Bisakah Aturan Produk Tembakau Dipisahkan dari RPP Kesehatan? Begini Penjelasan Anggota DPR
Anggota DPR meminta Kemenkes sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan untuk lebih melibatkan petani, pekerja.
Ini sejalan dengan permintaan dari banyak pihak, terutama yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan nasional.
Bisakah Aturan Produk Tembakau Dipisahkan dari RPP Kesehatan? Begini Penjelasan Anggota DPR
Bisakah Aturan Produk Tembakau Dipisahkan dari RPP Kesehatan? Begini Penjelasan Anggota DPR
Anggota Komisi IX DPR RI, Nur Nadlifah mendukung dikeluarkannya pengaturan komoditi tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Ini sejalan dengan permintaan dari banyak pihak, terutama yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan nasional.
Sebagaimana tercermin dalam hasil Halaqoh Nasional yang dilaksanakan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).
- 6 Juta Buruh Hingga Petani Tembakau Terancam Kehilangan Mata Pencaharian, Kenapa?
- Petani Minta Kemenkes Kaji Ulang Aturan Tembakau di RPP Kesehatan, Kenapa?
- Pengusaha Minta Aturan Produk Tembakau Dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan, Ini Alasannya
- Tekan Anggaran, Pemerintah Bakal Maksimalkan Produksi Alkes Dalam Negeri
"Ya kami mendukung hasil pertemuan (P3M) yang lalu. Kami memang ingin mengarahkan aturan (produk tembakau) ini dikeluarkan dari RPP kesehatan," tegasnya dikutip di Jakarta, Senin (30/10).
Pemisahan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan dinilai sangat memungkinkan untuk dilakukan.
"Memungkinkan dipisahkan atau dikeluarkan dari RPP Kesehatan. Itu juga yang sedang kami dukung dan upayakan," tambah Nur Nadlifah yang juga Anggota Badan Legislasi DPR.
Nur Nadlifah, yang berasal dari fraksi PKB, menyarankan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan untuk lebih melibatkan petani, pekerja, dan seluruh elemen masyarakat yang terlibat di industri tembakau dalam menentukan arah yang tepat tanpa harus ada pihak yang dirugikan.
"Serapan tenaga kerja tembakau sangat besar lho dan kita punya sumber dayanya. Itu rasanya juga perlu dipertimbangkan," dia mengingatkan.
Secara rinci, ada lima poin yang disampaikan kepada pemerintah paska kegiatan pertemuan halaqoh (P3M) tersebut.
Pertama, pembahasan RPP Kesehatan terkait Pengamanan Zat Adiktif harus melibatkan partisipasi publik secara luas dan berimbang serta mengeluarkan pasal-pasal terkait Pengamanan Zat Adiktif dari draft RPP 2023 serta dibahas secara terpisah.
Kedua, RPP Kesehatan harus mengacu pada prinsip atau kaidah kemaslahatan umat secara umum, yaitu tasharruful imam ‘ala al-ra‘iyyah manuthun bil mashlahah atau kebijakan negara atau pemerintah harus mengacu pada kemaslahatan.
Ketiga, perumusan RPP harus mengacu pada prinsip-prinsip Pengayoman, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kekeluargaan, Kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika, Keadilan, Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan, Ketertiban Dan Kepastian Hukum, dan/atau Keseimbangan, Keserasian, serta Keselarasan, sebagaimana amanat dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Keempat, Pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan merumuskan pasal-pasal alternatif terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan, dan berkedaulatan.
Kelima, P3M sebagai inisiator Halaqoh Nasional mendorong terbangunnya jejaring aliansi masyarakat sipil, asosiasi, akademisi, serta tokoh agama untuk advokasi kebijakan tembakau di pusat dan daerah.