Daya Beli Masyarakat Anjlok, Produsen Makanan Minta Pemerintah Kembali Salurkan BLT
BPS mencatat jumlah kelas menengah pada tahun 2019 mencapai 57,33 juta orang.
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengamini adanya fenomena penurunan daya beli masyarakat kelas menengah dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan, diakuinya pelaku usaha makanan dan minuman olahan turut terdampak fenomena turunnya daya beli masyarakat.
Meski demikian, dia tidak mengungkapkan penurunan nilai transaksi perdagangan pelaku usaha dibawah naungan GAPMMI.
- Daya Beli Masyarakat Turun, Mendag Usul Salurkan Bansos hingga Subsidi
- Begini Kondisi Sektor Jasa Keuangan Usai Jumlah Kelas Menengah Anjlok dan Deflasi 4 Bulan Berturut-turut
- Daya Beli Kelas Menengah Terseok-seok, Gaji Habis Buat Beli Makan
- Hitungan BPS: Masyarakat Jakarta Habiskan Rp1 Juta untuk Makan Setiap Bulannya
"Kami dari industri juga merasakan, memang daya beli kelas bawah ini agak berat," kata Adhi di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Rabu (4/9).
Adhi menduga penurunan daya beli masyarakat ini disebabkan oleh melambungnya aneka harga pangan. Di sisi lain, pendapatan masyarakat tidak mengalami kenaikan yang menyebabkan daya beli menurun.
"Karena memang beberapa kenaikan Harga dan di samping itu banyak pengeluaran masyarakat yang harus ditanggung," tegas dia.
Atas kondisi tersebut, GAPMMI meminta pemerintah untuk kembali menggenjot penyaluran bantuan sosial (bansos) seperti bantuan langsung tunai (BLT) untuk segera menggenjot daya beli masyarakat.
"Kita berharap pemerintah bisa lebih fokus bagaimana meningkatkan daya beli kelas bawah ini. Misalnya blt, blt itu mungkin perlu digalakkan lagi, supaya bisa menggairahkan pasar terlebih dahulu," tegas dia.
Kelas menengah menurun
Sebelumnya, Jumlah kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2019 lalu. Fenomena ini terungkap dalam hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mencatat jumlah kelas menengah pada tahun 2019 mencapai 57,33 juta orang. Jumlah penduduk kelas menengah tersebut menyumbang 21,45 persen dari proporsi penduduk.
Pada tahun 2021 jumlah penduduk kelas menengah mengalami penurunan tajam menjadi 53,83 juta atau setara 19,82 proporsi penduduk. Dia menyebut, penurunan kelas menengah ini masih disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19.
Fenomena penurunan jumlah kelas menengah ini kembali berlanjut pada tahun 2022. BPS mencatat, jumlah penduduk miskin turun menjadi 49,51 juta dari tahun sebelumnya atau setara 18,06 persen penduduk.
Pada tahun 2023 jumlah penduduk kelas menengah kembali menurun menjadi 48,27 jiwa. BPS mengonfirmasi jumlah penduduk kelas menengah itu setara 17,44 proporsi dari jumlah penduduk.
Adapun tahun ini jumlah penduduk kelas menengah juga kembali turun menjadi 47,85 juta jiwa. Jumlah penduduk kelas menengah tersebut setara 17,13 persen proporsi penduduk.
Saat ini, BPS mengkategorikan penduduk kelas menengah mengacu pada penduduk yang memiliki pengeluarannya berkisar 3,5 - 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia. Angka ini sekitar pengeluaran Rp2.040.262 - Rp9.909.844 per kapita per bulan pad 2024.