Kemenangan Trump Picu Perang Dagang Hebat, Ekonomi Dunia di Ujung Tanduk
Trump menegaskan rencananya untuk memberlakukan tarif atau pajak pada semua barang yang diimpor ke Amerika Serikat.
Donald Trump dipastikan kembali ke Gedung Putih atau menjadi presiden Amerika Serikat selanjutnya. Pernyataan-pernyataan kontroversialnya tentang tarif impor memicu kekhawatiran luas di kalangan ekonom dan pengusaha global.
Dalam kampanyenya, Trump menegaskan rencananya untuk memberlakukan tarif atau pajak pada semua barang yang diimpor ke Amerika Serikat. Regulasi tersebut diprediksi bisa mengguncang ekonomi di seluruh dunia.
- Trump Dinilai Bakal Makin Kuat Dukung Israel di Timur Tengah, Ini Tanda-Tandanya Kata Pengamat
- Donald Trump Menang Pilpres AS, Nilai Tukar Rupiah Anjlok ke Level Rp15.832 per USD
- Bank Indonesia Waspada Jika Donald Trump Menang Pilpres
- Segini Kekayaan Donald Trump, Mantan Presiden Amerika yang Terkena Tembakan Saat Berpidato
Jika di masa lalu Trump hanya mengenakan tarif pada negara atau sektor tertentu, kali ini ia berencana menerapkan pajak sebesar 10 persen hingga 20 persen pada semua barang asing. Kebijakan tersebut berpotensi mengundang respons global yang sama kerasnya.
Bulan lalu, ia bahkan memberi peringatan khusus kepada Uni Eropa, dengan menyatakan bahwa negara-negara di kawasan tersebut harus membayar mahal jika ingin terus mengekspor jutaan mobil ke AS tanpa membuka pasar mereka bagi produk AS.
Melansir BBC, kekhawatiran ini terbukti dengan merosotnya saham produsen mobil besar Jerman, BMW, Mercedes, dan Volkswagen. Saham merosot antara 5 persen hingga 7 persen hanya dalam beberapa jam setelah kemenangan Trump, mengingat Amerika Serikat adalah pasar ekspor utama mereka.
Tarif atau Pajak Sebagai Solusi Bagi Trump
Trump berulang kali menyebut tarif sebagai solusi untuk berbagai masalah global, mulai dari persaingan ekonomi dengan China hingga isu imigrasi ilegal. Bagi Trump, tarif adalah senjata ekonomi yang ingin ia andalkan.
Sejauh ini, mayoritas ancaman tarif dari Trump memang terfokus pada China, tetapi retorika ini juga mengancam negara-negara lain, Uni Eropa misalnya. Uni Eropa mulai menyiapkan daftar tindakan pembalasan terhadap AS, setelah pengalaman menghadapi tarif tinggi pada baja dan aluminium di bawah kepemimpinan Trump sebelumnya.
Para pemimpin G7 bahkan menyatakan kekhawatirannya akan potensi perang dagang dan menyarankan agar AS lebih bijak dalam memperlakukan sekutu-sekutunya di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Sanksi yang diambil Uni Eropa dalam merespons kebijakan AS sebelumnya adalah pemasangan tarif pada produk ikonik Amerika, seperti sepeda motor Harley Davidson, wiski bourbon, dan celana jeans Levi's. Namun, menurut seorang bankir sentral di Zona Euro, dampak tarif baru dari AS bergantung pada bagaimana Eropa akan merespons.
Efek Global dan Dampak pada Inggris
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa perang dagang besar-besaran bisa menghancurkan ekonomi global hingga 7 persen, setara dengan gabungan ekonomi Prancis dan Jerman. Bagi Inggris, yang tengah merumuskan perannya pasca Brexit, pertanyaan besarnya adalah di mana posisinya dalam potensi perang dagang transatlantik ini.
Hingga saat ini, Inggris lebih condong mendekati Uni Eropa, terutama terkait standar pangan dan pertanian. Namun, kedekatan ini justru membuat perjanjian dagang erat dengan AS semakin sulit, apalagi pemerintahan Biden juga tidak menunjukkan minat untuk menjalin kesepakatan dagang dengan Inggris.
Negosiator perdagangan Trump yang berpengaruh, Bob Lighthizer, menegaskan bahwa kedekatan Inggris dengan UE telah menghalangi potensi perjanjian dagang dengan AS.
Skenario lainnya adalah Inggris mencoba untuk tetap netral atau bahkan menjadi penengah dalam konflik ini. Namun, ketergantungan Inggris pada ekspor barang farmasi dan otomotif ke AS dan Eropa membuat upaya ini penuh tantangan. Alternatif lainnya, Inggris dapat mencoba mendekat ke UE, membentuk aliansi melawan tarif AS yang lebih luas.
Ancaman Proteksionisme Massal
Jika AS sebagai ekonomi terbesar di dunia memulai proteksionisme secara masif, negara-negara lain mungkin akan sulit menahan godaan untuk mengikuti jejaknya. Banyak negara kecil dapat mengambil langkah serupa, yang bisa menjerumuskan dunia ke dalam perang dagang berkelanjutan dan memperburuk kondisi ekonomi global.
Kendati demikian, kebijakan Trump ini baru berupa ancaman, dan belum ada kepastian bahwa tarif besar-besaran ini akan benar-benar diberlakukan. Apabila benar dilaksanakan, dunia mungkin harus menghadapi awal dari perang dagang yang serius.
Reporter Magang: Thalita Dewanty