Fakta Indonesia Pemilik Utang Asing Terbesar ke-7 Versi Bank Dunia
Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan utang luar negeri terbesar versi Bank Dunia. Bank Dunia mencatat utang asing Indonesia mencapai USD 402,08 miliar atau setara Rp 5.589 triliun. Indonesia berada di posisi ketujuh dengan utang luar negeri terbesar setelah China, Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki.
Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan utang luar negeri terbesar versi Bank Dunia. Bank Dunia mencatat utang asing Indonesia mencapai USD 402,08 miliar atau setara Rp 5.589 triliun.
Data Statistik Utang Internasional Bank Dunia menunjukkan Indonesia berada di posisi ketujuh dengan utang luar negeri terbesar setelah China, Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki. Di posisi pertama, China tercatat memiliki utang luar negeri sebesar USD 2,11 triliun.
-
Kapan Gedung De Javasche Bank diresmikan? Gedung De Javasche Bank ini diresmikan pada 30 Juli 1907, disusul dua kantor cabang lainnya pada 15 Januari 1908 dan 3 Februari 1908.
-
Apa yang dimaksud dengan rumah lelang bank? Sesuai namanya, rumah lelang bank adalah rumah atau properti yang disita oleh bank dan dijual melalui proses lelang.
-
Kapan Alfred Budiman berhenti bekerja di bank? Saya kerja di bank itu sejak 2020 dan resign kemarin pada Mei 2023, karena dulu tiap bulan saya ada gaji yang masuk ke rekening. Nah kalau sekarang, saya justru harus nabung di tanggal gajian,” terangnya.
-
Kenapa Bank Jatim ikut serta dalam misi dagang di Bengkulu? Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Timur, bankjatim berkomitmen akan selalu hadir dalam mendukung dan memberikan solusi bagi perkembangan UMKM.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Apa yang diraih oleh Bank Syariah Indonesia? BSI mendapatkan penghargaan sebagai The Indonesia Customer Experience of The Year – Banking Award dalam ajang Asian Experience Awards 2023.
Adapun 10 negara dengan ULN terbesar di dalam laporan Bank Dunia tersebut diantaranya adalah:
1. China 46,8 persen terhadap GDP.
2. Brazil 76,5 persen terhadap GDP.
3. India 68,3 persen terhadap GDP.
4. Russia 13,5 persen terhadap GDP.
5. Mexico 46,0 persen terhadap GDP.
6. Turkey 40,4 persen terhadap GDP.
7. Indonesia 29,8 persen terhadap GDP.
8. Argentina 86,0 persen terhadap GDP.
9. South 56,7 persen terhadap GDP.
10. Thailand 41,2 persen terhadap GDP.
Berikut sejumlah fakta yang dirangkum tim merdeka.com terkait posisi utang asing Indonesia versi Bank Dunia ini.
1. Daftar Tak Diikuti Negara Maju
Di dalam laporan tersebut, Indonesia masuk ke dalam golongan 10 negara dengan ULN terbesar. Namun demikian, laporan perbandingan yang di maksud tidak menyertakan negara-negara maju melainkan negara-negara dengan kategori berpendapatan kecil dan menengah.
"Sehingga terlihat bahwa posisi Indonesia, masuk dalam golongan 10 negara dengan ULN terbesar," bunyi laporan seperti dikutip dari kemenkeu.
Pada paparan perbandingan tersebut, terlihat bahwa utang Indonesia di antara negara-negara tersebut terhitung besar karena ekonomi Indonesia masuk dalam kelompok negara G-20 pada urutan ke-16. Dengan ekonomi yang besar, utang Pemerintah (tanpa BUMN dan swasta) relatif rendah, yakni 29,8 persen di Desember 2019.
Staf khusus Menteri Keuangan untuk Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, menyatakan utang Pemerintah Indonesia masih aman dan terjaga. "Data ini adalah data utang luar negeri total, termasuk swasta. Kalau melihat dari sisi porsi utang pemerintah saja, dalam jangka panjang risiko fiskal kita masih terjaga karena beberapa alasan," ujar dia.
Rinciannya, pertama, porsi utang valas sebesar 29 persen per 31 Agustus lalu masih terjaga. Alhasil resiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik (manageable).
Kedua, profil jatuh tempo utang Indonesia dinilai masih cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun (per Agustus 2020) dari 8.4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019. "Rata-rata utang Pemerintah merupakan utang jangka panjang," ungkapnya.
2. Pemerintah DIminta Pangkas Gaji Pejabat Dibanding Beruntang
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mendesak pemerintah agar segera melakukan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Dia melihat, banyak pembiayaan internal yang memboroskan anggaran, termasuk gaji dan tunjangan para pejabat.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk berani memangkas anggaran kementerian-kementerian atau lembaga secara besar-besaran. "Pemerintah harus berani memangkas gaji dan tunjangan para pejabat. Itu harus dilakukan agar kita punya stock anggaran lebih banyak di 2021," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Rabu (14/10).
Dia meminta pemerintah untuk fokus dalam penanganan Covid-19. Sehingga, anggarannya pun harus diperbesar. Menurutnya, pemerintah harus sadar bahwa pada di 2021, Indonesia dan seluruh negara di dunia masih akan berperang melawan Covid-19, yang mana dampaknya akan sangat memukul perekonomian dan keuangan negara.
"Stimulus kesehatan itu rencananya akan berkurang. Dana PEN juga akan dikurangi, padahal tahun depan pertumbuhan ekonomi masih rendah. Soalnya di tahun 2021, gejolak pandemi secara global masih besar," ujarnya.
Selanjutnya, dia mendesak pemerintah untuk segera melakukan restrukturisasi utang-utang luar negeri. Khususnya utang kepada lembaga bilateral dan multilateral. "Itu harus dinegosiasikan untuk mendapatkan penghapusan utang atau keringanan utang," ujarnya.
Bhima juga mendorong pemerintah untuk lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan baru negara ini. Jika hal itu dilakukan, maka dia yakin pemerintah tidak akan bergantung pada utang luar negeri lagi.
Terakhir, dia mengatakan bahwa pemerintah salah dalam menyikapi peringkat utang asing Indonesia yang ditetapkan Bank Dunia. Dia melihat, pemerintah terlalu optimis dan terlalu melakukan pembelaan. Padahal, lanjut Bhima, ekonomi Indonesia bisa terguncang jika beban utang tinggi.
"Pemerintah tidak boleh terlalu optimis di tahun 2021, jangan over pede dan menganggap remeh utang. Sayangnya hal buruk pun akan tetap dibilang baik sama pemerintah karena kita memang semakin ketergantungan dengan dana asing," kata Bhima.
3. Strategi Pengelolaan Utang
Adapun, sambung Masyita, beberapa strategi pemerintah untuk mengelola utang yakni memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang. "Kita juga melakukannya strategi aktif meliputi buyback, debt switch, dan konversi pinjaman. Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan," tambahnya.
Lalu, pemerintah juga tengah giat menggarap pasar domestik yang menyasar investor retail dari rakyat Indonesia sendiri. Di antaranya dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, pengembangan instrumen dan infrastruktur pasar SBN untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Terakhir, kebijakan pemerintah yang tengah melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk memperkecil dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 disambut positif investor global. Sehingga diyakini tingkat kepercayaan investor asing maupun dalam negeri untuk berinvestasi di Indonesia juga masih cukup tinggi.
Peringkat Utang Asing RI Masih Bakal Naik
Bank Dunia menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 pemilik utanç asing terbesar setelah China, Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, memprediksi Indonesia akan segera menyusul peringkat Turki dan Meksiko.
Dia melihat, Indonesia akan mengalami fenomena over hank utang atau kondisi di mana beban utang akan semakin berat. “Yang jelas sebentar lagi peringkat Indonesia akan menyusul Turki dan Meksiko karena beban utang yang semakin besar,” kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Rabu (14/10).
Besarnya jumlah utang Indonesia, kata dia, akan menghambat program pemulihan ekonomi yang sedang pemerintah galakkan. Menurutnya, hal ini sangat kontradiktif. Seharusnya, kata dia, pemerintah bisa mengubah strategi pemulihan ekonomi tanpa menambah utang. Bhima mengatakan, semakin besarnya utang, maka akan semakin banyak konsekuensi yang harus dihadapi.
“Akan terjadi fenomena over hank utang sehingga menghambat pemulihan ekonomi. Soalnya banyak uang yang tersedot, yang masuk ke kantong pemerintah,” kata dia.
“Karena pemerintah menawarkan bunga utang yang relatif tinggi daripada bunga deposito perbankan,” tambahnya.
Konsekuensi yang akan dihadapi yaitu dana stimulus penanganan Covid-19 harus dikurangi. Hal ini dikarenakan ruang fiskal yang semakin sempit akibat pemerintah akan fokus membayar cicilan pokok dan bunga utang.
(mdk/bim)