Dahlan Iskan: Erick Thohir Cerdas Pilih Pelita Air Gantikan Garuda Indonesia
Dahlan menilai, Menteri BUMN Erick Thohir sebagai sosok cerdas dengan memilih Pelita Air Service sebagai pengganti Garuda Indonesia.
Permasalahan yang melanda Garuda Indonesia terus menggema dan dikabarkan Pelita Air Service bakal masuk menggantikan peran penerbangan komersial. Menyinggung hal itu, mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan menyebut langkah Erick Thohir adalah hal tepat dan cerdas.
Dahlan menilai, Menteri BUMN Erick Thohir sebagai sosok cerdas dengan memilih Pelita Air Service sebagai pengganti Garuda Indonesia.
-
Apa yang diresmikan oleh Etihad Airways di Bali? Pendaratan ini menandai peluncuran layanan reguler antara Abu Dhabi dengan Bali.
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Kapan Garuda Indonesia dijadwalkan untuk mengangkut jemaah haji kloter 15 Makassar? Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi menyorot kinerja maskapai Garuda Indonesia terkait banyaknya keberangkatan jemaah haji yang terlambat.Terbaru kelompok terbang (kloter) 15 Embarkasi Makassar yang mengalami delay atau keterlambatan hingga tujuh jam.
-
Kenapa Garuda Indonesia sering telat dalam mengangkut jemaah haji? Komisi sudah memanggil pihak Garuda Indonesia, Direktur Jenderal Perhubungan Udara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Apalagi, sejak insiden kerusakan mesin pesawat Garuda yang ditumpangi Kloter 5 Embarkasi Makassar."Kami minta agar diberikan perhatian khusus, karena haji ini adalah misi yang sangat vital dan penting. Sehingga seluruh transportasi, baik udara maupun darat harus dipastikan keamanannya. Itu sudah kami sampaikan," tuturnya.
-
Kapan Djamaluddin Adinegoro lahir? Gunakan Nama Samaran Djamaluddin Adinegoro lahir di Talawi, sebuah kecamatan di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 14 Agustus 1904.
-
Siapa yang pernah menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia? Anggota Global Council on Faith itu pernah ditunjuk sebagai Komisaris Garuda Indonesia. Ia menduduki jabatan ini sejak 2020, kemudian mengundurkan diri pada Agustus 2021.
"Menteri BUMN memang cerdas: memilih Pelita sebagai pengganti Garuda Indonesia, kalau memang diperlukan, mungkin itu tidak perlu," tulisnya, mengutip disway.id, Senin (25/10).
Dahlan kemudian menyebutkan bahwa dengan menjadikan Pelita Air sebagai pengganti Garuda Indonesia persoalan manajemen akan menjadi lebih mudah karena tak memiliki beban masa lalu. "Saat ini Pelita masih sangat langsing, bisa cari pesawat yang lebih murah, bisa cari tenaga yang lebih selektif, asal penyakit lama Garuda tidak terulang di Pelita," kata Dahlan.
Namun yang jadi catatan bagi Dahlan adalah Pertamina menjadi punya anak perusahaan penerbangan besar yang tak ada dalam rencana. Artinya itu juga membawa risiko yang besar.
"Padahal Pertamina baru saja di reorganisasi. Tiba-tiba saja harus punya anak perusahaan skala besar, di luar rencana," tulisnya.
Pada awal tulisannya, Dahlan Iskan menyebut Garuda Indonesia akan baik-baik saja, dengan catatan Pertamina terus memberi bahan bakar.
Mencoba mengambil sudut pandang Pertamina, Dahlan coba membayangkan menjadi direksi Pertamina, ketika bawahan membuat laporan mengenai bahan bakar yang belum dibayar Garuda Indonesia sudah mencapai Rp 12 triliun.
"Bawahan anda juga sudah membuat memo: apakah pertamina akan terus mengirim BBM ke Garuda atau dihentikan?" tulisnya.
Dia mengatakan, sebagai direksi, pasti tak akan mau lagi mengirim bahan bakar ke Garuda Indonesia. Namun, Dahlan menilai pertamina terus berbaik hati. "Kalau bukan Pertamina tidak mungkin punya hati sebaik itu. Mana ada perusahaan mau memberi pinjaman sampai Rp 12 triliun," katanya.
Maka, dia memberikan kesimpulan bahwa nyawa Garuda Indonesia berada di tangan Pertamina yang memutuskan. Bukan pada perusahaan penyewa pesawat di Amerika atau Eropa.
Dahlan Iskan berandai, misal dalam waktu dekat pertamina mengambil keputusan tak lagi kirim bahan bakal ke Garuda Indonesia, hal itu bisa membuat maskapai itu tak lagi bisa beroperasi.
Dahlan mencoba memahami jalan pikiran Pertamina sebagai perusahaan. Pertanyaannya yakni mengapa pertamina tetap kirim bahan bakar ke Garuda, secara perusahaan, tulis Dahlan, itu tidak mungkin dan tidak masuk akal, bahkan melanggar semua prinsip di sebuah perusahaan.
Utang Garuda Indonesia
Dahlan kemudian menuliskan, dalam neraca keuangan, piutang Rp12 triliun itu masuk ke dalam laba. Tahun lalu Pertamina rugi, yang dipandang Dahlan sebagai suatu hal yang lucu sebagai sebuah perusahaan yang mengalami kerugian punya tagihan begitu besar.
"Tahun ini, di enam bulan pertama 2021, Pertamina sudah bisa laba Rp13 triliun, hebat sekali. Tapi apakah berarti Pertamina punya uang Rp13 triliun? Tidak. Dari laba Rp13 triliun itu yang Rp12 triliun masih nyangkut di Garuda," tuturnya.
Dahlan menyebut, dalam peraturan pajak sebenarnya juga melarang sebuah perusahaan memberi utang ke perusahaan lain seperti itu. Sementara pertamina bukan lembaga keuangan yang boleh memberi pinjaman.
Maka bila Rp12 triliun itu mewujud di dalam laba Pertamina, berarti pertamina juga harus membayar pajak penghasilannya. Dahlan berandai, kalau besaran pajak itu 30 persen, berarti Pertamina harus membayar pajak laba yang masih nyangkut sekitar Rp3 triliun.
"Betapa ruginya Pertamina di transaksinya dengan Garuda itu. Atau Pertamina menjual bahan bakar ke Garuda dengan harga lebih mahal, memasukkan risiko ke dalam harga?" tanya Dahlan.
"Tentu hanya Pertamina dan Garuda yang tahu. Tapi mengapa Pertamina terus mengirim bahan bakar ke Garuda? Dugaan saya, ada perintah dari pemegang saham, pemerintah," katanya.
Dahlan menyebut kalau dokumen perintah itu ada di tangan Pertamina, tentu itu baik bagi Pertamina. Misalkan, Garuda pada akhirnya ditutup. Berarti Garuda tidak bisa membayar utang Rp12 triliun itu. Pertamina mungkin bisa menggunakan dokumen perintah tersebut untuk menagih langsung ke pemerintah.
Dengan demikian, tentu Pertamina tidak harus menerima uang kontan. Bisa saja dalam bentuk potongan dividen. Artinya Pertamina dianggap sudah setor dividen senilai piutang yang ada dokumennya itu.
"Soal bahan bakar itulah, menurut pendapat saya, salah satu pertimbangan mengapa nama Pelita muncul sebagai calon pengganti Garuda. Pelita adalah anak perusahaan Pertamina. Pesawat yang dimilikinya kecil-kecil. Hanya untuk ke daerah-daerah penghasil minyak," katanya.
Berarti, Pelita Air akan mencari sewaan banyak pesawat, namun itu bisa dilakukan dengan pesawat yang sewanya tidak dititipi oleh kepentingan pencari komisi.
"Kalau pun kelak Pertamina terus mengirim bahan bakar ke Pelita, perhitungan akuntansinya lebih mudah. Piutang Pertamina ke Pelita akan bisa langsung diputuskan di RUPS sebagai tambahan setoran modal. Itu yang tidak mungkin dilakukan Pertamina terhadap Garuda," tulis Dahlan.
Reporter: Arief Rahman Hakim
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)