Fitra: Kerja sama pengelolaan Grand Indonesia rugikan negara Rp 7 T
Kerja sama antara PT CKBI, PT GI dan PT HIN tak sesuai dengan kesepakatan awal.
Seketaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding adanya kehilangan nilai kompensasi penerimaan negara hingga Rp 7 triliun. Potensi tersebut dihitung melalui dividen kerjasama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui perusahaan Hotel Indonesia Natour (HIN) bersama PT Grand Indonesia (GI).
Manajer Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi menjelaskan dari perjanjian Building, Operate, Transfer (BOT) dilakukan PT HIN dan selaku pihak kedua PT Cipta Karya Bumi Indonesia (CKBI) dan PT GI tidak sesuai dengan kontrak perencanaan awal.
-
Siapa Farida Nurhan? Inilah salah satu sudut rumah Farida Nurhan di kampung halamannya, yaitu di Kota Lumajang. Rumah ini tampak sangat jauh dari citra tajir melintir dan popularitasnya sebagai seorang food vlogger yang dikenal.
-
Kapan Sawah Segar Sentul buka? Sawah Segar Sentul buka setiap Selasa–Minggu pukul 09.00-18.00 WIB saat weekdays. Saat weekend, buka pukul 08.00-18.00 WIB.
-
Kapan Eno Sigit lahir? Retnosari Widowati Harjojudanto, atau Eno, lahir pada 10 April 1974, mendekati setengah abad usianya.
-
Siapa Lettu Soejitno? Lettu R.M. Soejitno Koesoemobroto lahir di Tuban pada 4 November 1925. Ia merupakan putra R. M. A. A. Koesoemobroto, bupati Tuban ke-37. Semasa hidupnya, ia mengalami tiga zaman yaitu zaman penjajahan Belanda, Jepang, dan Kemerdekaan RI.
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Siapa Briptu Mustakim? Briptu Mustakim adalah seorang polisi yang berhasil menarik perhatian banyak orang berkat penampilannya yang menawan. Banyak yang berkata bahwa ia mirip dengan beberapa aktor ternama seperti Ali Syakieb dan Herjunot Ali.
"Temuan pelanggaran diluar kontrak kerja sama yaitu pertama, jangka waktu kerja sama melebihi 30 tahun. Kedua, kompensansi tahunan yang diterima tidak sesuai dengan pendapatan. Ketiga, sertifikat HGB ternyata dijaminkan pihak penerima BOT yaitu PT GI sekarang ini lalu dijaminkan untuk memperoleh pendanaan," ujar Apung di Kantornya, Jakarta, Selasa (22/3).
Dia menilai PT CKBI melepas tanggung jawab dengan penyerahan pihak ketiga tanpa melibatkan PT HIN dan perjanjian tertentu. Selain itu, kata Apung, dalam catatannya sejak tahun 2011-2015, PT GI hanya memberikan kompensasi kepada PT HIN sebesar Rp 11,5 miliar dengan rata-rata pertahun Rp 1,6 miliar.
"Adanya tambahan gedung perkantoran (Menara BCA) dan Apartemen di atas objek BOT yang secara tidak jelas definisinya dalam perjanjian BOT belum diperhitungkan secara ekonomis dalam bentuk pendapatan. Dalam hitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas situasi ini terdapat potensi kehilangan Rp 1,2 triliun dari kerja sama khusus BOT tersebut, dan kalau dihitung sampai 2015 bisa mencapai Rp 5-7 triliun," jelas dia.
Apung menambahkan PT HIN harus meninjau perjanjian ulang karena telah ditemukan potensi kerugian pendapatan kompensasi yang sangat besar dari pihak ketiga yaitu PT CKBI dan PT GI dalam menyalahi kesepakatan awal. Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui audit Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan penegak hukum lainnya fokus dalam pemberantasan korupsi di sektor BUMN.