Kejar Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Butuh Dana Besar, Apa Solusinya?
Kebijakan tersebut diharapkan akan mendorong peningkatan penerapan Environmental Social Governance (ESG) di dunia industri Indonesia dan membantu mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 mendatang.
Keputusan Paris Climate Agreement di 2015 membuat banyak negara berlomba untuk mengambil berbagai komitmen global dan inisiatif berupa regulasi yang ditujukan untuk mengurangi jejak karbon hingga mencapai net zero emission pada tahun 2050.
Salah satunya termasuk Indonesia, yang mana baru-baru ini menetapkan implementasi pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan pekan lalu.
-
Bagaimana PHE menekan emisi karbon? PHE terus berkomitmen untuk menekan emisi karbon antara lain melalui implementasi enam pilar dekarbonisasi perusahaan yaitu energy demand & efficiency, gas recovery & asset integrity, low carbon power, low carbon heat, Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), serta offsetting melalui natural based solution.
-
Bagaimana Pertamina ingin mengurangi emisi karbon? Karena dengan mencampur 35 persen dalam diesel bioenergi, maka kita bisa menghemat neraca perdagangan kita yang selama ini import, kita kurangi sebesar Rp 122 triliun pertahun. Dan ini bisa menurunkan emisi 28 juta tonCO2 emision pertahun.
-
Apa yang Pertamina lakukan untuk menjadi pemain utama penyimpanan karbon di Indonesia? Kesiapan Pertamina dibuktikan melalui program Carbon Capture Utilisation Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilisation Storage (CCUS).
-
Kapan Hari Fiksi Iklim Internasional diperingati? Even, ditetapkan peringatan khusus, yaitu Hari Fiksi Iklim Internasional setiap 20 April.
-
Bagaimana Bank BRI mengelola emisi karbon perusahaannya? Dalam pengelolaan emisi karbon, BRI mengadopsi global standard SBTi (Science-Based Target Initiatives), yaitu dengan mengimplementasikan inisiatif yang secara langsung dapat menurunkan emisi, seperti pengadaan kendaraan listrik, pemasangan solar panel, penggunaan teknologi lain yang rendah emisi, serta melakukan dukungan secara finansial dan non-finansial yang dibutuhkan nasabah sehingga transisi ekonomi dapat dilakukan," imbuhnya.
-
Bagaimana Indonesia mendorong pemerintah agar mengatasi perubahan iklim di Sidang Umum ke-44 AIPA? “Dalam aspek itu, peran dan visi parlemen sangat penting dan besar untuk tidak hentinya selalu mendorong pemerintah agar melakukan segala upaya tidak hanya bisnis as usual, tapi juga out of the box, melampaui daripada konsep-konsep biasa,” ujar Wakil Ketua BKSAP DPR RI ini.
Kebijakan tersebut diharapkan akan mendorong peningkatan penerapan Environmental Social Governance (ESG) di dunia industri Indonesia dan membantu mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 mendatang, yakni menurunkan 29 persen emisi gas rumah kaca dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
Untuk mencapai sistem keuangan hijau dan berkelanjutan, dibutuhkan koordinasi dan kerja sama yang masif di antara berbagai kelompok pemangku kepentingan.
Salah satu upaya yang dicanangkan oleh inisiatif ESG global untuk membangun standar sistem pelaporan yang berkelanjutan ini adalah dibentuknya Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD) untuk meningkatkan dan memperkuat pelaporan informasi keuangan yang memperhatikan perubahan iklim.
Hal ini menjadi penting karena untuk mencapai net zero emission pada tahun 2050, akan dibutuhkan pendanaan yang sangat besar, diperkirakan sekitar USD 2 triliun hingga USD 5 triliun hingga tahun 2030, dan jumlah tersebut akan terus dibutuhkan hingga 2050 demi keberhasilan mencapai target net zero emission tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abhayawansa dari Universitas Swinburne dan Carol Adams dari Glasgow University, ditemukan bahwa bisnis yang menerapkan berbagai kegiatan dan kebijakan terkait ESG, cenderung menerima aliran dana yang lebih tinggi atau lebih besar dibandingkan bisnis yang tidak terlibat sama sekali dengan kegiatan ESG.
"Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa mereka yang memiliki dana yang tidak berfokus pada keberlanjutan, dalam hal ini ESG memiliki kinerja yang lebih buruk dari pada dana yang memperhatikan tata kelola yang baik dan dampak yang lebih rendah terhadap lingkungan. Sebagian besar dana ramah lingkungan tersebut berhasil mencatatkan return saham yang lebih besar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa akan selalu ada hubungan positif antara kinerja ESG dengan kinerja di pasar modal." kata Anggota Financial Accounting Standards Board and Comprehensive Corporate Reporting Task Force, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Elvia Shauki dalam webinar bersama ICAEW dikutip di Jakarta, Kamis (4/11).
Kebutuhan akan informasi yang jelas, komprehensif, dan berkualitas tinggi tentang dampak perubahan iklim pun kian meningkat. Oleh karena itu, akuntan menjadi pemegang peranan penting demi memastikan bisnis dan proyek berjalan secara lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, mengikuti kaidah ESG yang tercermin dalam pelaporan keuangan mereka.
"Sebagai akuntan, kita harus semakin menyadari pentingnya isu keberlanjutan dan lebih penting lagi peran profesi. Green and Sustainable Finance kemudian turut menjadi sebuah topik yang menarik bagi banyak akuntan atau praktisi keuangan dan profesional, terutama mengenai bagaimana cara melihat laporan pertanggungjawaban sebuah bisnis yang menerapkan pilar ESG secara baik," ucap Aucky Pratama, Executive Director AFA.
Implementasi ESG di Indonesia
Implementasi Sustainable Finance dalam ESG pun juga sudah mulai diberlakukan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah dimulainya pembuatan regulasi oleh OJK guna menerapkan sustainable finance roadmap di tahun 2025. Roadmap OJK ini berfokus kepada keuangan berkelanjutan, serta menetapkan standar untuk penerbitan green bonds.
Hal ini nantinya akan mewajibkan pengajuan rencana aksi keuangan berkelanjutan, atau laporan keberlanjutan oleh penyedia jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik yang beroperasi di Indonesia.
"Ini juga akan mencakup hal-hal seperti pedoman teknis untuk bank, bagaimana mereka perlu menerapkannya, bagaimana mereka memastikan bahwa portofolio mereka berkelanjutan, dan bagaimana mereka dapat membiayai dan menyelaraskan beberapa pelaporan, terutama untuk perusahaan publik," ujar Antonie Jagga, Risk Consulting Leader, PwC South East Asia Consulting.
"Roadmap 2021 hingga 2025 dari OJK ini juga turut melihat bahwa perubahan iklim menjadi salah satu risiko material dan penting untuk diperhatikan di sektor keuangan. Dan dari sisi bank sentral, Bank Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah lebih lanjut guna mendukung ESG tersebut. Beberapa di antaranya adalah menyiapkan roadmap atau rencana aksi keuangan yang berkelanjutan, mengalokasikan investasi pada sekuritas yang sejalan dengan kaidah investasi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, juga meringankan komponen pembiayaan uang muka untuk kendaraan listrik yang rendah emisi di Indonesia."
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)