Mengupas Dampak Indonesia Naik Jadi Negara Berpendapatan Kelas Menengah Atas
Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari berpendapatan menengah ke bawah menjadi negara berpendapatan menengah ke atas. Kenaikan status tersebut diberikan setelah berdasarkan assessment Bank Dunia terkini, GNI per capita Indonesia tahun 2019 naik menjadi USD4.050 dari posisi sebelumnya USD3.840.
Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income country) menjadi negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income country). Kenaikan status tersebut diberikan setelah berdasarkan assessment Bank Dunia terkini, GNI per capita Indonesia tahun 2019 naik menjadi USD4.050 dari posisi sebelumnya USD3.840.
Sebagaimana diketahui, Bank Dunia membuat klasifikasi negara berdasarkan GNI per capita dalam 4 kategori, yaitu: Low Income (USD1.035), Lower Middle Income (USD1.036 - USD4,045), Upper Middle Income (USD4.046 - USD12.535) dan High Income (>USD12.535).
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya? Jika dibandingkan dengan kuartal II-2022, ekonomi RI mengalami perlambatan. Sebab tahun lalu di periode yang sama, ekonomi mampu tumbuh 5,46 persen (yoy).
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023 meningkat dibandingkan dengan kuartal I-2023? “Pertumbuhan ekonomi kita secara kuartal (q-to-q) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan triwulan II selalu lebih tinggi dibandingkan di triwulan I,” terang Edy.
-
Kapan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,17 persen secara tahunan? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Bagaimana strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? Oleh karena itu, pendekatan pembangunan perlu diubah dari reformatif menjadi transformatif yang setidaknya mencakup pembangunan infrastruktur baik soft maupun hard, sumber daya manusia, riset, inovasi, reformasi regulasi, tata kelola data dan pengamanannya serta peningkatan investasi dan sumber pembiayaan.
-
Kenapa bunuh diri di kalangan remaja semakin meningkat di Indonesia? Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari 700.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat bunuh diri. Di Indonesia, angka kematian akibat bunuh diri juga menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Data POLRI mencatat bahwa pada tahun 2023 terjadi 1.350 kasus bunuh diri, naik drastis dari 826 kasus di tahun sebelumnya.
Klasifikasi kategori ini biasa digunakan secara internal oleh Bank Dunia, namun juga dirujuk secara luas oleh lembaga dan organisasi internasional dalam operational guidelines. Bank Dunia menggunakan klasifikasi ini sebagai salah satu faktor untuk menentukan suatu negara memenuhi syarat dalam menggunakan fasilitas dan produk Bank Dunia, termasuk loan pricing (harga pinjaman).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan melepaskan diri dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap jadi salah satu tantangan perekonomian Indonesia ke depan. Dia menyebut hanya sedikit negara yang berhasil lolos dari jebakan middle income yaitu Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Oleh karena itu, Indonesia harus memperhatikan sejumlah masalah terkait dengan produktivitas, daya saing, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Meski disebut jadi kabar baik, kenaikan peringkat Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah ke atas sudah terjadi sejak setahun belakangan.
Pada 2019 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan rata-rata pendapatan orang Indonesia per tahun atau pendapatan per kapita mencapai USD 3.927 atau sekitar Rp56 juta pada 2018. Naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya USD 3.876 atau Rp51,9 juta per tahun.
Kenaikan pendapatan per kapita itu mengantarkan Indonesia naik peringkat ke kelompok negara berpendapatan menengah ke atas versi Bank Dunia. Kendati demikian butuh 23 tahun bagi Indonesia untuk naik peringkat dari negara berpendapatan menengah ke bawah menjadi negara berpendapatan menengah ke atas.
Dengan naiknya status ini, akan memberikan dampak bagi Indonesia, baik dampak positif maupun negatif.
Dampak Positif
Kementerian Keuangan mencatat, Kenaikan status Indonesia tersebut merupakan bukti atas ketahanan ekonomi Indonesia dan kesinambungan pertumbuhan yang selalu terjaga dalam beberapa tahun terakhir.
"Hal tersebut juga merupakan buah kerja keras masyarakat dan Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas dan berkelanjutan," tulis keterangan Kementerian Keuangan, Kamis (2/7).
Pemerintah juga terus mendorong serangkaian kebijakan reformasi struktural yang difokuskan pada peningkatan daya saing perekonomian, terutama aspek modal manusia dan produktivitas, kapasitas dan kapabilitas industri untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi defisit transaksi berjalan, dan pemanfaatan ekonomi digital untuk mendorong pemberdayaan ekonomi secara luas dan merata.
Peningkatan status ini akan lebih memperkuat kepercayaan serta persepsi investor, mitra dagang, mitra bilateral dan mitra pembangunan atas ketahanan ekonomi Indonesia. Pada gilirannya, status ini diharapkan dapat meningkatkan investasi, memperbaiki kinerja current account, mendorong daya saing ekonomi dan memperkuat dukungan pembiayaan.
Kenaikan status ini juga merupakan tahapan strategis dan landasan kokoh menuju Indonesia Maju Tahun 2045. Untuk menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia, beberapa kebijakan yang perlu ditingkatkan antara lain memperkuat sumber daya manusia melalui pendidikan, program kesehatan, dan perlindungan sosial, membangun infrastruktur yang layak untuk menyokong mobilitas dan mendorong pembangunan, memperkaya inovasi dan teknologi dalam menjawab tantangan industri ke depan, memperbaiki kualitas layanan dan meningkatkan efisiensi proses bisnis serta menjaga APBN yang sehat sebagai kunci sukses menuju Indonesia Maju 2045.
Tak hanya itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengapresiasi kenaikan status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper middle class income) yang ditetapkan Bank Dunia. Menurutnya, hal itu dapat menaikkan kepercayaan diri para pelaku usaha di Tanah Air, termasuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Ini berita yang menggembirakan di tengah Covid-19, di tengah ancaman krisis global, Indonesia naik kelas. Jadi mungkin yang paling penting sekarang kita memanfaatkan peringkat baru ini untuk lebih percaya diri, dunia usaha lebih percaya diri bahwa kita bisa menjadi negara yang menarik untuk investasi, termasuk juga kita bisa menjadi kekuatan ekonomi yang lebih besar dari sekarang," tuturnya di Gedung Smesco, Jakarta, Kamis (2/7).
Menurut dia, pelaku UMKM harus dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk ikut naik kelas dan mengembangkan usahanya. "Ini sekarang saatnya UMKM naik kelas. Naik kelas dalam pengertian begini, misalnya dalam skala sederhana penjualan naik. Kualitas produk naik. Tapi juga skala usahanya, kewirausahaannya," imbuh Teten.
Dampak Negatif
Pengamat Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, ada dempak negatif dari kenaikan status negara berpendapatan menengah ke atas ini. Pertama, dari sisi perdagangan internasional konsekuensinya produk Indonesia semakin sedikit mendapatkan fasilitas untuk keringanan tarif.
Misalnya, Amerika Serikat (AS) akan mencabut fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), padahal banyak produk yang diuntungkan dari fasilitas GSP seperti tekstil, pakaian jadi, pertanian, perikanan, coklat, hingga produk kayu. Indonesia bisa saja dikeluarkan dari list negara penerima fasilitas tersebut.
"Kalau AS sampai cabut GSP, maka Kanada, Eropa juga menyusul. Padahal situasi pandemi kita memerlukan kenaikan kinerja ekspor yang lebih tinggi. Justru ini buruk bagi neraca dagang ke depannya," kata Bhima saat dihubungi Merdeka.com.
Kedua, dampak signifikan dari pembiayaan utang. naiknya status menjadi upper middle income berarti Indonesia makin dianggap mampu membayar bunga dengan rate yang lebih mahal. Negara-negara kreditur juga akan memprioritaskan negara yang income nya lebih rendah dari Indonesia khususnya negara kelompok low income countries.
Dengan kondisi ini maka pilihan Indonesia untuk mencari sumber pembiayaan murah makin terbatas. Pinjaman bilateral dengan bunga 0,5-1 persen tentunya makin berat. Akibatnya pemerintah makin gencar terbitkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dijual dengan market rate.
"Sekarang saja sudah di atas 7 persen bunga nya. Mahal sekali dan pastinya kedepan porsi SBN makin dominan dibandingkan pinjaman bilateral dan multilateral yang bunganya lebih murah," imbuhnya.
Ketiga, kenaikan status tanpa adanya perubahan struktur ekonomi justru mengancam serapan tenaga kerja. Porsi industri manufaktur terhadap PDB per triwulan I-2020 terus alami penurunan di bawah 20 persen. Deindustrialisasi prematur jalan terus. Idealnya untuk naik kelas yang didorong itu ya industri manufaktur karena disitu ada nilai tambah dan serapan tenaga kerja yang besar.
"Kita terlalu cepat masuk ke sektor jasa, oleh karena itu motor ekonominya rapuh. Ini harus diperbaiki untuk lepas dari jebakan kelas menengah. Jangan berbangga dulu karena sebenarnya upper middle income ya status Indonesia masih negara berpendapatan menengah," jelasnya.
(mdk/azz)