Harga Gas Murah Belum Terserap 100 Persen, SKK Migas Bongkar Penyebabnya
Pertama, ada faktor dari sisi hulu di mana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.
Kebijakan harga gas murah senilai USD 6 MMBTU ini dikhususkan untuk 7 sektor industri, seperti pupuk.
Harga Gas Murah Belum Terserap 100 Persen, SKK Migas Bongkar Penyebabnya
Harga Gas Murah Belum Terserap 100 Persen, SKK Migas Bongkar Penyebabnya
- Kebijakan Harga Gas Murah Diperpanjang, Pengusaha: Hilirisasi Bakal Tumbuh dan Beri Tambahan Devisa ke Negara
- Menperin: Ada Industri Besar yang Tak Ingin Kebijakan Harga Gas Murah Dilanjutkan
- Polisi Bongkar Kasus Pengoplosan Gas 3 Kg di Cilegon, Sehari Bisa Raup Untung Rp13 Juta
- Menteri ESDM Beri Sinyal Perpanjang Program Harga Gas Murah untuk Industri
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membongkar alasan kenapa program harga gas bumi tertentu (HGBT), atau harga gas murah di bawah pasar belum terserap penuh 100 persen.
Kebijakan harga gas murah senilai USD 6 MMBTU ini dikhususkan untuk 7 sektor industri, seperti pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Adapun pemberian insentif tersebut akan berakhir pada 2024 ini.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi coba mengelompokkan penerima HGBT dalam tiga kelompok besar. Antara lain, dari sisi ketenagalistrikan, industri pupuk, dan sektor industri lain yang mendapat alokasi harga gas murah.
Dari situlah, Kurnia sebenarnya melihat penyerapan HGBT untuk 7 industri secara umum sudah cukup baik. Meskipun, realisasinya masih di bawah 100 persen.
"Di tahun 2023, realisasinya di atas 90 persen. Kenapa tidak terserap 100 persen? Ini sedang kita lakukan evaluasi dan kami boleh sampaikan faktornya memang cukup banyak," ujar Kurnia dalam sesi webinar, Rabu (28/2).
Pertama, ada faktor dari sisi hulu di mana rencana-rencana produksi mengalami kendala operasional.
Sehingga menyebabkan hasil produksi untuk penyaluran gas tidak sesuai alokasi, entah mengalami peningkatan atau penurunan.
Kedua, juga dari sisi midstream dan downstream, di mana ada beberapa industri yang belum mampu menyerap HGBT. SKK Migas pun tengah melakukan pendalaman, apakah itu lantaran adanya kendala operasional, atau mendapat sumber energi alternatif lain.
"Faktor yang juga berpengaruh kepada realisasi serapan volume. Tadi memang sudah cukup baik di atas 90 persen, sekitar 95-96 persen kalau saya lihat," imbuh Kurnia.
Kurnia juga menyoroti kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020, di mana penerimaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak boleh berkurang (kept whole) untuk memasok gas murah kepada industri.
Alhasil, penerimaan negara untuk kept whole bagian KKKS turut berkurang. Lantaran program HGBT sudah berjalan sejak 2020 ketika terjadi Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara produsen, KKKS dan pembeli gas.
"Jadi pada saat itu harga PJBG tadi kemudian diturunkan pada harga USD 6. Sehingga gap-nya itu lah yang di-kept whole. Terdapat juga ketidakcukupan bagian negara dari yang direncanakan," ungkapnya.
"Itu yang jadi alasan realisasi belum 100 persen. Namun kami mencatat sebenarnya terjadi peningkatan realisasi yang cukup baik di sisi industri," pungkas Kurnia.