OJK Beberkan Tantangan Besar Pengembangan Keuangan Digital RI
Berdasarkan data OJK, sebanyak 54 juta masyarakat Indonesia masih belum terjangkau layanan keuangan konvensional salah satunya bank sehingga banyak masyarakat yang belum memiliki akun bank. Meski begitu OJK menargetkan 75 persen masyarakat bisa terinklusi pada 2020.
Layanan keuangan atau finansial berbasis digital (fintech) jadi primadona di tengah pandemi. Hal ini seiring dengan pembatasan sosial guna menekan penyebaran covid-19, sehingga banyak orang memanfaatkan layanan daring.
Melihat situasi sekarang ini, fintech disebut-sebut menjadi salah satu kunci penting dalam pemulihan ekonomi nasional. Namun demikian, Deputi Komisioner Institute dan Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sukarela Batunanggar menyebutkan sejumlah tantangan besar yang menghambat perkembangan financial digital di Indonesia.
-
Apa yang dikatakan OJK mengenai sektor jasa keuangan Indonesia saat ini? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Kenapa OJK meluncurkan roadmap Fintech P2P lending? Peluncuran roadmap ini merupakan upaya OJK untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan pelindungan konsumen serta berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
-
Bagaimana OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana OJK meningkatkan sinergi dan kolaborasi untuk memperluas akses keuangan? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama seluruh pemangku kepentingan terus meningkatkan sinergi dan kolaborasi memperluas akses keuangan di seluruh wilayah Indonesia dalam mendukung Pemerintah mencapai target Inklusi Keuangan sebesar 90 persen pada 2024.
-
Kenapa OJK mengupayakan perluasan akses keuangan di Jawa Tengah? Otoritas Jasa Keuangan bersama seluruh pemangku kepentingan terus memperluas akses keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah.
-
Bagaimana OJK mendorong pengembangan perbankan syariah? Berbagai kebijakan dikeluarkan OJK untuk mendorong pengembangan perbankan syariah bersama stakeholders terkait beberapa inisiatif seperti: Mulai dari perbaikan struktur industri perbankan syariah yang dilakukan melalui konsolidasi maupun spin-off unit usaha syariah (UUS). Lalu penguatan karakteristik perbankan syariah yang dapat lebih menonjolkan inovasi model bisnis yang lebih rasional, serta pendekatan kepada nasabah yang lebih humanis; Pengembangan produk yang unik dan menonjolkan kekhasan bank Syariah, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat untuk meningkatkan competitiveness perbankan syariah. Lalu, peningkatan peran bank syariah sebagai katalisator ekosistem ekonomi syariah agar segala aktivitas ekonomi syariah, termasuk industri halal agar dapat dilayani dengan optimal oleh perbankan syariah; dan Kelima, peningkatan peran bank syariah pada dampak sosial melalui optimalisasi instrumen keuangan sosial Islam untuk meningkatkan social value bank syariah.
Salah satunya yakni rendahnya inklusi keuangan di Indonesia. Berdasarkan data OJK, sebanyak 54 juta masyarakat Indonesia masih belum terjangkau layanan keuangan konvensional salah satunya bank sehingga banyak masyarakat yang belum memiliki akun bank. Meski begitu OJK menargetkan 75 persen masyarakat bisa terinklusi pada 2020.
“Ada gap (pembatas) yang besar dalam pendanaan kredit UMKM, rendahnya literasi financial digital, dan rendahnya sumber daya untuk fintech dan startup,” kata Sukarela dalam OJK Virtual Innovation Day, Senin (24/8).
Rendahnya literasi financial digital ini cukup menjadi sorotan. Pasalnya, pengguna internet di Indonesia mencapai 52,8 persen dan 34 persen memahami channel digital. Namun, hanya 8,3 persen pengguna channel digital.
Rendahnya SDM
Begitupun tantangan terkait rendahnya sumber daya manusia untuk fintech dan startup. Berdasarkan data Bank Dunia, 60 persen responden setuju adanya kekurangan sumber daya dalam fintech, dan 58 persen menemukan adanya sumber daya yang tidak cukup memenuhi kriteria mereka.
Untuk itu, OJK merespons tantangan tersebut dengan 3 cara. Yakni menerbitkan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan, mengembangkan kapasitas finansial, dan mengembangkan industri finansial.
Menurutnya, regulasi yang seimbang berfungsi untuk stabilitas finansial, perlindungan konsumen, pertumbuhan yang terakselerasi, dan pengembangan inovasi finansial.
"Pengembangan dalam industri keuangan meliputi inovasi finansial, perlindungan konsumen, market conduct, dan people empowerment. Membangun kapasitas finansial meliputi akses finansial untuk masyarakat, literasi finansial, dan membangun jiwa entrepreneurship," pungkas dia.
Reporter: Pipit Ika Ramdhani
Sumber: Liputan6.com