Hasil Kajian: Kenaikan Tarif Cukai Tingkatkan Peredaran Rokok Ilegal, Penerimaan Negara Berkurang Rp5,7 Triliun
Meskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, namun mayoritas konsumen lebih memilih rokok ilegal.
Hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE -FEB UB) menyatakan bahwa setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok ilegal.
Direktur PPKE-FEB UB, Candra Fajri Ananda menyatakan, meskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, namun mayoritas konsumen lebih memilih rokok ilegal sebagai alternatif, dari pada berhenti.
"Kenaikan tarif cukai yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal,” katanya saat paparan hasil kajian dikutip dari Antara.
Kondisi tersebut, menurut dia, mengakibatkan berkurangnya potensi penerimaan negara hingga Rp5,76 triliun per tahun.
Sementara itu Koordinator Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator HI – Kementerian Ketenagakerjaan, Feryando Agung Santoso menyatakan dampak pemberlakuan PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksana UU No 17/2023 tentang Kesehatan salah satunya peredaran rokok ilegal makin masif.
“Industri hasil tembakau ini harus terus dipertahankan karena banyaknya tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini, termasuk keluarga yang juga terdampak,” katanya.
Perwakilan Kementerian Perindustrian, Nugraha Prasetya Yogi mengatakan, tarif rokok yang tinggi membuat konsumen beralih ke jenis rokok lain. Untuk meminimalisir rokok ilegal, Kemenperin sedang merevisi Peraturan Menteri Perindustrian No. 72. Regulasi itu untuk memantau keberadaan mesin linting dengan titik koordinat yang lebih akurat.
“Regulasi ini diharapkan mampu membatasi produksi rokok ilegal yang sulit diawasi karena melibatkan banyak pihak,” ujarnya.
Kata Bea Cukai
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, peredaran rokok ilegal adalah salah satu tantangan utama dalam penerimaan cukai yang optimal.
Rokok ilegal yang tidak dikenai cukai, tambahnya, berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dan merugikan industri legal. Menurut dia, tingginya selisih harga antara rokok legal dan ilegal menjadi salah satu pendorong peralihan konsumen ke rokok ilegal.
Sinergi antara bea cukai dan aparat penegak hukum lainnya, lanjutnya, seperti kepolisian dan kementerian terkait, dalam memberantas rokok ilegal perlu ditingkatkan.
Pihaknya telah bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Bareskrim Polri, untuk memantau dan menindak peredaran rokok ilegal di pasar online.
Sementara itu anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo berharap hasil kajian FEB UB bisa memberikan masukan tentang rencana kenaikan HJE tembakau karena akan memengaruhi fenomena downtrading tidak hanya pengaruh ke sektor ekonomi, tapi juga dari pajak pertambahan nilai.
"Adanya fenomena down trading seiring dengan kenaikan tarif tembakau, menjadi perhatian di Komisi XI DPR, selain itu, rencana pemerintah akan menaikkan harga jual eceran (HJE) perlu menjadi perhatian bersama," katanya.