Geramnya Menteri Susi kena tipu daya kapal-kapal China
Menteri Susi mengatakan bakal mengusut tuntas kasus ini hingga selesai.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku geram dengan ulah para Anak Buah Kapal (ABK) asal China yang melarikan diri dengan 9 kapal yang ditangkap satgas 115. Kapal tersebut diamankan di Pelabuhan Pomako, Timika, Papua Mutiara.
Kapal yang berukuran 300 ton ini ditangkap saat tengah melakukan pencurian ikan ilegal di laut Indonesia. Dia menegaskan pemerintah dan satgas 115 tak tinggal diam untuk mengusut tuntas kasus larinya kesembilan kapal tersebut.
-
Kapan Sentra Kuliner Ikan Kabupaten Garut diresmikan? Dikutip dari ANTARA, Rabu (28/6) sentra ikan tersebut diketahui baru diresmikan pada Selasa 26 Juni 2023 lalu.
-
Kapan Suku Rejang tiba di pesisir barat Sumatera? Mereka diduga berlayar melintasi lautan dan menepi di pesisir barat Sumatera pada abad ke-2.
-
Kenapa Sentra Kuliner Ikan Kabupaten Garut dibangun? Lokasi ini dibangun oleh pemerintah, dan dikelola oleh swasta lalu disewakan kepada pelaku usaha ikan di bawah Dinas Perikanan dan Peternakan Garut.
-
Mengapa Susi Pudjiastuti bertemu dengan Prabowo dan Anies Baswedan? Meski capres telah diumumkan, hingga kini bakal cawapres belum terlihat hilalnya. Justru Susi Pudjiastuti mencuri perhatian publik setelah bertemu dengan dua tokoh besar Prabowo dan Anies Baswedan.
-
Di mana letak Sentra Kuliner Ikan Kabupaten Garut? Lokasinya berada persis di sebuah bangunan berlantai dua, di Jalan Raya Bandung-Garut, Kecamatan Tarogong Kaler.
-
Kapan ikan siput ini ditemukan? Armatus Oceanic, sebuah perusahaan teknologi dan komunikasi yang berfokus pada lautan dalam, menulis di X, “CEO kami, profesor Alan Jamieson baru saja memecahkan rekor terdalam yang pernah ada sebelumnya, dengan pengamatan baru-baru ini, terhadap seekor ikan siput di Palung Izu-Ogasawara, di dekat Jepang. Ikan terdalam yang diamati sekarang berada di kedalaman 8336m!”
Informasi awal diperoleh secara tertulis dari Direksi Perusahaan Grup Minatama yang mengatakan bahwa 9 kapal tersebut membawa 39 ABK China, 8 orang sebelumnya telah ditugaskan menjaga kapal-kapal tersebut.
"Sedangkan 31 orang lainnya baru didatangkan dari China ke Timika pada tanggal 22 dan 24 Desember 2015. Menurut pengakuan perusahaan, 31 ABK tersebut dibutuhkan untuk mengisi posisi ABK China yang telah pulang ke negara asalnya untuk menjaga kapal," kata Susi.
Berdasarkan analisa dan evaluasi Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF), 9 kapal tersebut dinilai melanggar hukum. Setidaknya ada 9 pelanggaran yang dilakukan, termasuk mempekerjakan ABK asing, berbendera ganda dan izin yang sudah kadaluarsa.
Kesimpulannya, lanjut Susi, izin seluruh kapal tidak dapat diperpanjang dan tidak dapat diajukan izin baru. Selain itu, kesembilan kapal tersebut berlayar pada 30 Desember 2015 tanpa dilengkapi Surat Layak Operasi dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Tim Satgas 115 melakukan penyelidikan pada 5 hingga 8 Januari 2016 dengan meminta keterangan dari Satuan Kerja PSDKP Timika, Lanal TNI AL, Kantor Wilayah Imigrasi, Syahbandar dan pimpinan serta pegawai perusahaan yang dilakukan di Timika.
Dari penyelidikan tersebut, Satgas 115 mendapatkan berbagai temuan, termasuk adanya kesengajaan dari perusahaan yang memasukkan 31 ABK berkewarganegaraan China tanpa melalui prosedur perizinan yang benar. Selain itu, pengawasan terhadap kapal-kapal eks asing yang berada di Timika tidak dilakukan optimal.
Sementara itu, hasil pantauan Automatic Identification System (AIS) terakhir yang didapat dari Australia Border Force (ABF), posisi 8 dari 9 kapal tersebut per tanggal 10 Januari 2016 pukul 12.00 terdeteksi ada di perairan Papua Nugini, tepatnya di sebelah barat Pulau Manus dan sebelah utara Papua Nugini mainland. Diduga kapal-kapal tersebut sedang menuju RRC melalui jalur Laut China Selatan, bagian Filipina dan akan melewati perairan internasional di atas Pulau Biak dan Maluku Utara.
Pada 5 Januari 2016, Pemerintah Australia melalui Australia Fisheries Management Authority (AFMA) mengirimkan kepada Satgas 115 hasil aircraft surveillance yang dilakukan pada 3 Januari 2016 berupa foto 7 kapal perikanan berbendera China yang diduga melakukan IUU Fishing di Indonesia. Berdasarkan foto-foto tersebut, ditemukan persamaan call sign dan karakteristik dari foto kapal-kapal China tersebut dengan 9 kapal.
Kasus melarikan diri ini tak hanya sekali yang dirasakan Menteri Susi. Kapal asal China yang berbendera Panama, MV Hai Fa juga pernah melarikan diri usai ditangkap. Bahkan, Susi menggandeng interpol guna mengejar kapal yang berukuran 4.306 GT ini.
Menteri Susi kena tipu daya kapal-kapal asal China. Ini sikap Susi atas kasus tersebut:
Menteri Susi panggil Dubes China
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti geram dan bakal segera memanggil Duta Besar China untuk Indonesia. Kegeraman Menteri Susi akibat dilarikannya 9 kapal eks asing asal China oleh sejumlah Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan China dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua Mutiara pada 30 Desember 2015.
"Kita akan mengirim surat komplain dan memanggil Duta Besar China. Kita sangat kecewa kru-kru kapal itu datang dan membawa lari kapal," kata Susi di Kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Senin (11/1).
Susi menilai, 38 Anak Buah Kapal (ABK) asal China yang membawa kabur 9 kapal eks asing itu sudah menciderai itikad baik pemerintah Indonesia dan tidak menghormati tata hukum kenegaraan yang berlaku di Indonesia. Padahal, pemerintah Indonesia telah memiliki itikad baik untuk memproses kapal-kapal pelaku pencurian ikan tersebut secara bilateral.
"Saya sampaikan, kita sebetulnya ingin punya good will dalam menyelesaikan kasus, boleh deregistrasi dan meninggalkan Indonesia setelah kewajiban keuangan diselesaikan dengan Ditjen Pajak. Kita akan rekomendasikan kapal-kapal mereka melakukan deregistrasi di Kementerian Perhubungan dan boleh meninggalkan RI," ujar Susi.
Susi mengaku dirinya telah bertemu para duta besar negara-negara pemilik bendera kapal-kapal tersebut dan meminta jaminan bahwa kapal-kapal pelaku ilegal fishing itu tidak kembali ke Indonesia dan melakukan praktik pencurian ikan.
Dia menilai, seharusnya setelah ada kesepakatan itu, tidak akan ada lagi pelanggaran hukum yang berkaitan dengan pencurian ikan dan pelanggaran batas wilayah Indonesia. Susi menganggap, dengan dibawa kaburnya 9 kapal eks asing itu, sudah terjadi pelecehan terhadap kedaulatan NKRI.
"Luar biasa pelecehan terhadap kedaulatan NKRI. Mereka padahal kapal asing. Ini pukulan luar biasa untuk Satgas 115 dan kedaulatan NKRI. Kita sudah selesai moratorium dan panggil dubes untuk selesaikan secara bilateral padahal," jelas Susi.
Kapal yang memiliki bobot mati rata-rata 300 GT tersebut diketahui dilarikan pada 30 Desember 2015 lalu. Informasi berawal dari laporan tertulis Direksi perusahaan grup Minatama yang diterima kepolisian, Satker PSDKP KPP, dan Lanal TNI AL Timika pada 4 Januari 2016 lalu.
9 kapal tersebut membawa 39 orang ABK asal China, yang mana 8 orang di antaranya telah ditugaskan menjaga kapal-kapal itu. 31 orang lainnya baru didatangkan dari China ke Timika pada 22 dan 24 Desember 2015.
Menteri Susi akui kecolongan
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti kembali menjelaskan terakit kaburnya 9 kapal eks asing asal China. Kapal tersebut dibawa kabur oleh Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan China.
Menurut Susi, Satgas Pemberantasan Illegal Fishing (Satgas 115) tengah melakukan penyelidikan terkait kaburnya 9 kapal perikanan tangkap eks asing dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua.
Dari hasil penyelidikan, didapati beberapa hal yang memungkinkan pelarian kapal. Pertama, posisi 9 kapal yang melarikan diri itu berada di perairan yang memudahkan bagi kapal-kapal tersebut untuk melarikan diri.
"Jauh dari pos pemantauan dan pengawasan, serta dari lokasi pelabuhan," kata Susi di kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Senin (11/1).
"Pengawasan terhadap kapal-kapal eks asing yang berada di Timika tidak dilakukan secara optimal," imbuh Susi.
Selain itu, perusahaan dengan sengaja memasukkan 31 Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan China tanpa prosedur perizinan yang benar, oleh karenanya melanggar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.
Satgas 115 juga mendapati bahwa ABK didatangkan menjelang natal dan tahun baru, serta disaat menjelang kedatangan Presiden Joko Widodo beserta rombongan ke Papua.
"Kedatangan ABK pengganti di saat hari-hari penting tersebut bukan merupakan kebetulan, tetapi dipilih waktu di mana aparat pengawasan dan petugas penegakan hukum lainnya sedang dikerahkan untuk mengamankan, menyambut, dan mengurus kedatangan Kepala Negara serta sejumlah Pejabat di Tingkat Nasional," papar Susi.
Susi pun mengakui bahwa kecolongan tersebut akibat adanya celah dalam pengawasan. Pasalnya, 9 kapal eks asing yang melarikan diri itu merupakan kapal-kapal besar.
"Dalam hal ini kita kurang perhatian. Memang seluruh pelabuhan enggak bisa on the spot," tutup Susi.
Kaburnya 9 kapal sama dengan MV Hai Fa
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan kaburnya 9 kapal eks asing asal China yang dibawa kabur mengulang kejadian kapal China berbendera Panama, MV Hai Fa. 9 kapal tersebut dilarikan oleh ABK berkewarganegaraan China dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua pada 30 Desember 2015.
"Ini kejadian buruk di awal 2016 buat Satgas Pemberantasan Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing 115. Jangan sampai terulang kasus MV Hai Fa," kata Susi di Kantornya, Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Senin (11/1).
Kapal MV Hai Fa berbobot 4.306 Gross Ton (GT) sempat ditahan karena dituduh mencuri ikan di perairan Indonesia. Nahkodanya, Zhu Nian Lee, menjalani sidang di Pengadilan Perikanan Ambon, Provinsi Maluku tahun lalu.
Namun, majelis hakim yang memimpin sidang itu hanya memvonis nahkoda MV Hai Fa melanggar sanksi administratif dan dikenai denda Rp 200 juta. Parahnya lagi, MV Hai Fa justru berhasil kabur ke China pada Juni 2015.
Dari keterangan yang diperoleh, kata Susi, 9 kapal eks asing tersebut dibawa kabur 39 ABK, dimana 8 ABK merupakan yang tinggal untuk menjaga kapal-kapal tersebut, dan sebanyak 31 ABK lain sengaja didatangkan dari China. Susi menuturkan, kaburnya 9 kapal penangkap ikan ukuran jumbo tersebut menduga ada peran orang dalam yang terlibat.
"Bisa saja ada kaitan dengan permainan di bawah. Ini tak boleh lagi terjadi, ini jadi pukulan sangat telak buat kita," pungkas dia.
Menteri Susi gugat pemerintah Panama
Pemerintah Indonesia telah mengajukan gugatan ke International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) atau Pengadilan Hukum Laut Internasional. Gugatan tersebut diajukan kepada Panama Maritime Authority (PMA).
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku telah mengirimkan surat kepada PMA yang mempertanyakan pelaksanaan due diligence obligation Republik Panama sebagai negara yang memiliki kewajiban karena benderanya dikibarkan oleh kapal MV Hai Fa.
Menurut Susi, Fernando A. Solorzano A. selaku Director General dari PMA membalas suratnya yang menyatakan bahwa Pemerintah Panama akan melakukan pemeriksaan terhadap kapal MV Hai Fa.
"Apabila ditemukan pelanggaran yang dilakukan MV Hai Fa, maka Pemerintah Panama akan menghapus kapal MV Hai Fa dari daftar kapal negara Panama (deregistration)," kata Susi di kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Senin (11/1).
Surat balasan dari PMA tidak menjawab apa yang menjadi permintaan Susi dan menunjukkan Pemerintah Panama tidak pengawasan yang ketat terhadap kapal MV Hai Fa.
"Berdasarkan hal tersebut saya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan mempertimbangkan untuk membawa perkara ini ke International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) untuk meminta pertanggungjawaban Panama selaku negara bendera (Flag State) dari MV Hai Fa," tegas Susi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, Kapal MV Haifa meninggalkan Indonesia menuju China tanpa dilengkapi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Pelabuhan Syahbandar dan Surat Laik Operasi (SLO).
"Kapal sebesar ini bisa melenggang luar biasa. Bagaimana bisa kapal seluas lapangan bola bisa jalan tanpa SPB dan SLO. Fungsi pengawasan negara, saya lihat tidak berfungsi," ujarnya di Kantornya, Jakarta, Kamis (18/6).
Susi sangat menyesalkan kejadian ini. Karena dengan tidak dilengkapinya pelayaran Kapal MV Haifa, maka telah melanggar Ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia maupun Internasional. Sehingga perlu dilakukan langkah tegas.
Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengajukan surat komplain kepada interpol. Karena mereka yang seharusnya melakukan penuntutan dan pengejaran saat Kapal MV. Haifa melarikan diri. Selain itu, Susi juga kecewa terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan.
"Interpol seharusnya melakukan pengejaran. Dan kalau dari Indonesia itu dari perhubungan dan IMO (Internasional Maritime Organizartion)," tegasnya.
Selain itu, Pemerintah Indonesia menetapkan Kapal MV. Haifa sebagai Kapal Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) List untuk diusulkan kepada pihak organisasi internasional bidang perikanan.
Menteri Susi sebut pemilik MV Hai Fa lebih hebat dari Indonesia
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti menyebut pemilik kapal MV Haifa mengirim sinyal perang. Susi berang lantaran kapal China berbendera Panama itu berani melaporkan dirinya ke Bareskrim Mabes Polri.
Padahal, sudah jelas kapal dituding melakukan pencurian hasil laut terbesar sepanjang sejarah di Indonesia itu tak memiliki Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan Surat Layak Operasi (SLO).
"Makanya aku bilang dia (kapal Hai Fa) lebih hebat dari 'Indonesia hebat'," kata Susi di Jakarta, Senin (13/4).
Tak jelas, apakah pernyataan Susi itu sebagai bentuk sindiran terhadap minimnya dukungan negara terhadap upayanya menegakkan kedaulatan maritim Indonesia. Tapi, yang jelas "Indonesia Hebat" adalah nama koalisi partai politik pendukung pemerintahan Jokowi.
Terlepas dari itu, kata Susi, pihaknya telah menyiapkan langkah khusus dan mengumpulkan berbagai bukti baru untuk menyerang balik MV Hai Fa. Salah satu bukti, kapal tersebut menyalahi aturan dengan mematikan Vehicle Monitoring System (VMS).
"Secara internasional itu kan pelanggaran teritorial, dan seharusnya Indonesia menerapkan hukum diskresi. Kan tidak ada SLO dari kita, tidak ada ijin layar dari kita. Kok berani berlayar, melanggar International Maritime Organization (IMO)," ujarnya.
Sekedar informasi, petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap MV Haifa pada Januari lalu. Kapal tersebut dituding mencuri sebanyak 900,702 ton hasil laut Indonesia. Riciannya, 800,658 ton ikan beku, 100,44 ton udang beku, dan 66 ton ikan hiu martil dan hiu koboi yang dilindungi. Kapal diduga sudah tujuh kali melakukan pencurian ikan di Indonesia sejak 2014 tersebut membuat negara dirugikan sebesar Rp70 miliar.