Mengenang 16 Tahun Kepergian Chrisye, Ini Perjalanan Karier Sang Penyanyi Legendaris
Tepat pada 30 Maret 2007, penyanyi legendaris Chrisye wafat karena mengidap kanker paru-paru. Penyanyi sekaligus pencipta lagu ini meninggalkan berbagai prestasi dan karya yang akan selalu dikenang seluruh masyarakat Indonesia.
Tepat pada 30 Maret 2007, penyanyi legendaris Chrisye wafat karena mengidap kanker paru-paru. Penyanyi sekaligus pencipta lagu ini meninggalkan berbagai prestasi dan karya yang akan selalu dikenang seluruh masyarakat Indonesia.
Setelah 16 tahun, lagu-lagu Chrisye masih kerap menggema di berbagai kesempatan. Salah satu lagunya yang melegenda adalah Kala Cinta Menggoda hingga Lilin-Lilin Kecil.
-
Kapan Detty Kurnia memulai karier bermusiknya? Merujuk Instagram @budayakuring, Sabtu (20/1), Detty diketahui memulai karir bermusiknya pada era 1980-an.
-
Siapa Rizky Irmansyah? Rizky Irmansyah, sekretaris pribadi atau ajudan Prabowo, menjadi sorotan karena memiliki postur tubuhnya yang tinggi tegap serta kehadirannya yang sering mendampingi kegiatan Prabowo selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
-
Bagaimana Arsy Widianto menunjukkan bakatnya di bidang musik? Arsy Widianto tidak hanya bergantung pada nama besar ayahnya, tetapi juga terlibat dalam penulisan lagu-lagu yang ia nyanyikan, menunjukkan bakatnya yang orisinal dalam menciptakan karya musik.
-
Kapan Krisdayanti menjadi nenek? Kris Dayanti udah jadi nenek di bawah usia 50 tahun.
-
Siapa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo? Kartosoewirjo merupakan tokoh populer di balik pemberontakan DI/TII pada tahun 1948.
-
Siapa saja musisi yang berkolaborasi dengan Viky Sianipar di album 'Indonesia Beauty'? Di album ini ia berkolaborasi dengan musisi ternama seperti Sujiwo Tejo dan Ani Sukmawati.
H. Chrismansyah Rahadi lahir pada 16 September 1949 dengan nama Christian Rahadi. Saat usianya masih SD, musik-musik Frank Sinatra, Bing Crosby, Nat King Cole, Dean Martin yang diputar ayahnya dari sebuah piringan hitam semakin menebalkan kecintaan Chrisye kecil pada musik.
Menginjak remaja, pria yang menghabiskan masa kecilnya di kawasan Menteng ini bertetangga dengan Keenan Nasution bersaudara yang saat itu membentuk sebuah band Sabda Nada. Perkenalannya dengan Nasution bersaudara membuka peluang Chrisye menapaki dunia musik.
Pada tahun 1973, setelah mengambil cuti beberapa lama, dia mengikuti band tersebut ke New York untuk main musik. Setelah kembali ke Indonesia untuk waktu singkat, dia kembali ke New York dengan band lain, yaitu The Pro's. Sekembali ke Indonesia, pada tahun 1975 dia bekerja sama dengan Gipsy dan Guruh Soekarnoputra untuk merekam album indie Guruh Gipsy.
Setelah keberhasilan Guruh Gipsy, pada tahun 1977 Chrisye menghasilkan 2 karya terbaiknya, yaitu Lilin-Lilin Kecil tulisan James F. Sundah serta album jalur suara Badai Pasti Berlalu. Sukses kedua karya ini membuat Chrisye direkrut oleh Musica Studios, yang dengan perusahaan rekaman itu dia merilis album solo perdananya, Sabda Alam, pada tahun 1978.
Setelah memutuskan bahwa lagu pop yang romantis, dengan pengaruh easy listening, yang paling cocok untuk dirinya, Chrisye mulai merintis album berikutnya, Puspa Indah. Semua lagu kecuali satu ditulis oleh Guruh Sukarnoputra; album ini juga memuat lagu berbahasa Inggris "To My Friends on Legian Beach".
Dua lagu dari album ini, "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", digunakan dalam film tahun 1979 Gita Cinta dari SMA, beserta sekuelnya Puspa Indah Taman Hati. Dalam film Puspa Indah Taman Hati, Chrisye mendapatkan kameo sebagai penyanyi. Dengan popularitas film tersebut, album Puspa Indah pun menjadi laris; lagu "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", yang dijadikan singel, juga diterima dengan hangat.
Pada tahun 1981 Chrisye mendapatkan peran dalam film Indonesia Seindah Rembulan. Biarpun awalnya enggan, dia dibujuk Sys NS sehingga akhirnya setuju. Namun, di kemudian hari dia menyesalkan keputusan ini karena beranggapan bahwa produksinya kurang profesional dan sering bertantangan dengan sutradara Syamsul Fuad. Pada tahun yang sama dia menghasilkan Pantulan Cinta, sebuah kolaborasi dengan Yockie. Setelah album ini gagal di pasaran, Chrisye memutuskan untuk mengambil cuti panjang.
Setelah menikah, keadaan finansialnya kurang baik. Untuk itu, awal tahun 1983 Chrisye mulai menggarap album baru bersama Eros dan Yockie. Album yang dihasilkan, Resesi, dirilis pada tahun 1983. Album ini laris di pasar, dengan 350.000 keping terjual dan akhirnya disertifikasi perak, singelnya sendiri, "Lenny", "Hening", dan "Malam Pertama", banyak diputar di radio.
Setelah Resesi, Chrisye bekerja sama dengan Eros dan Yockie pada album Metropolitan tahun 1983. Album tersebut, yang dipengaruhi aliran new wave dan banyak membahas isu yang dihadapi para pemuda dan pemudi, diterima dengan baik oleh pasar sehingga diberi sertifikasi perak, singel "Selamat Jalan Kekasih" menjadi paling dominen.
Pada tahun berikutnya, Chrisye, Eros, dan Yockie bekerja sama lagi pada album Nona, yang memuat berbagai kritik sosial; album tersebut menghasilkan empat singel dan disertifikasi platinum. Biarpun Nona diterima baik oleh pasar, Chrisye mengambil keputusan untuk mencari suara baru dan memutuskan hubungan kerja dengan Eros dan Yockie di pertengahan tahun 1984.
Pada akhir tahun 1984 Chrisye mendekati pencipta lagu muda lain, Adjie Soetama, yang dia mengajak bekerja sama untuk menyiapkan album berikutnya. Sebab beat ringan dan melodi ceria sedang populer, mereka menggunakan gaya yang ringan. Perekaman album baru ini, Aku Cinta Dia, mulai pada tahun 1985, selain Adjie, ada sumbangan lagu dari Guruh dan Dadang S. Manaf.
Di tahun yang sama, Chrisye dan Adjie menghasilkan Hip Hip Hura, dan suatu kolaborasi lain, Nona Lisa, yang dirilis pada tahun 1987; kedua album tersebut mempunyai beat dan irama yang mirip Aku Cinta Dia dan terjual laris, biarpun tidak selaris kolaborasi pertama.
Sempat Ingin Meninggalkan Dunia Musik
Biarpun tiga album itu laris di pasar, Chrisye dan keluarganya masih dalam keadaan finansial yang sulit, sehingga dua kali mereka harus menjual mobil mereka. Ini membuat Chrisye mempertimbangkan berhenti dari dunia musik, biarpun akhirnya memutuskan untuk lanjut. Pada tahun 1988 merekam Jumpa Pertama, dan pada tahun berikutnya dia merilis Pergilah Kasih.
Pada tahun 1992 Chrisye merekam versi daur ulang dari lagu Koes Plus bertajuk "Cintamu T'lah Berlalu", dengan penataan musik oleh Younky; video klip untuk lagu tersebut juga disiarkan di MTV Asia Tenggara dan menjadi video klip Indonesia pertama untuk masuk MTV Amerika. Pada tahun berikutnya, Chrisye bekerja sama dengan Younky lagi untuk merekam Sendiri Lagi, sebuah proyek yang makan empat bulan untuk perancangan dan empat bulan untuk perekaman, video klip ini pun beredar di MTV Asia Tenggara.
Biarpun Sendiri Lagi cukup laris, pada awal dasawarsa 1990-an Chrisye mulai merasa tekanan dari industri musik yang semakin mengutamakan penampilan dan meningkatnya jumlah artis muda. Dia mulai mempertimbangkan meninggalkan dunia musik, sebab "merasa sudah sampai garis finish".
Biarpun banyak musisi tetap laku sampai umur 60-an, Chrisye memperhatikan bahwa para artis senior sudah mulai dikesampingkan oleh pendatang baru. Dalam keadaan depresi ini, Chrisye didekati oleh Jay Subiyakto dan Gauri Nasution, yang menawarkannya sebuah konser tunggal di Plenary Hall Jakarta Convention Center, yang pada saat itu belum pernah mengadakan konser tunggal untuk artis Indonesia. Karena tidak yakin bahwa penggemarnya cukup banyak untuk mengisi hal tersebut, Chrisye mula-mula menolak.
Setelah Chrisye diperkenalkan dengan Erwin Gutawa, yang diangkat untuk mempersiapkan konser, dan beberapa minggu ditekankan oleh Gauri, akhirnya Jay Subiyakto berhasil membujuk Chrisye dengan mengatakan bahwa itu mungkin kesempatan terakhir untuk menyelamatkan kariernya.
Karena kekurangan uang, mereka mendekati RCTI untuk meminta sponsor. Akan tetapi, mereka ditolak dan bahkan diejek dengan saran agar mengadakan konser di Monumen Nasional. Karena tidak bersedia menelantarkan rencana mereka itu, Chrisye, Subiyakto, dan Gutawa mengumpulkan sekelompok artis dan mulai pelatihan.
Menjelang hari ulang tahun RCTI yang ke-5, mereka rela menyetujui konser tersebut sebagai bagian dari perayaan mereka. Ribuan tiket yang tersedia terjual habis dalam 1 minggu.
Konser Sendiri diadakan pada tanggal 19 Agustus 1994. Chrisye membawakan sejumlah lagu hits serta menyanyikan beberapa duet, termasuk "Malam Pertama" dengan Ruth Sahanaya, di depan orkes penuh yang dipimpin oleh Gutawa. Di kemudian hari, Chrisye mengenang bahwa konser itu, yang diberi julukan Sendiri untuk menunjukkan bahwa konser "100% Indonesia" bisa berhasil, diadakan, para penonton, baik anak-anak maupun dewasa, sudah hafal lirik lagunya, baik yang lama maupun yang baru.
Menurut Chrisye, hal tersebut membuat dia berasa sangat kecil. Penuh semangat akibat sukses konser itu, Chrisye mengadakan konser lain di Kota Surabaya, Kota Surakarta, dan Kota Bandung, dengan menggunakan konvoi yang terdiri dari 24 truk dan bis untuk transportasi dan mengangkut alat-alat yang dibutuhkan. Tiket konser ini pun terjual habis.
Setelah AkustiChrisye, Gutawa menyarankan agar Chrisye mencoba gaya yang baru, dengan lagu yang lebih berat. Mereka lalu mulai bekerja sama untuk merekam Kala Cinta Menggoda, yang juga menggunakan orkes Australia. Akan tetapi, Chrisye ternyata kesulitan merekam salah satu lagunya, "Ketika Tangan dan Kaki Berkata", yang diberi lirik yang berdasarkan ayat 65 Surah Ya Sin oleh penyair Taufiq Ismail; setiap kali hendak menyanyikan lagu itu, Chrisye mendadak menangis.
Pada November, Chrisye meluncurkan Kala Cinta Menggoda. Video klip untuk lagu "Kala Cinta Menggoda", yang disutradarai Dimas Djayadiningrat, memenangkan MTV Video Music Award for South-East Asia pada tanggal 10 September 1998; Chrisye pergi ke Los Angeles untuk menerima penghargaan tersebut di Universal Amphitheatre.
Pada tahun 1999, Chrisye mulai mendaur ulang album Badai Pasti Berlalu atas permintaan Musica, biarpun dia merasa bahwa album asli sudah cukup; untuk album ini pula dia bergabung dengan Gutawa. Album baru itu, yang tetap diberi judul Badai Pasti Berlalu, memakan biaya sebanyak Rp800 juta untuk produksi dan promosi; biaya besar tersebut sebagian disebabkan perlunya mencari orkes Australia lain, Victorian Philharmonic Orchestra. Setelah diluncurkan, album ini pun laris, dengan menjual 350.000 keping dalam beberapa bulan.
Penghargaan
Chrisye menerima banyak penghargaan selama kariernya. Pada tahun 1979 dia terpilih sebagai Penyanyi Pria I Kesayangan Angket Siaran ABRI. Album Sabda Alam dan Aku Cinta Dia diberi sertifikasi emas, dan Hip Hip Hura, Resesi, Metropolitan, dan Sendiri disertifikasi perak.
Chrisye menerima tiga BASF Awards, yang diadakan pembuat kaset BASF sampai pertengahan tahun 1990-an, untuk album paling laris; yang pertama diterima pada tahun 1985 untuk Sendiri, lalu yang kedua pada tahun 1988 untuk Jumpa Pertama dan yang terakhir pada tahun 1989 untuk Pergilah Kasih.
Dia juga menerima BASF Lifetime Achievement Award pada tahun 1994 untuk sumbangannya ke dunia musik Indonesia; pada tahun yang sama dia menerima penghargaan sebagai Penyanyi Rekaman Terbaik. Pada tahun 1997 dia menerima penghargaan Anugerah Musik Indonesia (AMI) untuk Penyanyi Pop Pria Terbaik.
Tahun berikutnya, album Kala Cinta Menggoda menang sembilan AMI, termasuk Album Termaik; Chrisye sendiri menerima penghargaan sebagai Penyanyi Pop Pria Terbaik, Penyanyi Rekaman Terbaik, dan Perancang Grafis Terbaik (bersama dengan Gauri). Pada tahun 2007, setelah dia sudah meninggal, dia menerima penghargaan SCTV Lifetime Achievement Award pertama, yang diterima oleh putrinya Risty.
Mengidap Kanker
Pada bulan Juli 2005, Chrisye dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah karena sesak napas. Setelah 13 hari dirawat, dia dipindahkan ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura dan di sana dia dinyatakan mengidap kanker paru-paru. Biarpun khawatir bahwa dia akan kehilangan rambut panjangnya yang dia anggap sebagai bagian dari citranya, Chrisye tetap menjalani kemoterapi sebanyak 6 kali, dengan perawatan pertama pada tanggal 2 Agustus 2005.
Kesehatan Chrisye membaik pada tahun 2006 dan dia merasa cukup kuat untuk mengikuti wawancara panjang dengan Alberthiene Endah pada bulan Mei dan November 2006 saat Alberthiene menulis biografinya, Chrisye: Sebuah Memoar Musikal. Dia juga menghasilkan dua album kompilasi, Chrisye by Request dan Chrisye Duets namun dia merasa kurang sehat untuk menghasilkan lagu baru. Pada awal Februari 2007 kondisi fisiknya kembali memburuk.
Pada 30 Maret 2007, Chrisye meninggal pada pukul 4.08 WIB di rumahnya di Cipete, Kota Administrasi Jakarta Selatan. Dia dikebumikan di TPU Jeruk Purut hari itu juga. Ratusan orang menghadiri pemakamannya itu, termasuk Erwin Gutawa, Titiek Puspa, Ahmad Albar, Sophia Latjuba, dan Ikang Fawzi. Pemakaman ini dinodai aksi beberapa pencopet, salah satunya ditangkap tapi lalu dibebaskan.
Seratus hari setelah meninggalnya Chrisye, Musica mengeluarkan dua album kompilasi. Album ini, dengan judul Chrisye in Memoriam - Greatest Hits dan Chrisye in Memoriam – Everlasting Hits, termasuk empat belas lagu per keping dari sepanjang kariernya bersama Musica. Pada tanggal 1 Agustus 2008, singel Chrisye terakhir, "Lirih", yang ditulis oleh Aryono Huboyo Djati, diluncurkan.
Lagu tersebut mula-mula dirahasiakan, dan tanggal perekamannya tidak diketahui. Menurut Djati, lagu itu direkam sebagai hiburan. Sebuah video klip yang disutradarai Vicky Sianipar dan termasukAriel Peterpan, Giring Ganesha dari Nidji, dan istri Chrisye, Yanti, lalu dirilis.
(mdk/azz)