Dibanding Indonesia, Investor Lebih Tertarik Bangun Kilang di Singapura
Mantan Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Said Didu mengatakan, investor lebih berminat membangun kilang di Singapura dibanding Indonesia. Salah satunya disebabkan oleh perbedaan bunga bank yang signifikan. Sehingga Singapura dinilai lebih laik.
Mantan Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Said Didu mengatakan, investor lebih berminat membangun kilang di Singapura dibanding Indonesia. Salah satunya disebabkan oleh perbedaan bunga bank yang signifikan. Sehingga Singapura dinilai lebih laik.
"Membangun kilang di Singapura lebih layak dibanding Indonesia. Kenapa? hanya masalah bunga bank saja. IRR (Internal Rate of Return) 3 sampai 4 persen, di Indonesia 8 hingga 10 persen tidak mungkin laik," ujar Said Didu, Jakarta, Jumat (2/4).
-
Apa yang dimaksud Jokowi dengan 'Membeli Masa Depan' ketika berbicara tentang investasi di IKN? "Investasi di IKN Nusantara ini adalah membeli masa depan," ujar Jokowi di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (4/6).
-
Siapa yang bertemu dengan Airlangga Hartarto saat membahas investasi di Indonesia? Delegasi kongres Amerika Serikat yang terdiri Jonathan Jackson, Young Kim, Andy Barr, dan Jasmine Crockett, bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta di Jakarta, Senin (28/8).
-
Mengapa korban mau berinvestasi pada bisnis tersangka? Korban tidak langsung terima. Tetapi karena terus dibujuk, akhirnya korban mau berinvestasi dengan mentransfer uang pertama kali sebesar Rp13 juta.
-
Bagaimana cara membagi anggaran untuk investasi? Martua menyarankan adanya pembagian porsi alokasi anggaran untuk berinvestasi.“Untuk pemula, secara umum bisa dialokasikan dengan pembagian 40% - 30% - 20% dan 10%," rinci Martua.
-
Bagaimana cara Indonesia menarik investasi 'family office'? Dia harus datang kemari (Indonesia). Misalnya, dia taruh duitnya 10 atau 30 juta dolar AS, dia harus investasi berapa juta, dan kemudian dia juga harus memakai orang Indonesia untuk kerja di family office tadi. Jadi, itu nanti yang kita pajakin.
-
Kapan Tiongkok menjadi investor kedua terbesar di Indonesia? Tercatat pada 2013 lalu, Tiongkok sudah menempati urutan 12 kontributor penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. Posisi ini berubah di tahun 2022 di mana negara tersebut sudah berada di urutan kedua.
Jika dibangun di Singapura, kata Said Didu, investasi pembangunan kilang tersebut menjadi layak karena bunga bank di negara tersebut jauh lebih rendah. Adapun bunga bank Singapura hanya 2 persen.
"Kalau dibangun di Singapura menjadi laik karena bunga banknya lebih rendah hanya 2 persen. Kalau mau pemerintah memberikan insentif agar IRR nya menjadi naik menambah likuiditas," paparnya.
Pembangunan kilang dinilai menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Mengingat Indonesia juga memiliki cadangan minyak mentah yang cukup banyak untuk dikelola.
"Perbankan pasti mau mendanai. Pertamina ini cukup besar dan pasarnya cukup besar. Bayangkan saja penduduk Singapura hanya 3 juta tapi karena layak disana berebut orang bangun kilang. Penduduk Indonesia 270 juta masa nggak ada yang mau bangun kilang? Jadi sebenarnya inilah tarik menarik antara yang ingin berdagang dan ingin membangun industrinya," tandasnya.
Said Didu Bongkar Penyebab Aramco Tak jadi Bangun Kilang di Indonesia
Mantan Staf Khusus Menteri Energi Sumber Daya Energi dan Mineral, Said Didu membongkar penyebab Aramco tak jadi berinvestasi membangun kilang di Indonesia. Saat itu, Menteri ESDM dijabat oleh Soedirman Said diutus sebagai perwakilan Indonesia berunding dengan Arab Saudi.
"Saya masih ingat 2014 Presiden Jokowi mengatakan harus membangun kilang dan saat itu saya masih di Kementerian ESDM staf khusus Pak Soedirman Said sebagai utusan khusus Timur Tengah sedang berunding dengan sultan dari Arab Saudi," ujarnya, Jakarta, Jumat (2/4).
Saat perundingan terjadi, Presiden Jokowi sedang berada di Rusia bersama beberapa menteri kabinet kerja. Dalam kesempatan tersebut, Presiden secara sepihak memutuskan kerja sama dipindahkan ke Rosneft.
"Tetapi Presiden Jokowi dengan didampingi beberapa menteri menteri kabinet di Rusia menyatakan bahwa tidak jadi Aramco dan dipindahkan ke Rosneft," jelas Said Didu.
Padahal, sebelumnya sudah ada pembicaraan kerja sama dengan Raja Arab Saudi mengenai Aramco saat berkunjung ke Indonesia. Sehingga seluruh masalah dokumen dan perizinan segera didorong oleh instansi kerajaan.
"Pak Presiden Jokowi itu meminta ke Raja Arab Saudi waktu datang ke Jakarta untuk membangun kilang. Itu permintaan Presiden Jokowi. Nah, karena raja sudah (memberi) izin, maka seluruh instansi kerajaan dan surat surat mendorong itu tetapi dibelokkan begitu saja ke Rosneft," jelasnya.
Kondisi tersebut pun menempatkan, Soedirman Said dalam posisi sulit. Sampai akhirnya, dia meminta Presiden Jokowi menunda pengumuman pembatalan kerja sama. Sampai rombongan Kementerian ESDM bisa keluar dari Arab Saudi.
"Kejadiannya saya buka saja, Pak Soedirman Said meminta pengumumannya diundur dulu 4 jam supaya dia bisa keluar dari Arab Saudi, baru diumumkan. Saya tidak tahu siapa pelobinya," tandas Said Didu.
(mdk/bim)