Ironisnya ketika tanah dan lahan di Indonesia dikuasai asing
Indonesia masuk dalam lingkaran negara yang cukup ramah terhadap investor asing.
Beberapa negara punya membatasi ruang gerak investor asing dalam pembangunan perekonomiannya. Namun sebaliknya, banyak pula negara yang menerapkan kebijakan mendewakan investor asing. Indonesia masuk dalam lingkaran negara yang cukup ramah terhadap investor asing.
Beberapa kebijakan pemerintah justru sengaja dilahirkan untuk menarik perhatian investor asing agar mereka mau masuk dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.
-
Mengapa investasi properti di Lampung menjadi pilihan yang menjanjikan? Meskipun mengalami kenaikan, harga rumah di Bandar Lampung masih tergolong terjangkau dibandingkan dengan beberapa kota besar di Indonesia. Hal tersebut memberikan kesempatan bagi investor dan calon pembeli rumah untuk mendapatkan properti dengan harga yang kompetitif dan potensi untuk mendapatkan imbal hasil yang menguntungkan di masa depan.
-
Bagaimana cara membagi anggaran untuk investasi? Martua menyarankan adanya pembagian porsi alokasi anggaran untuk berinvestasi.“Untuk pemula, secara umum bisa dialokasikan dengan pembagian 40% - 30% - 20% dan 10%," rinci Martua.
-
Bagaimana cara Indonesia menarik investasi 'family office'? Dia harus datang kemari (Indonesia). Misalnya, dia taruh duitnya 10 atau 30 juta dolar AS, dia harus investasi berapa juta, dan kemudian dia juga harus memakai orang Indonesia untuk kerja di family office tadi. Jadi, itu nanti yang kita pajakin.
-
Kapan orang kaya berinvestasi? Orang kaya berinvestasi untuk jangka panjang dan tidak panik saat pasar bergejolak.
-
Kapan inflasi penting untuk investor? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
-
Siapa yang menyampaikan pendapatnya mengenai hilirisasi dan realisasi investasinya? Baru-baru ini, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pun ikut menyampaikan pendapatnya. Bahlil menyampaikan paparan realisasi investasi progresif selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Bak gayung bersambut, investor asing makin bergairah menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satunya karena Indonesia dinilai cukup menjanjikan untuk menjadi lahan investasi bagi investor asing. Penanaman modal atau investasi tidak lagi sebatas di sektor keuangan, tapi juga ke sektor lain termasuk properti.
Akibatnya, tanah atau lahan yang belum mempunyai infrastruktur lengkap menjadi incaran pemodal asing. Mayoritas lahan yang potensial untuk di Indonesia pun sudah dimiliki investor asing.
“Sekarang ini (lahan) sudah habis dalam menghadapi pasar bebas ASEAN," ujar Ketua Bidang Otomotif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Soebronto Laras saat berbincang dengan wartawan, di Jakarta, Rabu (16/4).
"Kalau sampai terjadi apa apa mereka tinggal ngepak koper dan selamat tinggal. Beda kalau kita, kita enggak akan pindah kemana mana. Mesti disadari ini." katanya.
Gambaran ini cukup memprihatinkan. Penguasaan tanah dan lahan menambah panjang daftar sektor bisnis di Indonesia yang sudah berada di genggaman investor asing. Merdeka.com mencatat beberapa fakta dan gambaran terkait penguasaan lahan dan tanah oleh investor asing. Berikut paparannya.
Raup untung dari harga tanah
Ketua Bidang Otomotif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Soebronto Laras menuturkan, cukup dengan memiliki lahan tidur saja, tanpa perlu membangun pabrik, investor asing sudah dijamin untung. Mengingat, tren harga lahan di Indonesia selalu naik.
Investor asing membeli lahan di Indonesia dengan harga rata-rata USD 40 per meter. Saat ini, harga lahan tersebut bisa naik hingga menjadi USD 200 per meter.
"Ada sesuatu yang enggak enak dan itu merugikan kita. Pengusaha yang lain belum membangun saja sekarang sudah untung dari tanah saja mereka sudah empat kali lipat."
Mayoritas di sekitar tol Jakarta-Cikampek
Ketua Bidang Otomotif Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo), Soebronto Laras, mengatakan salah satu lahan yang telah dikuasai adalah tanah sekitar tol Jakarta - Cikampek. Semua tanah sudah dibeli meski belum dilakukan pembangunan.
"Di luar Jakarta sepanjang jalan tol sampai Cikampek nanti akan nyambung ke Cirebon akan jadi potensi (bisnis) besar. Tapi kawasan industri itu sudah dibeli pengusaha asing. Semua sepanjang jalan tol Bekasi, Karawang, Cikampek sudah sold out," ucap Soebronto dalam diskusi bersama wartawan di kantor Apindo, Jakarta, Rabu (16/4).
Daerah potensial sudah dipetakan
Ketua Bidang Otomotif Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo), Soebronto Laras menjelaskan, pengusaha asing sudah memetakan daerah berpotensi meraup untung besar di Indonesia. Mereka beli dengan harga murah sekarang karena ke depan harga tanah akan langsung melejit.
Jakarta sendiri saat ini dinilai sudah tidak seksi lagi untuk menjadi lahan industri. Perkembangan infrastruktur yang mandek serta banyaknya bencana alam membuat investor asing berpindah tempat.
"Jakarta bukan prioritas lagi, apalagi Pulo Gadung. Itu engga nyaman lagi," katanya.
Mengancam kedaulatan
Penguasaan lahan dan tanah oleh investor asing sesungguhnya mengancam kedaulatan. Terlebih jika yang dikuasai adalah lahan-lahan potensial seperti perkebunan sawit. Hal ini pernah diutarakan LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Dari data Walhi, separuh dari lahan total lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dimiliki oleh pihak asing. “Sebanyak 50 persen lahan sawit di Indonesia dikuasai oleh Malaysia, Singapura, AS, dan Belgia,” kata Manajer Kampanye Air dan Pangan Eksekutif Nasional Walhi, M. Islah, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sesungguhnya Indonesia mempunyai lahan sawit terluas di dunia, tetapi dinilai tidak memiliki kedaulatan di sektor kelapa sawit. Krisis kedaulatan pangan ini melengkapi beragam kebijakan sebelumnya seperti kebijakan alih fungsi lahan kepada sektor tambang dan industri, sehingga berakibat pada alih fungsi tiga juta hektar lahan pertanian. “Bahkan kini di Jawa rata-rata kepemilikan lahan hanya 0,25 hektare per kepala keluarga,” katanya.