Mengenal 'Family Office', Skema Investasi Baru di Indonesia untuk Para Konglomerat
Presiden Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri dan kepala lembaga negara untuk membahas potensi skema investasi 'family office' di Istana Negara Jakarta.
Presiden Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri dan kepala lembaga negara untuk membahas potensi skema investasi 'family office' di Istana Negara Jakarta, Senin (1/7) lalu.
-
Bagaimana cara keluarga Jokowi terlibat politik? Sejarah perpolitikan yang perlu kita catat bersama, sejak masa Pak Jokowi inilah anak-anak dan menantu, sama keluarga terdekatnya itu terlibat aktif di dalam politik.
-
Apa tujuan dibentuknya family office? Kehadiran family office bukan hanya meningkatkan peredaran modal di dalam negeri, tetapi juga menghadirkan potensi peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan lapangan kerja dari investasi dan konsumsi lokal.
-
Bagaimana orang kaya berinvestasi? Kebiasaan lain orang kaya dalam mengelola keuangan ialah selalu mengutamakan untuk membeli produk investasi. Instrumen keuangan ini bukan hanya bisa sebagai alat untuk menyimpan aset tetapi juga mengembangkannya secara maksimal.
-
Kenapa Presiden Jokowi mengajak investor Tiongkok berinvestasi di Indonesia? Mengingat sejumlah indikator ekonomi di Indonesia menunjukkan capaian positif, antara lain pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen, neraca dagang yang surplus 41 bulan berturut-turut, Purchasing Manager Index (PMI) berada di level ekspansi selama 25 bulan berturut-turut, dan bonus demografi.
-
Siapa yang menanggapi rencana pembentukan family office? Ekonom Senior Internasional, Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menanggapi rencana pemerintah yang ingin membentuk skema investasi keluarga atau dikenal dengan istilah 'family office'.
Mengenal 'Family Office', Skema Investasi Baru di Indonesia untuk Para Konglomerat
Mengenal 'Family Office', Skema Investasi Baru di Indonesia untuk Para Konglomerat
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan perlu pendalaman produk keuangan yang variatif agar bisa menarik investasi di skema pengelolaan dana berbasis keluarga atau dikenal dengan istilah 'family office'.
"Produk yang dikeluarkan oleh penyedia jasa keuangan itu sangat variatif, jadi produknya dispesifikasikan dengan kebutuhan si family office," kata Bhima seperti dilansir Antara, Kamis (4/7).
Bhima menjelaskan penambahan diferensiasi produk keuangan yang bisa diterapkan di Indonesia bisa memacu investasi di family office.
Beberapa di antaranya yakni instrumen keuangan yang berorientasi lingkungan (sustainable link bond), obligasi tematik untuk pembiayaan proyek strategis nasional di sektor kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan telekomunikasi (sustainable development goals/SDGs bond), serta asuransi spesifik untuk orang super kaya (custom high net worth individual/HNWI).
Bhima bilang untuk menghadirkan produk variatif perlu adanya komunikasi dengan penyedia jasa keuangan supaya pendalaman pasar keuangan, dan regulasinya sesuai dengan kebutuhan family office.
Lebih lanjut menurut dia, selain memperluas diferensiasi produk keuangan, pemerintah juga mesti memberikan jaminan kepastian hukum, pemberantasan korupsi, peningkatan daya saing, serta perlindungan data pribadi.
"Family office ini kumpulan aset dari high net worth individual, orang-orang super kaya. Jadi mereka sangat sensitif soal perlindungan data pribadi," kata Bhima.
Makanya dia ingin pemerintah berfokus membangun kapasitas (capacity building) supaya bisa meningkatkan minat investasi di skema pengelolaan dana berbasis keluarga, dengan cara membuktikan rekam jejak pengelolaan keuangan dengan total anggaran hingga ratusan triliun.
"Buktikan dulu bahwasanya orang Indonesia bisa seprofesional para pengelola dana di luar negeri," kata Pieter.
Pemerhati pasar modal Yanuar Rizky justru mendorong penerbitan instrumen keuangan lain untuk meningkatkan perekonomian negara melalui minat investasi. Bukan menggunakan skema bisnis family office.
"Bisa juga BUMN mengeluarkan sekuritisasi aset yang namanya EBA (Efek beragun aset), misalnya proyek IKN, EBA-nya dibeli sama mereka (investor)," kata Yanuar.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumpulkan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju dan kepala lembaga negara untuk membahas potensi skema investasi 'family office' dalam rapat internal di Istana Negara Jakarta, Senin (1/7) lalu.
Pemerintah memproyeksikan investasi dari pengelolaan dana berbasis keluarga atau family office yang bisa ditarik ke Indonesia mencapai USD500 miliar dalam beberapa tahun ke depan.
Jumlah tersebut merupakan 5 persen dari total dana yang dimiliki perusahaan keluarga atau family office di dunia sebesar USD11,7 triliun.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan peningkatan penerimaan produk domestik bruto (PDB) dan lapangan kerja melalui skema investasi family office.
merdeka.com
"Dia harus datang kemari (Indonesia). Misalnya, dia taruh duitnya 10 atau 30 juta dolar AS, dia harus investasi berapa juta, dan kemudian dia juga harus memakai orang Indonesia untuk kerja di family office tadi. Jadi, itu nanti yang kita pajakin," ujar Luhut.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengatakan kajian terkait skema family office dilakukan dalam satu bulan ke depan untuk membahas regulasi dan potensi. Termasuk banyaknya permintaan dari komunitas family office di dunia yang menginginkan skema tersebut dapat diterapkan di Bali.
"Sudah dipikirkan dari segi potensi, regulasi dan akan dibentuk tim khusus untuk mengkaji ini dan diharapkan kita bisa juga menawarkan seperti Singapura, Dubai, Hong Kong, ada daya tarik dari pengelolaan dana berbasis keluarga ini di Indonesia," kata Sandi.
Menurut Sandi, skema family office ini akan memberikan kemudahan pelayanan dan perizinan bagi klaster keuangan keluarga besar untuk menanamkan dananya di Indonesia.
Sandi menilai skema ini menjadi peluang bagi penanaman modal di dalam negeri karena banyaknya perusahaan yang dimiliki keluarga di Indonesia yang menempatkan pengelolaan dananya justru di luar Indonesia.
"Kalau kita sebut ini low hanging fruits. Jadi quick wins-nya adalah perusahaan-perusahaan yang dimiliki keluarga Indonesia untuk mengelola investasinya bukan di luar Indonesia, tetapi di Indonesia," katanya.
Penerapan skema family office ini, kata Sandi, hanya memerlukan penyesuaian regulasi. Mengingat Indonesia sudah memiliki daya tarik dalam hal investasi, tidak hanya di aset finansial, tetapi juga investasi pada ekonomi hijau, serta filantropi.
Sandi menambahkan skema family office ini bersifat sebagai peluang dana tambahan, sehingga tidak menjadi sebuah keharusan bagi pemilik perusahaan keluarga.