Impor Pakaian dari China Membludak, Ini Dia Datanya
Kontribusi China dalam impor non-migas Indonesia sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 35,20 persen menjadi 35,91 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Juli 2024 mencapai USD21,74 miliar, mengalami kenaikan 17,82 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).
Dalam data terbaru, China tetap menjadi negara utama asal impor non-migas Indonesia. Pada Juli 2024, kontribusi impor non-migas dari China tercatat sebesar USD38,97 miliar, atau meningkat 35,91 persen dari total impor non-migas yang mencapai USD 18,18 miliar.
- Barang Impor China Bakal Dikenakan Bea Masuk 200 Persen, Kadin Beri Respons Begini
- Indonesia Tak Alami Deindustrialisasi, Ini Buktinya
- Berkaca dari China, Nasib Indonesia Jadi Negara Maju atau Tidak Ditentukan 2 Pilpres Selanjutnya
- Tren Jumlah Penduduk Indonesia Terus Meningkat, Sementara China Menurun
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa kontribusi China dalam impor non-migas Indonesia sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 35,20 persen menjadi 35,91 persen.
"Pada Juli 2024, China masih menjadi negara utama asal impor non-migas Indonesia dan kontribusinya mencapai 35,91 persen terhadap total impor non-migas Indonesia, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang kira-kira sebesar 35,20 persen," kata Plt Kepala BPS, Amalia dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis (15/8).
Dalam kategori pakaian dan aksesoris, terjadi peningkatan signifikan pada bulan Juli. Untuk kelompok HS 61, yang mencakup pakaian dan aksesoris rajutan, impor naik 55,46 persen, sedangkan HS 62, yang mencakup pakaian dan aksesoris bukan rajutan, naik 29,01 persen.
Impor Pakaian
Pakaian dan aksesoris dari HS 61 terutama berasal dari China, Vietnam, Bangladesh, Turki, dan Italia, sedangkan HS 62 didominasi oleh China, Bangladesh, Vietnam, Hong Kong, dan Maroko.
Namun, secara kumulatif dari Januari hingga Juli 2024, impor pakaian dan aksesoris rajutan (HS 61) dari China mengalami penurunan 4,75 persen, sedangkan HS 62 turun 7,61 persen. Penurunan ini terutama terjadi pada kelompok pakaian berbahan non-katun.
Amalia menerangkan meskipun ada peningkatan bulanan dalam impor, evaluasi kinerja perdagangan sebaiknya dilakukan dengan melihat angka kumulatif tahunan. Hal ini penting karena angka bulanan dapat dipengaruhi oleh variasi proses pengiriman dan kebutuhan stok yang berbeda setiap bulan.
"Jadi sekali lagi, kalau bulanan mengalami peningkatan, tetapi kita kan kalau untuk data eskpor ataupun impor yang lebih relatif baik adalah melihat angka kumulatif dari bulan Januari periode karena kalau untuk bulanan itu relatif nanti dipengaruhi proses waktu pengiriman kemudian kebutuhan untuk stok tiap bulan yang berbeda," tutup Amalia.