Dave Laksono mengatakan, usulan tersebut masih perlu dibahas lebih lanjut. Sebab ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum akhirnya disetujui atau ditolak.
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
-
Apa definisi dari energi listrik? Pengertian energi listrik adalah suatu energi yang dipasok oleh arus listrik dan potensial listrik.
-
Apa yang meningkatkan permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik? "Dengan komitmen global untuk mengurangi emisi dan mengadopsi kendaraan listrik, permintaan untuk baterai EV akan terus meningkat, yang pada gilirannya akan mendorong permintaan terhadap nikel," ujar Toto.
-
Bagaimana cara menghemat energi listrik? Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghemat energi listrik di rumah, yang juga baik untuk lingkungan dan dapat menekan biaya pemakaian listrik.
-
Bagaimana cara PLTA Kracak menyalurkan listrik? “Jadi ini listriknya disalurkan ke Bogor, yang saat itu Buitenzorg sedang butuh, terutama untuk penerangan kantor gubernur. Setelah Buitenzorg memiliki penerangan, listrik disalurkan ke Tanjung Priuk untuk operasional Trem dan perkotaan,” kata sang kreator, Jejak Siborik.
-
Dimana PLN ingin menyediakan akses listrik yang merata? “Ini adalah bentuk dukungan PLN terhadap program yang dirancang oleh Pemerintah. PLN ingin semua masyarakat dapat menikmati listrik, sehingga kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat bisa meningkat," ucap Darmawan.
"Memang itu (usulan pengurangan subsidi listrik) dibahas tapi belum secara langsung diputuskan begitu saja. Harus dilihat dampak negatif terhadap perputaran ekonomi kaya gimana," kata Dave saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (15/4).
Dave menjelaskan, perlu ada kajian terkait kemampuan masyarakat membayar tagihan listrik bila dilakukan pengurangan subsidi. Tak hanya itu aspek sosial lainnya juga perlu dipertimbangkan agar tidak menimbulkan kegaduhan.
"Apakah dengan begitu masyarakat sudah mampu membayar atau gimana? Atau justru dampak negatifnya lebih besar," kata dia.
Dave mengatakan, bila usulan tersebut disetujui, maka akan berdampak pada perubahan tarif dasar listrik. Sebab pemerintah akan mengurangi pembayaran kepada PLN.
"Pastinya pengurangan subsidi akan berdampak pada kenaikan tarif dasar listrik jadi ini nanti akan mengurangi pembayaran pemerintah ke PLN," tutur Dave.
Sisi lain, usulan tersebut berpotensi mengurangi beban APBN. Sehingga alokasi untuk subsidi listrik bisa dialihkan untuk membiayai program pemerintah lainnya.
Berbagai pertimbangan tersebut sedang dalam pertimbangan Banggar. Dave mengaku hal ini akan kembali dibahas dalam sidang selanjutnya. Sebab saat ini para anggota sedang dalam masa reses.
"Ini kan masih panjang karena ini bicara anggaran tahun 2022, berarti ini diputuskan nanti Oktober atau sebelumnya," kata dia.
Siap-Siap Tarif Listrik Naik
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM mengusulkan menghapus 100 persen kompensasi tagihan listrik yang selama ini dibayarkan pemerintah. Akibatnya akan terjadi perubahan tarif dasar listrik dari masing-masing kategori pelanggan.
Dalam usulan tersebut terdapat beberapa simulasi pengurangan subsidi. Pada kategori rumah tangga golongan R.1/900, Pemerintah mematok asumsi pemakaian rata-rata per bulan 109 kWh sehingga tagihan listriknya menjadi Rp147.893 per bulan.
Bila kompensasi usulan tersebut disetujui, dengan asumsi penggunaan listrik yang sama maka tagihannya akan naik menjadi Rp165.802 per bulan. Artinya akan ada kenaikan Rp17.909 per bulan.
Pada pelanggan rumah tangga golongan R.1/1.300 VA Pemerintah mengasumsikan pemakaian per bulan 152 kWh. Maka tagihan listrik per bulan yakni Rp 219.902. Bila kompensasi dihapuskan maka tagihan listriknya menjadi Rp 230.712, artinya ada kenaikan Rp 10.810 per bulan.
Kenaikan tarif listrik juga terjadi pelanggan R.1/2.200 VA. Pemerintah mengasumsikan pemakaian sebulan 279 kWh, maka tagihan listrik Rp 402.712 per bulan. Bila kompensasi dihapuskan, dengan asumsi pemakaian yang sama, maka tagihan listriknya menjadi Rp 422.509 per bulan.
Tarif listrik pelanggan rumah tangga R.2/3.500 VA sampai dengan 5.500 VA juga akan mengalami kenaikan. Pada golongan ini, Pemerintah mengasumsikan pemakaian 442 kWh per bulan sehingga tagihan listriknya Rp 639.213. Bila kompensasi dihapuskan tagihan listriknya menjadi Rp 670.636 per bulan, naik Rp 31.423 per bulan.
Hal yang sama juga akan terjadi pada pelanggan rumah tangga golongan R.3/6.600 VA ke atas. Dengan asumsi pemakaian 1.425 kWh per bulan, maka tagihannya Rp 2.059.298 per bulan. Bila kebijakan ini disetujui, maka tagihannya menjadi Rp 2.160.531 per bulan, naik Rp 101.233.
Pelanggan PLN bisnis besar, juga akan terkena dampak serupa. Pelanggan golongan B-2/TR 6.600 VA sampai 200 kVA, diasumsikan penggunaan daya 2.561 kWh sebulan.
Sehingga tagihan listriknya menjadi Rp 3.699.946 per bulan. Bila kompensasi dari pemerintah dihapus 100 persen maka tagihannya akan bertambah naik Rp 181.886 per bulan, menjadi Rp 3.881.832 per bulan.
Adapun pelanggan yang masuk dalam golongan ini antara lain mereka yang menjalankan bisnis di bidang tekstil, pergudangan dan penyimpanan, serta pengolahan dan pengawetan.
Untuk pelanggan bisnis golongan B-3/TM di atas 200 kVA, Pemerintah mengasumsikan pemakaian listrik 208.707 kWh per bulan. Sehingga tagihan listriknya menjadi Rp 234.328.239 per bulan.
Maka dengan kebijakan ini, dengan asumsi yang sama, tagihan listrik kelompok bisnis perhotelan, pusat perbelanjaan dan apartemen akan mengalami kenaikan Rp 33.152.271 per bulan. Sehingga tagihan listriknya menjadi Rp 267.480.510.
Pelanggan PLN golongan I-3/ TM di atas 200 kVA juga akan ikut mengalami peningkatan tagihan listrik. Mereka ini merupakan industri pengolahan kopi seperti Nestle, Mustika Kencana, dan Ghandapala, juga industri air minum seperti PDAM.
Bila pemakaian rata-rata sebulan 341.970 kWh, maka tagihan listriknya Rp 381.802.353 per bulan. Dengan pemakaian yang sama, bila kompensasi dihapuskan 100 persen maka tagihannya menjadi Rp 435.818.954, naik Rp 54.016.601 per bulan.
pelanggan industri besar I-4/ TT 30.000 kVA ke atas juga mengalami kenaikan tagihan. Bila diasumsikan rata-rata pemakaian per bulan sebesar 15.216.984 kWh, maka tagihan listriknya Rp 15.221.665.922 per bulan. Jika kompensasi dihapuskan 100 persen, dengan asumsi penggunaan yang sama maka tagihan listrik naik menjadi Rp 18.095.142.114. Artinya, akan ada kenaikan tagihan per bulan sebesar Rp Rp 2.873.476.192
Adapun pelanggan yang masuk golongan ini yaitu industri semen seperti Holcim, Semen Cibinong, Semen Gresik, dan Jui Shin. Selain itu ada juga industri makanan dan masakan olahan seperti Indofood, Ajinomoto, dan Miwon.
(mdk/idr)