Kurangi Perokok Anak, Pemerintah Diminta Larang Penjualan Rokok Ketengan
Cara ini dinilai akan membuat masyarakat kalangan tertentu, utamanya perokok anak atau remaja sulit mendapatkan akses terhadap rokok. Sebab saat ini, rokok
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendorong agar pemerintah membuat kebijakan menjual rokok batangan atau ketengan.
Cara ini dinilai akan membuat masyarakat kalangan tertentu, utamanya perokok anak atau remaja sulit mendapatkan akses terhadap rokok. Sebab saat ini, rokok bisa dibeli karena harganya masih terjangkau dengan uang saku anak-anak.
-
Dimana lokasi pabrik terbesar YKK? Sementara pabrik terbesar Yoshida Industries berada di Georgia dengan kapasitas produksi sekitar 7 juta zipper dalam sehari.
-
Bagaimana Mendag memastikan pasokan tembakau dan cengkih untuk industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Apa yang ditemukan di Kawasan Industri Batang? Pada tahun 2019, seorang arkeolog asal Prancis bernama Veronique de Groot menemukan sebuah situs diduga candi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang di Desa Sawangan, Kecamatan Gringsing, Batang.
-
Dimana industri rotan di Cirebon berlokasi? Deretan produk rotan berbentuk kursi kuda, miniatur sepeda, tudung saji sampai ayunan anak menghiasi toko-toko di sepanjang jalan Desa Tegal Wangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
-
Apa arti kata "YKK" di resleting? YKK ternyata merupakan merek resleting ternama asal Jepang. YKK merupakan kepanjangan dari Yoshida Kogyo Kabushikikaisha, yang berarti PT. Yoshida Industri.
-
Bagaimana dampak cukai rokok terhadap industri hasil tembakau? "Kita dibatasi produksinya, tapi di lain pihak rokok ilegalnya meningkat. Kalau rokok ilegal menurut informasi dari kawan-kawan Kementerian Keuangan, itu hampir 7 persen. Kalau itu ditambahkan kepada produksi yang ada, pasti akan tidak turun," tuturnya.
"Rokok di kita ini sangat murah dan aksesnya mudah, kenaikan tarif cukai akan efektif kalau di backup dengan kebijakan pengendalian rokok," kata Tulus dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/12).
Dia menilai kenaikan tarif cukai 12 persen belum efektif. Alasannya dari sisi pemasaran produk masih menyisakan banyak masalah. Harga yang diatur Kementerian Keuangan hanya untuk rokok per bungkus isi 20 batang. Sementara tidak ada aturan untuk industri rokok untuk mengatur jumlah batang rokok per bungkus.
Akibatnya, tidak sedikit produsen yang memutar otak agar harga rokok per bungkus lebih murah dengan mengurangi jumlah batang rokok dalam satu kemasan. Celah yang dimanfaatkan ini membuat harga rokok yang dijual menjadi lebih terjangkau dari ketentuan yang dibuat pemerintah.
"Jadi di sisi retail masih murah, mana ada barang kena cukai yang harganya semurah permen. Hanya satu di dunia (ada di Indonesia)," kata dia.
Menurutnya, kenaikan tarif cukai hanya menjalankan mandat dari regulasi. Besaran kenaikan tarif cukai pun dinilai masih terbatas karena dalam Undang-Undang Cukai, pemerintah memiliki kesempatan untuk menaikkan tarif cukai rokok hingga 52 persen.
"Apa yang dilakukan pemerintah ini mandat regulasi, kalau tidak dilakukan nanti salah, makanya harus dieksekusi oleh Kementerian Keuangan berupa kenaikan tarif cukai (tembakau)," kata Tulus.
Kenaikan Cukai Rokok
Menurut Tulus, kenaikan cukai yang dilakukan pemerintah lebih mengutamakan aspek ekonomi ketimbang pengendalian konsumsi rokok. Tercermin dari kenaikan tarif rokok yang dihubungkan dengan potensi pendapatan pemerintah di tahun depan.
Mengingat pemasukan negara diperkirakan masih akan terganggu karena masih dalam momentum pemulihan ekonomi. Pendapatan pajak yang masih terbatas, membuat pemerintah memutar otak untuk mendapatkan sumber-sumber pendanaan di tahun depan.
"Pajak ini kan masih rendah dan dari sisi filosofi masih kurang pas. Cukai ini hanya efek samping atau pajak dosa. Padahal pengendalian konsumsi harus lebih menjadi fokus utama daripada potensi pendapatan negara," kata dia.
Selain meningkatkan tarif cukai rokok, pemerintah juga melakukan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) dari 10 lapisan (layer) menjadi hanya 8. Beberapa tarif cukai yang hanya selisih Rp 10 digabungkan, seperti Sigaret Kretek Mesin (SKM) II A dan SKM II B dilebur menjadi satu. Lalu ada Sigaret Putih Mesin (SPM) II A dan SPM II B yang juga dilebur menjadi satu.
Pertimbangan lainnya beberapa pabrikan memiliki produk yang berada di layer II A dan II B. Sehingga peleburan ini diharapkan bisa mengurangi potensi down trading dan mengurangi produksi.
Menanggapi hal tersebut, Tulus menilai seharusnya peleburan golongan rokok tersebut bisa dibuat lebih sederhana. Minimal menjadi 4 golongan agar harga jual rokok juga lebih tinggi dan efektif mengurangi jumlah perokok.
"Paling tidak 4 layer agar efektif untuk perlindungan konsumen," kata dia.
Beragamnya penggolongan jenis rokok tersebut kata Tulus hanya menguntungkan bagi industri besar. Sementara pendapatan negara dari cukai masih belum optimal dan dari sisi konsumen tetap banyak dirugikan.
"Kenaikan cukai 12 persen ini masih belum efektif melindungi konsumen untuk tidak terjebak dalam candu terhadap rokok," kata Tulus.
(mdk/azz)