Generasi Milenial Ternyata Paling Banyak Punya Hewan Peliharaan, Ini Datanya
Pada tahun 2023 belanja yang dihabiskan masyarakat untuk hewan peliharaan mencapai Rp2.301 triliun.
Menunda atau bahkan enggan memiliki anak, menjadi sebuah kondisi yang makin banyak terjadi di sejumlah negara di dunia. Tren baru kemudian muncul yaitu menjadikan hewan peliharaan seperti anjing atau kucing sebagai bagian dari keluarga.
Berdasarkan data terbaru American Pet Product Associations (Appa), jika diklasifikasi berdasarkan angkatan usia, generasi milenial merupakan kelompok urutan pertama sebagai pengasuh hewan dengan persentase 32 persen. Disusul generasi X 27 persen, generasi baby boomer 24 persen, dan generasi Z 16 persen.
- Penelitian Terbaru Temukan Bahwa Jenis Hewan Peliharaan Bisa Menunjukkan Kepribadian Seseorang
- Orang Asia Makin Banyak Punya Hewan Peliharaan, Pangsa Pasar Tembus Rp468 Triliun
- Data Terbaru, Jumlah Populasi Hewan Peliharaan di China Lebih Banyak Dibanding Anak Kecil
- Banyak Masyarakat China Sekolahkan Hewan Peliharahaan, Biayanya Rp26 Juta Sebulan
Tingginya minat masyarakat, khususnya di Amerika, dalam memelihara hewan ditandai dengan meningkatnya nilai ekonomi di industri makanan dan aksesoris hewan.
Appa menyuguhkan data, pada tahun 2023 belanja yang dihabiskan masyarakat untuk hewan peliharaan mencapai Rp2.301 triliun. Pengeluaran ini mencakup maknaan dan camilan hewan peliharaan, vitamin, obat, rumah hewan, asuransi, perawatan, layanan pelatihan hewan, penitipan, dan sebagainya.
Sementara data terbaru di tahun 2024, sedikitnya 82 juta rumah tangga di Amerika Serikat memiliki hewan peliharaan. Jenis hewan yang paling banyak dipelihara adalah anjing, kemudian kucing, ikan air tawar, reptile, burung dan hewan kecil, dan ikan air asin.
Tren Hewan Peliharaan di Indonesia
Memelihara hewan peliharaan juga makin marak di Indonesia. Melansir South China Morning Post, jumlah kucing peliharaan diproyeksikan mencapai 5,9 juta pada akhir tahun 2026, hampir dua setengah kali lipat angka pada tahun 2018.
Kucing mendominasi di negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini, mencakup 56 persen dari semua hewan peliharaan, sementara anjing, yang sering dianggap najis dalam Islam, mencakup kurang dari 8 persen dari pasar kepemilikan hewan peliharaan.
Tren serupa juga muncul di Malaysia , di mana toko-toko hewan peliharaan dipenuhi dengan mainan dan kostum yang ditujukan untuk "para anak bulu".
Maraknya klinik hewan dan kafe kucing menunjukkan semakin tingginya minat terhadap kucing di kalangan anak muda Malaysia.
Lebih dari separuh penduduk Malaysia memiliki hewan peliharaan, menurut sebuah studi tahun lalu oleh firma riset pasar Standard Insights yang berpusat di Hong Kong, dengan 26 persen mempertimbangkan untuk memeliharanya.
Di antara pemilik hewan peliharaan saat ini, kucing mendominasi, dengan lebih dari sepertiga responden memiliki setidaknya satu.
Ketertarikan terhadap kucing ini sebagian besar dipengaruhi oleh mayoritas Muslim di Malaysia, yang umumnya lebih menyukai kucing daripada anjing karena kepercayaan budaya dan agama, termasuk kesukaan Nabi Muhammad terhadap kucing.
Situs web mufti Kuala Lumpur, kepala ahli hukum Islam, menampilkan hampir 50 tanggapan yang ditujukan untuk kucing, membahas segala hal mulai dari pengebirian hingga putusan tentang apakah kucing masuk surga.
Bagi banyak pemilik kucing, kekhawatiran tentang status kehalalan makanan hewan peliharaan mereka berasal dari keyakinan pribadi, bukan kebutuhan makanan hewan peliharaan mereka.
“Kucing tidak membutuhkan makanan halal, tetapi yang penting adalah bahan-bahannya, kebersihannya, dan kebutuhan pemilik kucing untuk menangani makanan tersebut,” kata Yana Zulkarnain, yang merawat dua kucing berbulu panjang.
Makanan Halal Hewan Peliharaan
Pada tahun 2022, sebuah studi Bank Dunia menemukan bahwa ekonomi halal berkontribusi sekitar 7,5 persen terhadap produk domestik bruto Malaysia, yang diproyeksikan naik menjadi 8,1 persen pada tahun depan.
Sektor jasa makanan, yang diperkirakan bernilai USD31 miliar, merupakan komponen terbesar dari pertumbuhan ini, diikuti oleh farmasi halal, suatu bidang di mana Malaysia juga menjadi pemimpin dunia.
Namun, tidak adanya kriteria sertifikasi halal untuk konsumsi non-manusia telah mendorong produsen makanan hewan peliharaan Malaysia untuk mencari sertifikasi internasional lain yang meyakinkan pelanggan tentang kepatuhan produk mereka terhadap standar Islam.
Merek seperti Powercat, anak perusahaan produsen makanan Adabi, telah memperoleh sertifikasi halal dari badan halal Indonesia, yang mencakup kategori untuk makanan hewan peliharaan.
Notti, pendatang baru di pasar ini, membanggakan sertifikasi dari Pusat Penelitian Makanan Islami Hong Kong (IFRC-Asia), di samping kepatuhan terhadap berbagai standar keamanan pangan.
Sementara badan halal Malaysia telah mengeluarkan sertifikasi untuk kategori non-makanan lainnya, termasuk kemasan dan produk rumah tangga, mereka mengatakan kepada This Week in Asia bahwa saat ini tidak ada rencana untuk sertifikasi khusus untuk makanan hewan peliharaan.
"Saat ini, kami belum memiliki kategori sertifikasi untuk makanan hewan peliharaan, tetapi itu adalah sesuatu yang sedang kami pelajari," demikian pernyataan yang dikeluarkan.