Menteri Arifin Ingin Contek Cara Guyana dan Mozambik Demi Tarik Minat Investor Hulu Migas
Banyak investor hulu migas kabur dari Indonesia dan memilih investasi di Guyana dan Mozambik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji penyederhanaan kebijakan di sektor hulu migas. Hal ini guna menciptakan daya tarik investasi bagi pihak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dalam hal ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyoroti skema kebijakan sederhana yang diterapkan Guyana dan Mozambik. Itu jadi sebab banyak KKKS yang kabur ke dua negara kecil tersebut.
"Banyak KKKS lari ke tempat lain ya, Guyana contohnya, kemudian Mozambik. Mereka keluarkan skema yang simple, yaitu tax dan royalti saja," kata Arifin di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (2/8).
Sementara dari sisi peraturan di Indonesia, sambungnya, KKKS masih dikenakan sejumlah tarif pajak. Mulai dari indirect taxes, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hingga bea masuk.
"Sehingga kita sedang perbaiki PP Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017. Mudah-mudahan ini bisa diselesaikan," imbuhnya.
Kendati begitu, Arifin menambahkan, pengenaan PBB untuk kegiatan eksploitasi hulu migas tidak akan dihapus. Namun, skemanya akan diubah demi memantik minat investasi lebih besar, yakni hanya dikenakan pada sisi lifting untuk bagian KKKS.
"Jadi harusnya hanya dikenakan pada lifting bagian KKKS saja, tapi yang punya pemerintah selama ini juga dikenakan, jadi dua kali ya. Ini lah memang policy baru yang kita upayakan. Pajak-pajak yang terlalu banyak membebani itu akan disesuaikan supaya tidak numpuk lah pajaknya," terangnya.
Selain itu, pemerintah bakal menyederhanakan komponen pada Production Sharing Contract (PSC) jenis gross split, dari 13 komponen menjadi hanya 5 komponen.
Ada juga rencana menambah pembagian bagi kontraktor dalam rangka menciptakan daya tarik. Sebagai contoh, Arifi menyebut untuk pengeboran migas non konvensional (MNK) bisa mendapat split yang lebih besar, dengan alasan ongkos yang lebih tinggi.
"MNK itu bisa dapat lebih besar karena cost-nya banyak, risiko tinggi. PSC-nya juga itu gross split, karena kalau cost recovery ada prosedur yang butuh waktu lama," jelas Arifin.