Insentif Fiskal Bisa Jadi Solusi Dongkrak Penjualan Mobil Baru di Indonesia
Pemberian insentif ini diyakini bisa mendongkrak penjualan mobil domestik yang ujungnya bisa menggairahkan ekonomi nasional.
Insentif Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) bisa menjadi solusi untuk mengatasi stagnasi pasar mobil sehingga mendorong penjualan.
Insentif Fiskal Bisa Jadi Solusi Dongkrak Penjualan Mobil Baru di Indonesia
Insentif Fiskal Bisa Jadi Solusi Dongkrak Penjualan Mobil Baru di Indonesia
- Agar Dapat Insentif, Produsen Diminta Daftarkan Mobil Hybrid Per 1 Januari 2025
- Insentif Mobil Listrik Berlanjut, Perusahaan Komponen Otomotif Incar Peluang Tahun 2025
- Ini Alasan Penjualan Mobil di Indonesia Sulit Tembus 1 Juta Unit
- Bangkitnya Mobil Listrik di Tengah Lesunya Pasar Otomotif Indonesia
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan pemberian insentif fiskal berupa pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian mobil yang diproduksi di dalam negeri.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut bahwa insentif Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) bisa menjadi solusi untuk mengatasi stagnasi pasar mobil sehingga mendorong penjualan.
Pemberian insentif ini diyakini bisa mendongkrak penjualan mobil domestik yang ujungnya bisa menggairahkan ekonomi nasional. Kondisi ini terjadi pada 2021 saat pemerintah mengucurkan insentif yang sama demi membangkitkan pasar mobil yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Agus Gumiwang menyatakan, pertumbuhan industri alat angkut tidak terlepas dari kontribusi sektor otomotif. Selama tahun 2023, sektor kendaraan roda dua membukukan penjualan domestik sebesar 6,2 juta unit dan ekspor sebesar 570 ribu unit.
Sedangkan sektor kendaraan roda empat mencapai penjualan domestik sebesar 1 juta unit dan ekspor sebesar 505 ribu unit untuk CBU dan 65 ribu unit untuk CKD.
merdeka.com
Industri otomotif merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Namun dalam 10 tahun terakhir, penjualan domestik mobil di Indonesia masih cenderung bertahan pada angka 1 juta unit.
"Tentunya diperlukan langkah-langkah strategis untuk dapat meningkatkan penjualan tersebut," kata Menperin dalam sambutan yang dibacakan Plt Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Putu Juli Ardika di diskusi Solusi Mengatasi Stagnasi Pasar Mobil di Jakarta, Rabu (10/7).
Berdasarkan kajian akademisi dari LPEM UI, stagnasi penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat Indonesia, sehingga menyebabkan masyarakat yang tidak dapat membeli mobil baru beralih untuk membeli mobil bekas.
Dalam upaya mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu program untuk menstimulus pembelian mobil baru di masyarakat. Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon.
Menperin mengatakan, penjualan domestik dan produksi mobil di Indonesia mencapai nilai tertinggi pada tahun 2013. Hal tersebut dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan perkapita Indonesia pada tahun 2011-2013, serta diluncurkannya program kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau (KBH2).
Berkaitan dengan penurunan daya beli masyarakat, Menperin menyatakan, pelonggaran suku bunga untuk pembelian mobil baru secara kredit dapat menjadi salah satu opsi untuk mengembalikan minat masyarakat untuk dapat membeli mobil baru.
Putu Juli Ardika mengatakan, penjualan mobil domestik dalam beberapa tahun memang stagnan di level 1 juta unit. Tetapi, produksi mobil naik karena dikarenakan lonjakan ekspor. Pada 2023, ekspor mobil CBU mencapai 505 ribu unit, naik tajam dari 2013 sebanyak 171 ribu unit.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara menyatakan, penjualan mobil domestik tertinggi sebesar 1,23 juta terjadi pada 2013.
Hal itu ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang mendekati 6 persen serta program KBH2/LCGC. Selepas itu, pasar mobil tak bergerak dari level 1 juta unit, bahkan sempat merosot ke 532 ribu unit pada 2020 akibat pandemi Covid-19.
Lalu, pasar mobil bangkit pada 2021, berkat insentif PPnBM. Namun, tren itu tak berubah banyak memasuki 2022 hingga 2023, di mana penjualan mobil hanya mencapai 1 juta unit.
Memasuki 2024, penjualan mobil domestik malah merosot. Per Mei 2024, penjualan mobil turun 21 persen menjadi 334 ribu unit, dipicu berbagai faktor, antara lain kenaikan suku bunga global, lonjakan NPL, pengetatan pemberian kredit dari perusahaan pembiayaan. Gaikindo kemungkinan merevisi target penjualan mobil 2024 sebanyak 1,1 juta unit, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor penekan pasar.
“Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat. Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar,” kata dia.
Pengamat otomotif LPEM UI, Riyanto menegaskan, pasar mobil domestik rata-rata tumbuh 21,3 persen selama 2000-2013, ditopang oleh kenaikan pendapatan per kapita sebesar 28,2 persen. Sementara itu, selama 2013-2022, pendapatan per kapita hanya naik 3,65 persen, sehingga pasar mobil turun rata-rata 1,64 persen per tahun.
Pada saat yang sama, dia menegaskan, harga mobil terus naik. Sebagai contoh, harga Avanza G pada 2013 mencapai Rp160 juta, sedangkan pada 2023 mencapai Rp255 juta. Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan per kapita tidak bisa menjangkau harga mobil baru. Bahkan, selisihnya makin lebar dari tahun ke tahun.
Imbasnya, dia menuturkan, penjualan mobil bekas tumbuh subur menjadi 1,4 juta unit pada 2023, dari 2013 yang hanya 0,5 juta unit, seiring menurunnya daya beli konsumen dan lonjakan harga mobil baru. Itu artinya, penjualan mobil bekas tahun lalu di atas mobil baru yang hanya 1 juta unit.
Riyanto mengusulkan dua solusi, yakni jangka pendek dan jangka panjang untuk keluar dari jebakan pasar mobil 1 juta unit. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu ditingkatkan menjadi 6 persen per tahun melalui reindustrialisasi.
Dalam jangka pendek, dia menuturkan, pemerintah perlu merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur (affluent) saat ini dapat membeli mobil baru. Bentuknya bisa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4x2.
“Pada saat yang sama perlu dirancang program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC),” kata dia.