Bos SKK Migas Ungkap 3 Alasan Realisasi Penerimaan Migas 2020 Ditaksir Hanya Rp 83 T
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Tugas Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi target pendapatan negara dari produksi migas tidak tercapai tahun ini. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 mematok penerimaan migas sebesar Rp 100,16 triliun.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Tugas Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi target pendapatan negara dari produksi migas tidak tercapai tahun ini. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 mematok penerimaan migas sebesar Rp 100,16 triliun.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan tahun ini penerimaan migas diprediksi hanya USD 5,86 miliar atau setara Rp 83,46 triliun (asumsi Rp 14.242 per USD). Tak tercapainya target disebabkan antara lain pandemi covid-19, penurunan harga minyak dan kebijakan penurunan harga gas di tingkat industri menjadi USD 6 per MMBTU.
-
Apa yang dikatakan Tito Karnavian mengenai APBD Mimika? Di Papua, Mimika. APBD hampir Rp7 atau 8 triliun untuk 200 ribu orang. Tapi ya kemajuan enggak banyak terjadi. Belanjanya enggak efektif dan efisien," kata Tito, dalam acara Musrenbangnas Bappenas, di JCC, Senayan, Jakarta, di kutip Selasa (7/5).
-
Di mana BPH Migas melakukan pemantauan SPBU? "Kami melakukan pemantauan kesiapan beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Lombok, khususnya yang lokasinya dekat dengan lokasi pelaksanaan event internasional MotoGP Indonesia 2024 akhir September 2024.
-
Apa yang menjadi tujuan utama dari penerapan APBN? Sebagai salah satu unsur penting dalam perekonomian negara, tentu APBN diadakan dengan fungsi dan tujuan yang jelas.
-
Bagaimana BPH Migas memastikan pasokan BBM untuk MotoGP? "Kami melakukan pemantauan kesiapan beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Lombok, khususnya yang lokasinya dekat dengan lokasi pelaksanaan event internasional MotoGP Indonesia 2024 akhir September 2024.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan APBN? Di mana pemerintah harus bertanggung jawab atas semua pendapatan dan pengeluaran kepada rakyat, di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
-
Apa itu ANBK? ANBK adalah Asesmen Nasional Berbasis Komputer, program yang dirancang untuk menilai mutu tiap satuan pendidikan seperti Sekolah, Madrasah atau kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah.
"Perkiraan penerimaan negara di APBN USD 14,46 miliar outlooknya USD 5,86 miliar," kata Dwi dalam rapat virtual dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6).
Dia merinci, penurunan harga minyak dunia dari sekitar USD 63 per barel menjadi sekitar USD 38 per barel, memangkas penerimaan negara sekitar USD 4,95 miliar. Dampak pandemi Covid-19 memangkas sekitar USD 2,97 miliar dan penurunan harga gas untuk konsumen industri menjadi USD 6 per MMBTU membuat negara kehilangan pendapatan sebesar USD 0,68 miliar.
"Ini perkiraan sesungguhnya dari dampak penurunan harga minyak, ada dampak Covid-19 dan penyesuaian harga gas untuk industri," jelasnya
Dwi juga mengungkapkan, pandemi Covid-19 membawa dampak pada kegiatan operasional hulu migas, termasuk di dalamnya penundaan penghentian operasi direcanakan untuk perawatan (Planned Shutdown) di Lapangan Banyu Urip dan Tangguh, Program Kerja Ulang & Perawatan Sumur di CPI, Petrochina, OSES, Kegiatan P&A sumur di Conoco Phillips.
Pemerintah Revisi Target Penerimaan Migas 2020
Pandemi Covid-19 yang berimbas pada penurunan harga minyak mentah dunia serta berbagai sektor lainnya, membuat Pemerintah merevisi target penerimaan negara dari subsektor migas yang semula Rp192,04 triliun menjadi Rp100,16 triliun.
Perubahan ini dengan asumsi lifting minyak bumi sebesar 735.000 barel per hari, lifting gas bumi 1.064.000 barel setara minyak per hari, ICP US$ 38 per barel dan kurs Rp17.500 per dolar AS.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja secara virtual dengan Komisi VII DPR, Senin (4/5), memaparkan, semula Pemerintah dalam APBN 2020 menargetkan penerimaan migas sebesar Rp192,04 triliun yang terdiri dari Pajak Penghasilan Migas (PPh Migas) sebesar Rp57,53 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp127,31 triliun dan penerimaan lainnya dari minyak bumi Rp7,3 triliun. Dengan catatan, lifting minyak numi 755.000 barel per hari, lifting gas bumi 1.191.000 barel setara minyak per hari, ICP US$ 63 per barel dan kurs Rp14.400 per dolar AS.
Namun dengan terjadinya pandemi Covid-19 di berbagai belahan dunia yang juga berdampak pada kegiatan usaha migas, target penerimaan migas direvisi melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 menjadi sebesar Rp100,16 triliun, di mana PPh Migas ditargetkan Rp43,75 triliun, PNBP Migas Rp53,29 triliun dan penerimaan lainnya dari minyak bumi Rp3,12 triliun.
"Hingga 30 April 2020, realisasi penerimaan migas mencapai Rp42,87 triliun di mana Rp33,75 triliun merupakan penerimaan PNBP. Dengan kondisi pesimis, penerimaan migas pada tahun 2020 diperkirakan sebesar Rp86,33 triliun," jelas Menteri Arifin.
Dia menjelaskan, penerimaan migas dipengaruhi oleh lifting, ICP dan kurs. Sebagai contoh, apabila ICP US$ 40 per barel, maka PNBP Migas mencapai Rp58,11 triliun. Sebaliknya jika ICP US$ 20, maka PNBP Migas hanya sekitar Rp9,93 triliun.
Demikian pula sensitivitas rupiah terhadap dolar AS. Jika kurs Rp14.000, maka PNBP Migas mencapai Rp35,12 triliun. Apabila rupiah melemah menjadi Rp18.000 per dolar AS, PNBP Migas naik menjadi Rp55,89 triliun.
"Sensitivitas ICP, setiap 1 dolar per barel, berpengaruh terhadap penerimaan negara sebesar Rp3,5 triliun. Setiap perubahan kurs Rp100, akan berdampak pada penerimaan negara sebesar Rp0,7 triliun," kata Arifin.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)