KKP: Kita Tak Akan Pernah Lagi Beri Izin Ekspor Benih Lobster
Antam menegaskan bahwa ekspor BBL sampai saat ini masih dilarang dan akan terus dilarang dengan maksud untuk mengutamakan budi daya lobster dalam negeri.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak akan lagi memberikan izin terhadap ekspor benih bening lobster (BBL) karena ingin betul-betul menggalakkan budi daya lobster guna meningkatkan ekspor lobster untuk ukuran konsumsi.
"Yang namanya ekspor benih bening lobster tidak akan lagi ada. Konsekuensinya satu, kita harus galakkan budi daya karena permintaan untuk lobster konsumsi pasti selalu meningkat seiring pertambahan penduduk," kata Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Antam Novambar dalam jumpa pers di Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (15/4).
-
Kapan Sentra Kuliner Ikan Kabupaten Garut diresmikan? Dikutip dari ANTARA, Rabu (28/6) sentra ikan tersebut diketahui baru diresmikan pada Selasa 26 Juni 2023 lalu.
-
Apa yang di ekspor oleh Kementan? Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin melepas ekspor komoditas pertanian ke 176 negara dengan nilai transaksi sebesar 12,45 triliun.
-
Kapan tambak udang di Kebumen diresmikan? Mengutip YouTube Perikanan Budidaya, tempat budi daya udang itu diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 9 Maret 2023.
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.
-
Kapan Kementan melakukan ekspor komoditas pertanian? Berdasarkan data BPS, Wapres menyebut volume nilai ekspor hingga Juni 2023 mencapai 21,2 juta ton.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
Antam menegaskan bahwa ekspor BBL sampai saat ini masih dilarang dan akan terus dilarang dengan maksud untuk mengutamakan budi daya lobster dalam negeri. Dengan adanya pelarangan ekspor BBL tersebut, lanjutnya, maka diperkirakan akan semakin banyak modus yang akan digunakan untuk menyelundup apalagi keuntungan yang diraih tidak kecil.
"Penyelundupan tidak akan terjadi kalau tidak ada permintaan dari Vietnam. Kisaran harganya bisa sampai 7 dolar per satu ekor," ungkapnya.
Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP, Rina menyatakan, pihaknya berkomitmen tidak lagi memperpanjang izin ekspor BBL.
Rina mengapresiasi berbagai tindak penggagalan upaya penyelundupan yang dilakukan hasil kerja sama dengan berbagai instansi terkait seperti instansi kepolisian dan bea cukai.
Dia mengungkapkan kasus pelanggaran penyelundupan periode 23 Desember 2020 sampai dengan 14 April 2021 didominasi oleh 18 kasus penyelundupan komoditas benih bening lobster, dengan total jumlah sekitar 1,39 juta benih.
Sedangkan kasus penyelundupan lainnya per komoditas adalah tiga kasus komoditas kerang hias, tiga kasus komoditas ikan hidup, tiga kasus komoditas lobster bertelur, dua kasus komoditas kepiting yang tidak sesuai ukuran yang diperbolehkan untuk diekspor, satu kasus komoditas ikan arwana, dan lima kasus produk ikan lainnya.
Dalam periode tersebut maka secara rekapitulasi ada sekitar 35 kasus dengan nilai sumber daya ikan yang bila disetarakan adalah berjumlah lebih dari Rp210 miliar.
Ada Mal-administrasi
Sebelumnya, Ombudsman juga melarang ekspor BBL setelah melakukan hasil Rapid Assessment Ombudsman RI terkait Tata Kelola Ekspor BBL sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika di Jakarta, Kamis, menyatakan latar belakang dilaksanakannya kajian ini adalah hasil deteksi dini dan penelusuran informasi oleh Ombudsman RI, yang mengarah pada munculnya empat potensi mal-administrasi.
"Empat potensi mal-administrasi yang ditemukan yaitu pertama, adanya diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap BBL serta proses penetapan eksportir BBL dan nelayan BBL. Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir BBL dan penetapan nelayan penangkap BBL," ujar Yeka.
Dia melanjutkan temuan ketiga Ombudsman adalah adanya tindakan sewenang-wenang dari eksportir BBL dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap BBL.
Keempat, Ombudsman menemukan penyalahgunaan wewenang dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan eksportir BBL atas penetapan harga BBL yang menggunakan kriteria harga patokan terendah.
(mdk/idr)