Mengupas Skema Penyelamatan Proyek Kereta Cepat Hingga Risikonya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini setelah mengetahui anggaran penuntasan proyek kereta cepat membengkak mencapai USD1,9 miliar atau Rp27 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini setelah mengetahui anggaran penuntasan proyek kereta cepat membengkak mencapai USD1,9 miliar atau Rp27 triliun.
Keputusan Kepala Negara itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.
-
Kapan uji coba Kereta Cepat Jakarta Bandung dimulai? Uji coba Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan dimulai besok, Jumat 15 September 2023 hingga 30 September 2023.
-
Dimana lokasi pembangunan Depo Tegalluar untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung? Markas Besar Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pembangunan Depo Tegalluar yang menjadi markas Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini sudah mencapai 83,70 persen.
-
Mengapa kereta cepat Jakarta-Bandung mendapat sambutan baik dari masyarakat? Uji coba Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan dimulai besok, Jumat 15 September 2023 hingga 30 September 2023. Tak ayal, hal ini disambut baik oleh masyarakat, khususnya warga yang tinggal di sekitar KCJB.
-
Di mana stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung yang terhubung dengan moda transportasi lain? Stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung sendiri terdiri dari empat stasiun, yaitu Stasiun Kerawang, Stasiun Halim, Stasiun Tegalluar, dan Stasiun Padalarang. Setiap stasiun tersebut dibuat terintegrasi dengan moda transportasi lain di masing-masing wilayah.
-
Bagaimana integrasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan transportasi massal di setiap wilayah? Setiap stasiun akan terintegrasi dengan moda transportasi massal di setiap wilayah.
-
Apa fasilitas yang ditawarkan oleh kereta cepat Jakarta-Bandung di kelas VIP? Kelas ini terdiri dari 18 kursi dalam 1 gerbong kereta. Selain itu, kelas VIP memiliki pengaturan tempat duduk 1-2. Interior kategori kelas VIP dibuat khusus dari faux leather dengan motif bordir. Kelas ini memiliki fasilitas berupa WiFi, USB charger, display informasi perjalanan, dan bagasi penyimpanan barang.
Dalam Perpres tersebut dijelaskan, pembiayaan melalui APBN akan melalui skema penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di mana konsorsium pelaksana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dipimpin PT Kereta Api Indonesia dan terdiri dari PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Namun sebelum proses ini terjadi, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir lebih dulu meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan reviu secara menyeluruh terhadap perhitungan kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) serta dampaknya terhadap studi kelayakan terakhir proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
"Kami dari Kementerian BUMN sudah minta audit oleh BPKP. Jadi audit dulu baru ditetapkan berapa sebenarnya angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KCIC ini," kata Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Arya mengharapkan proses audit dilakukan oleh BPKP bisa selesai sampai akhir tahun ini. Sehingga dapat diketahui berapa anggaran kekurangan terhadap proyek tersebut yang kemudian nantinya akan ditutupi oleh pemerintah melalui APBN
"Sehingga kita ke meminta bantuan dari pemerintah itu angkanya bener-bener sudah bersih itu prinsipnya. Jadi audit dulu dari BPKP dari sanalah kita akan dapat angka yang sebenarnya yang dibutuhkan," ujarnya.
"Jadi tidk ada namanya kelebihan anggaran ataupun akibat pembangunan ini, kita jaga gitu. Tidak ada potensi-potensi apapun di sana potensi korupsi, potensi penyelewengan tidak akan kita akomodir," sambungnya.
Selain skema penyelamatan, berikut fakta-fakta tentang proyek kereta cepat Jakarta Bandung, seperti dirangkum Merdeka.com.
Penyebab Anggaran Membengkak
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengungkapkan, beberapa penyebab anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya (cost over run) yang tidak sedikit. Salah satunya akibat pandemi Covid-19 yang membuat kondisi perusahaan mengalami tekanan.
Dia menyebut, para pemegang saham kereta cepat seperti PT Wijaya Karya Tbk terganggu cast flow-nya akibat pandemi Covid-19. Sebab pembangunan dilakukan Perseroan belakangan ini banyak terhambat dan terhenti akibat virus asal China itu
Kemudian PT Kereta Api Indonesia atau KAI, karena pandemi membuat jumlah penumpang terdampak atau mengalami penurunan drastis. Kondisi itu membuat mereka tidak bisa menyetorkan dananya sesuai apa yang dipersiapkan dalam perencanaan tanpa ada pandemi.
Pemegang saham lainnya seperti Jasa Marga juga babak belur. Dengan kondisi pandemi Covid-19 seluruh program-program mereka banyak terhambat. Apalagi kapasitas tol dalam dua bulan berturut pada saat itu tidak sama dengan yang sebelumnya, sehingga membuat mereka agak sedikit terhambat untuk menyetor dana.
"Kita ingin supaya pembangunan yang tepat waktu. Jangan tertunda dan Corona datang. Ini membuat ada beberapa hal yang menjadi agak terhambat," kata Arya kepada wartawan, Minggu (10/10).
Arya menyebut, saat ini pelaksanaan dan progres daripada pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sendiri sudah cukup bagus yakni sudah 80 persen. Dengan progres tersebut maka mau tidak mau Kereta Cepat Jakarta-Bandung harus tetap dapat berjalan dengan baik dengan suntikan dana dari pemerintah.
Terlebih hampir di negara-negara manapun pemerintahnya juga ikut campur dalam pendanaan kereta api cepat. "Maka mau tidak mau kita harus meminta pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan," kata dia.
Jokowi Tunjuk Luhut Pimpin Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Presiden Joko Widodo menunjuk Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan sebagai pemimpin komite kereta cepat antara Jakarta dan Bandung. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93/2021 terkait perubahan atas Perpres nomor 107/2015 terkait Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diteken pada 6 Oktober 2015.
"Dengan peraturan Presiden ini dibentuk Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Menteri Perhubungan, yang selanjutnya disebut dengan Komite," pada pasal 3A dikutip merdeka.com, Jumat(8/10).
Tidak hanya itu dalam peraturan tersebut juga mengubah posisi Menko Perekonomian pada perpres sebelumnya mengkoordinasikan percepatan pelaksanaan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung, kini juga didapuk oleh Luhut Binsar Panjaitan. Hal tersebut tertuang pada pasal 15.
"Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengoordinasikan percepatan pelaksanaan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung," dalam pasal 15.
Dengan adanya perubahan tersebut, pada pasal 16 juga diubah. Sebelumnya konsorsium badan usaha milik negara dalam rangka penugasan menyampaikan laporan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara dan menteri lain yang terkait secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama pembangunan prasarana. Kini konsorsium BUMN hanya melaporkan kepada Menko Marves selaku pimpinan komite.
Proyek Kereta Cepat akan Ganggu Alokasi APBN 2022
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyoroti keputusan pemerintah mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini setelah diketahui bahwa anggaran penuntasan proyek tersebut membengkak.
Bima mengatakan, penggunaan APBN dalam proyek kereta cepat jadi indikasi secara bisnis proyek tidak layak, sehingga harus ada uang negara yang masuk. Pada akhirnya, tentu ini akan berdampak kepada alokasi APBN di 2022.
"Dampak jangka pendeknya suntikan ke proyek kereta cepat bisa ganggu alokasi APBN pada 2022. Padahal pemerintah juga punya alokasi untuk perlindungan sosial, belanja rutin sampai pembayaran bunga utang," kata Bima kepada merdeka.com, Senin (11/110).
Bima melanjutkan dengan target defisit APBN di bawah 3 persen tahun 2023, maka mau tidak mau ada belanja prioritas yang digeser untuk kereta cepat pada tahun depan. "Pertanyaan besarnya dana kereta cepat mau ambil dari pos belanja yang mana?," imbuhnya.
Sementara jangka panjangnya jika proyek ini didanai oleh APBN, subsidi untuk operasional kereta cepat bisa sangat mahal. Sebagai gambaran sederhana saja, dengan biaya proyek bengkak, pengguna kereta api cepat akan berasal dari kalangan menengah ke atas. Sebab tidak mungkin tiketnya dijual murah dengan dinamika sudah terjadi
"Di sinilah proyek yang dipaksakan jalan, akhirnya jadi beban bagi belanja pemerintah dan masyarakat. Apakah masyarakat yang bayar pajak ke pemerintah rela uangnya digunakan untuk subsidi kereta cepat?," jelas Bima.
Oleh karena itu, dirinya mendorong agar pemerintah mulai membuat kajian terminasi proyek kereta cepat terhadap penghematan APBN dan contigency risk dari BUMN. "Opsi terbaik adalah terminasi proyek sebelum tingkat kerugian membengkak," ujarnya.
Risiko Pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pakai APBN
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menilai, keputusan Presiden Joko Widodo mengizinkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengundang banyak risiko. Apalagi beban APBN saat ini cukup berat di tengah kondisi pandemi Covid-19.
"Memang harus diakui keputusan tersebut mengandung banyak risiko," kata Piter kepada merdeka.com, Senin (11/10).
Piter mengatakan, penggunaan APBN sendiri sebetulnya memang tidak masalah. Sebab, APBN di tahun ini masih terlindungi oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Di mana pemerintah diizinkan melewati ambang batas defisit 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hanya saja, perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah menenangkan publik. Bagaimana pemerintah bisa menjelaskan kepada masyarakat kenapa pembangunan proyek tersebut bisa membengkak dan harus menggunakan APBN sebagai pilihan terakhir.
"Saya kira pemerintah harus benar-benar hati. Pertanyaan publik terkait mengapa terjadi lonjakan biaya misalnya harus benar-benar tuntas dijawab," ujar dia.
Dia melanjutkan, pada tahun ini saja, dalam peta risiko fiskal, pembangunan infrastruktur oleh BUMN dikategorikan sebagai kategori risiko yang 'sangat mungkin' terjadi. Adapun beberapa potensi risiko fiskal yang bersumber dari penugasan BUMN infrastruktur antara lain:
(1) Proyek yang dibangun oleh BUMN bersifat feasible secara ekonomi, tetapi secara komersial tidak sepenuhnya viable;
(2) fluktuasi variabel ekonomi makro;
(3) perubahan regulasi termasuk penentuan tarif yang tidak sesuai dengan rencana pengembalian investasi;
(4) Risiko operasional yang melekat pada pembangunan proyek infrastruktur;
(5) Risiko operasional dari pengelolaan aset iinfrastruktur yang dapat menurunkan kinerja keuangan BUMN dan;
(6) Tuntutan hukum.
"Risiko berikutnya, risiko politik. Pengelolaan APBN terkait pembangunan kereta api cepat sangat potensial dijadikan isu politik. Apalagi kalau nanti terbukti ada masalah misal penyalahgunaan atau bahkan korupsi," pungkas dia.
Balik Modal Proyek Kereta Cepat Sampai 40 Tahun
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyayangkan pernyataan Faisal Basri yang menyebutkan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah proyek gagal. Seperti diketahui, Ekonom Senior UI itu menyebut bahwa proyek kereta cepat tidak akan balik modal.
"Kita menyayangkan omongannya Faisal Basri. Dia salah total yang mengatakan bahwa sampai kapanpun pasti rugi itu," kata Arya kepada wartawan, Kamis (14/10).
Arya mengemukakan, secara logikanya mana mungkin banyak investor yang masuk jika memang ini adalah proyek yang rugi. Bahkan, Arya menuding bahwa apa yang disampaikan oleh Faisal Basri hanya bersifat subjektif tidak berdasarkan hitungan.
"Itu Faisal Basri itu konyol betul itu, dan kelihatan beliau itu tidak pakai angka tidak pakai analisa hanya subjektifnya saja yang muncul gitu. Jadi itu kesalahan besar sayang sekaliber Faisal Bahri itu ngomong seperti itu. Itu enggak benar," tegas Arya.
Dia menjelaskan, secara konservatif hitungan kasar balik modal dalam investasi kereta cepat ini bersifat jangka panjang atau sekitar 40 tahun. Hitungan ini hampir sama dengan proyek MRT.
"Hampir semua di dunia namanya Railway investasi di kereta seperti itu pasti panjang tidak mungkin pendek. Dan ini umum seperti itu hampir semua negara yang investasi untuk urusan kereta cepat begitu untuk balik modal dan lainnya. Coba saja cek di MRT coba cek berapa tahun mirip-mirip tidak akan jauh sekitar 40 tahun," katanya.
(mdk/azz)