Menhub Pertimbangkan Pakai Avtur Ramah Lingkungan
Upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan (SAF) bukan hanya menjadi inovasi semata.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mendorong agar bahan bakar avtur menjadi ramah lingkungan dan tidak menjadi beban lingkungan di Indonesia. Hal ini dia sampaikan dalam side event Forum Transportasi Udara se-Asia Pasifik di BNDCC, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.
"ICAO (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional) sebagai lembaga internasional selalu mengkaji bagaimana kehidupan atau aviasi ini tidak menambah beban lingkungan," kata Menhub Budi, Selasa (17/9).
- Upaya 9 Kabupaten Lestari Menuju Kemandirian di 2045
- Begini Pentingnya Inovasi dan Kolaborasi Industri-Pemerintah untuk Atasi Tantangan Air di Indonesia
- Begini Cara Kereta Api Isi Bahan Bakar, Harus Dilakukan Petugas Khusus
- Pemerintah Bakal Sulap Buah Kelapa Tak Layak Konsumsi Jadi Bahan Bakar Pesawat
Budi mengatakan, pemakaian avtur di Indonesia cukup masif. Oleh karenanya, inisiasi dari ICAO dan Indonesia, sebagai salah satu anggota yang aktif berpusat di Montrail, berpikir bahwa avtur tidak saja menggunakan avtur yang berbahan bakar fosil.
Ke depan, imbuh Budi, pemerintah bersama pihak terkait akan meningkatkan atau mengubah secara bertahap dengan avtur yang ramah lingkungan.
"Pembicaraan kita lakukan tetapi upaya untuk menjalankan, melakukan, kita sudah bahas. Pak Menko (Luhut Binsar Pandjaitan) sudah melakukan beberapa inisiatif, beberapa pihak sudah kita ajak untuk bersama-sama karena ini berkaitan dengan teknis, finansial dan juga berkaitan dengan pemasaran," jelasnya.
Namun, hingga saat ini konversi avtur ke ramah lingkungan masih dilakukan secara bertahap. Mengingat, bisnis penerbangan masih berjuang membuat suatu skala ekonomis yang baik.
Kemudian, tentu memiliki satu potensi yang banyak dan menjadi satu produsen bukan saja sebagai pengguna dan untuk pengguna avtur ramah lingkungan akan dimulai pada tahun 2027 mendatang.
"Penggunaan avtur ramah lingkungan akan bertahap. Kita akan mulai lakukan di 2027, dan kita akan final melakukan semuanya di 2060. Butuh waktu karena satu teknologinya dibutuhkan, tetapi juga pricingnya juga harus mencari titik ekuilibrium yang baik," ujarnya.
Inisiasi gunakan minyak jelantah
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai Indonesia berpotensi meraup untung Rp12 triliun dari minyak jelantah, sebagai bahan bakar aviasi ramah lingkungan (sustainable aviation fuel,SAF).
Potensi ini bisa direalisasikan dengan rata-rata jumlah pasokan SAF Indonesia yang diekspor ke luar negeri.
"Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah tiap tahunnya, di mana 95 persennya dieskpor ke beberapa negara," demikian penjelasan Luhut sebagaimana dikutip melalui laman instagram @luhut.pandjaitan, Kamis (30/5).
Dalam rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, Luhut merujuk data IATA yang menyebutkan Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan. Dengan asumsi kebutuhan bahan bakar mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.
Sebagai informasi, Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF, untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B.
"Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil," kata dia.
"Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penciptaan nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina, diestimasikan bahwa penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya," ujar Luhut.
Luhut menyadari bahwa seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting.
“Dari berbagai data dan kajian, bisa saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia,” kata dia.
Karena itu, lanjutnya, upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan (SAF) ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global.
“Saya menargetkan setelah keluarnya peraturan presiden, SAF dapat kami launching payung hukumnya selambatnya pada Bali International Airshow 2024, September mendatang,” kata Luhut.