Di hadapan 100 emiten bursa, OJK jelaskan soal kewajiban setoran
Beberapa emiten tidak keberatan dengan pungutan itu lantaran sudah ada dasar hukumnya berupa peraturan pemerintah (PP).
Terhitung sejak 1 Maret 2014 atau sudah lebih dari sepekan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberlakukan pungutan bagi industri jasa keuangan baik pasar modal, perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Hari ini OJK mengadakan sosialisasi terkait pungutan tersebut kepada pelaku industri jasa keuangan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Kresna Sekuritas Ocky Budiyanto mengatakan, pihaknya tidak keberatan dengan pungutan itu lantaran sudah ada dasar hukumnya berupa peraturan pemerintah (PP). "Peraturan sudah dibuat harus diikuti dan ini lagi sosialisasi tidak boleh keberatan lagi," ujarnya di Gedung BEI.
-
Apa yang dikatakan OJK mengenai sektor jasa keuangan Indonesia saat ini? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Kenapa OJK menyelenggarakan Pasar Keuangan Rakyat (PKR) di Sumbawa Barat? Perluasan akses keuangan merupakan salah satu strategi yang efektif untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Melalui akses pembiayaan yang mudah dan murah, penciptaan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai daerah akan dapat terwujud,” kata Ogi, Minggu (29/10).
-
Bagaimana OJK mendorong penguatan governansi di sektor jasa keuangan? OJK telah meminta agar Industri Jasa Keuangan terus memperkuat governansi antara lain dengan penerapan manajemen risiko dan manajemen anti-fraud serta penyuapan.
-
Bagaimana OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Kenapa OJK mengimbau masyarakat waspada terhadap penipuan keuangan? Masyarakat Indonesia diimbau agar selalu waspada terhadap modus penipuan layanan di sektor jasa keuangan. Pasalnya sudah terjadi penipuan yang merugikan banyak korban.
-
Bagaimana OJK meningkatkan sinergi dan kolaborasi untuk memperluas akses keuangan? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama seluruh pemangku kepentingan terus meningkatkan sinergi dan kolaborasi memperluas akses keuangan di seluruh wilayah Indonesia dalam mendukung Pemerintah mencapai target Inklusi Keuangan sebesar 90 persen pada 2024.
Namun, pihaknya meminta baik OJK dan BEI untuk saling berkoordinasi. "Tapi kita minta satu pintu perbankan dan pasar modal, agar dipermudahkan," jelas dia.
Menurutnya, pungutan yang dibebankan kepada industri jasa keuangan di dalam negeri harus berkorelasi dengan peningkatan kualitas industri jasa keuangan. "Berharap pelayanan OJK lebih baik, sehingga market dan industri lebih bagus. Kita bakal dukung," ungkapnya.
Dalam sosialisasi ini hadir lebih dari 100 perusahaan atau emiten. Dari pihak OJK, hadir Direktur Pengelola Investasi, Fakhri Hilmi yang menjelaskan soal pungutan kepada industri keuangan.
Seperti diketahui, OJK telah memberlakukan pungutan secara bertahap sebesar 0,03 persen dari total aset bagi industri jasa keuangan baik pasar modal, perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) pada 1 Maret 2014.
Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2014, lembaga jasa keuangan itu ini dibebankan biaya tahunan sebesar 0,045 persen dari aset. Adapun, beban 0,045 persen baru akan diberlakukan 2016, untuk saat ini 0,03 persen.
Biaya tahunan ini dikenakan dalam rangka pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penelitian OJK. Mengutip dari PP, ada juga manajer investasi yang diharuskan membayar 0,045 persen dari total dana kelolaan. Perusahaan penjamin emisi efek (PEE) dan perantara perdagangan efek (PPE) akan dikenakan 1,2 persen dari pendapatan usaha dan paling sedikit Rp10 juta.
Untuk emiten akan dikenakan 0,03 persen dari nilai emisi efek atau nilai outstanding. Bagi emiten, ada ketentuan minimal nilai pungutan, yakni Rp 15 juta dan maksimal Rp 150 juta. Sedangkan, untuk perusahaan publik akan dikenakan 1,2 persen dari pendapatan usaha atau paling sedikit Rp 5 juta.
Kewajiban memberikan setoran kepada OJK masih menimbulkan kontroversi. Salamuddin Daeng, peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) menganggap iuran tersebut sebagai pungutan liar.
"OJK memungut jatah bagaikan preman dari setiap industri keuangan yang tidak jelas manfaat dan faedahnya," ujar Salamuddin di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, beberapa waktu lalu.
Salamuddin juga menilai, dasar penetapan iuran tersebut aneh. Sebab aset tidak selalu dapat menghasilkan profit. "Bandingkan saja dengan pajak. Besaran pajak ditetapkan dari penghasilan," ungkap dia.
Salamuddin menjelaskan, kewenangan OJK dalam memberikan keputusan final dan mengikat menjadikan lembaga ini superbody. Dalam pandangannya, jika dibiarkan maka dapat menimbulkan abuse of power (penyalahgunaan wewenang). "OJK ini seperti negara dalam negara. Dia tidak lebih dari sindikat," jelasnya.
(mdk/noe)