Ketika uang tak lagi berharga, dianggap seperti sampah
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mengakui 180 mata uang nasional sebagai alat pembayaran yang sah.
Selama ini, uang dianggap seperti raja. Semua orang mau melakukan apa saja demi uang. Kerja keras, banting tulang demi mengumpulkan pundi-pundi fulus.
Namun, ada kalanya uang tak berharga di masyarakat. Ini terjadi karena nilai uang yang terus turun akibat tingginya inflasi. Beberapa negara bahkan sudah mengalami ini dan nilai tukar mereka hancur dan merosot tajam.
-
Apa itu inflasi? Sekadar informasi, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa, yang berdampak pada biaya hidup.
-
Kapan inflasi terjadi? Inflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan yang terus-menerus dalam suatu periode waktu tertentu hingga mengurangi daya beli uang.
-
Kenapa devaluasi mata uang bisa menyebabkan inflasi? Ketika ini terjadi, harga impor menjadi lebih mahal, karena mata uang lokal nilainya berkurang.
-
Bagaimana inflasi mempengaruhi nilai investasi? “Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Kar Yong Ang.
-
Apa saja penyebab utama inflasi? Salah satu penyebab utama inflasi adalah ketika permintaan barang dan jasa melebihi penawarannya. Jika banyak orang berusaha membeli produk atau menggunakan jasa yang terbatas, hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga.
-
Siapa yang perlu mengerti tentang inflasi? “Itulah sebabnya pemahaman akan inflasi merupakan kunci dari perencanaan keuangan dan pengambilan keputusan ekonomi yang efektif,” ujar Kar Yong Ang.
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) sendiri mengakui 180 mata uang nasional sebagai alat pembayaran yang sah. Namun kuatnya dolar Amerika (USD) ditambah kondisi negara yang berbeda-beda membuat sebagian uang masuk kategori sampah.
Merdeka.com mencoba merangkum beberapa kejadian di masyarakat yang menganggap mata uang mereka sebagai sampah. Berikut ulasannya:
Uang jadi pembungkus makanan di Venezuela
Venezuela kini sedang dilanda kemerosotan ekonomi yang mendalam. Bahkan uang di negara ini dijadikan pembungkus empanada atau semacam makanan pinggir jalan.
Sebuah foto yang diposting di media sosial Reddit menjadi heboh setelah seseorang memegang empanada dengan uang 2 Bolivar Venezuela. Foto ini dikomentari hingga 1.770 netizen.
Di Pulau Seram, uang logam dibuang-buang
Penggunaan uang logam ternyata tidak sama di semua negeri di Indonesia. Bagi warga pulau Seram, Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur, Ambon, Maluku, uang logam rupiah hampir tak ada arti. Bahkan tak jarang banyak anak kecil membuang-buang uang logam Rupiah.
Salah seorang warga Kecamatan Seram yang bernama Ona mengaku lebih memilih permen daripada uang logam jika harus menerima kembalian dari warung. Alasannya uang logam bernilai kecil namun fisiknya terlalu besar.
"Anak-anak lebih baik terima permen daripada uang logam, uang logam tidak laku di sini. Anak-anak di sini biasa buang-buang uang logam," ungkap Ona kepada merdeka.com, Minggu (6/5).
Walau demikian, Ona yang mempunyai dua anak ini mengaku juga menyimpan banyak uang logam dalam celengan yang telah berumur berbulan-bulan. Nantinya, lanjut Ona, simpanan ini akan ditukarkan di kota Ambon jika sudah menggunung.
"Kalau satu dirigen uang logam kita tukar ke Ambon. Satu dirigen bisa mencapai Rp 1 juta," tambahnya.
Di kesempatan lain, Vita yang mempunyai warung di sana juga mengaku jarang menerima uang logam dari warga. Jika ada kembalian, warga lebih memilih menerima permen daripada uang logam receh.
Sama halnya dengan Ona, Vita juga menyimpan uang logam di rumahnya hingga nanti ditukarnya uang logam itu ke Ambon.
Di Zimbabwe, USD 1 setara dengan 35.000 triliun
Negara bagian selatan benua Afrika dalam waktu dekat akan menghapus peredaran mata uang dolar Zimbabwe. Hal ini dilakukan karena buruknya inflasi di negara tersebut yang berdampak pada tidak bernilainya mata uang dolar Zimbabwe. Bagaimana tidak, USD 1 nilainya sama dengan 35 kuadriliun (35.000.000.000.000.000) dolar Zimbabwe atau bisa dibaca dengan 35.000 triliun dolar Zimbabwe.
Baru-baru ini, pemerintah menawarkan kepada masyarakat pemilik uang tunai atau deposito di bank untuk menukarkan uang mereka dengan dolar Amerika (USD). Tentu saja, nilai penukarannya adalah USD 1 sama dengan 35 kuadriliun dolar Zimbabwe.
Nilai mata uang dolar Zimbabwe mulai hancur berantakan pada tahun 2009 silam karena hiperinflasi yang terjadi di negara tersebut. Sejak saat itu, sebagian transaksi sudah dilakukan dalam dolar Amerika (USD) atau mata uang Afrika Selatan yaitu Rand. Namun, mata uang dolar Zimbabwe masih tetap digunakan. Saat ini, bank sentral Zimbabwe mencoba menghapus mata uang yang 'tidak bernilai' tersebut dalam setiap transaksi.
Pemerintah setempat memberi waktu hingga akhir September kepada masyarakat yang ingin menukarkan uang mereka. "Penarikan uang ini tertunda cukup lama sejak tahun 2009 silam," kata bank sentral Zimbabwe dalam pernyataannya yang dilansir dari CNN di Jakarta, Senin (15/6).
Uang 100 miliar hanya untuk beli 3 butir telur
Zimbabwe jatuh dalam krisis ekonomi mendalam setelah Presiden Robert Mugabe mengeluarkan kebijakan radikal soal distribusi lahan pada akhir 1990-an dan awal 2000an. Negara ini akhirnya mengalami kekurangan bahan pokok kronis. Sementara itu, bank sentral Zimbabwe terus mencetak uang untuk membiayai defisit anggaran. Akhirnya terjadi kenaikan harga yang menggila di Zimbabwe. Puncaknya, harga bisa naik dua kali lipat setiap 24 jam.
Uang triliunan dolar Zimbabwe sangat tidak berharga di sana. Buktinya, uang 100 miliar dolar Zimbabwe hanya cukup untuk memberi tiga butir telur ayam, seperti dikutip dari situr cavenmansircur.com.
Uang 100 triliun tak cukup bayar ongkos bus
Mata uang dolar Zimbabwe hancur berantakan karena hiperinflasi yang terjadi di negara tersebut. USD 1 nilainya sama dengan 35 kuadriliun (35.000.000.000.000.000) dolar Zimbabwe atau bisa dibaca dengan 35.000 triliun dolar Zimbabwe.
Dilansir dari telegraph.co.uk, bank sentral Zimbabwe pernah mencetak uang kertas pecahan 100 triliun pada 2009 silam. "Itu tidak cukup untuk naik bus umum untuk bekerja selama seminggu," isi kutipan telegraph yang dilansir merdeka.com di Jakarta, Senin (15/6).
Â
(mdk/idr)