Operasi pasar tak ampuh tekan harga daging jadi Rp 80.000 per Kg
Operasi pasar tidak memberikan dampak yang signifikan.
Kebijakan Operasi Pasar (OP) untuk menurunkan harga daging sapi menjadi Rp 80.000 per kilogram dinilai belum berhasil. Buktinya, harga daging sapi saat ini masih berkisar Rp 115.000-135.000 per kilogram.
Direktur Pengadaan Badan Urusan Logistik (Bulog), Wahyu mengatakan, niatan pemerintah menjual harga daging sapi di angka Rp 80.000 per kilogram belum diiringi dengan desain yang matang dalam pola tata niaga yang digulirkan, sehingga pada saat digelontorkan banyak pihak yang dirugikan.
-
Kapan harga bahan pangan di Jakarta terpantau naik? Situs Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu 21 Februari 2024 pukul 13.00 WIB menunjukkan kenaikan harga beberapa bahan pangan, terutama beras dan cabai rawit merah.
-
Kenapa Jambal Roti harganya lebih mahal dari daging sapi? Mahalnya harga ikan asin Jambal Roti ini juga terkait proses pengasinannya yang terbilang lama, dan rasanya yang lezat dengan tingginya peminat.
-
Kenapa daging anjing di Bali dijual dengan harga yang mahal? Menurut Dharmadi, untuk daging anjing yang dijual di Bali cukup mahal seperti sate daging anjing yang sebelumnya ditemukan di pedagang di Kabupaten Buleleng, per porsi bisa mencapai Rp50.000."Tapi karena ini dijual terbatas dan dikonsumsi oleh orang terbatas pasti harganya lebih mahal dari pada sate babi dan sate kambing, paling sekitar Rp50.000," jelasnya.
-
Mengapa harga beras di Jakarta naik? Harga beras kualitas premium mengalami kenaikan menjadi Rp16.700 per kilogram dari kemarin Rp16.570.
-
Apa perbedaan utama antara daging sapi dan daging kambing? Kedua jenis daging ini menawarkan berbagai keunggulan nutrisi yang unik, serta perbedaan dalam hal kandungan lemak, tekstur, dan aroma.
-
Apa perbedaan utama antara lemak daging sapi dan daging kambing? Serat pada daging sapi halus dan memperlihatkan garis-garis lemak yang mencolok. Lemaknya cenderung berwarna putih kekuningan. Sebaliknya, lemak pada daging kambing lebih berstruktur halus dengan warna putih.
"Namun bagaimana pun tugas kami tentu menyukseskan tugas pemerintah," katanya di Jakarta, Kamis (28/7).
Menurut Wahyu, persoalan mahalnya harga daging sapi bukan semata kenaikan permintaan, pemerintah baru memikirkan jangka pendek bagaimana menurunkan harga daging sapi secepat mungkin dengan OP, namun tidak memperhitungkan dampaknya buat elemen lain seperti petani, peternak, feedloter hingga masyarakat.
"Harusnya dengan OP itu tidak bisa menghilangkan peran feedloter, peran peternak, namun justru mereka harus tetap tumbuh bersama," kata dia.
Selama Ramadan dan Lebaran tahun ini, Bulog mendapat mandat untuk menyalurkan daging sapi murah dikisaran harga Rp 80.000 sebanyak 10.000 ton hingga akhir tahun ini, namun dalam realisasinya akibat minimnya pasokan, hanya sekitar 3.000 ton yang berhasil disalurkan.
"Kami hanya seminggu sebelum puasa mendapatkan tugas itu, awalnya PT Berdikari yang ditugaskan, namun dalam perjalanannya daging tidak kunjung tiba, sehingga pemerintah menujuk Bulog menjelang puasa untuk impor dari Australia, New Zeland dan lainnya," ujarnya.
Wahyu mengakui, selama OP berlangsung Bulog tidak mengambil keuntungan sama sekali, sebab pola usaha yang dilakukan Bulog menggunakan skim usaha komersial atau sama dengan sistem pembelian perusahaan lainnya. "Kami membeli saja harga daging dikisaran Rp 78.000, dan menjual Rp 80.000, itu termasuk di luar daerah seperti Lampung, Medan, Palembang dan lainnya padahal kami mengirimkan menggunakan pesawat," kata dia.
Direktur Utama PD Dharma Jaya, Marina Ratna Dwi Kusumajati menambahkan, pelaksanaan operasi pasar yang dilakukan pemerintah tidak memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan harga. Sebab dalam kenyataannya tidak banyak masyarakat yang membeli daging beku dari impor tersebut. "Sampai tanggal 30 Juni kami hanya bisa (menjual) 140 ton, sebab yang 60 (ton) baru datang setelah Lebaran, kenapa kami sampaikan agar kita tahu semua," ujarnya.
Selama OP berlangsung, lembaganya hanya menjual harga daging di kisaran Rp 85.000-89.000 per kilogram atau lebih tinggi dibanding harga Rp 80.000 yang diharapkan pemerintah. Namun hal itu tidak menimbulkan persoalan dari pemerintah.
"Itu bukti bahwa Pak Jokowi mau menerima penjelasan memang harga daging selayaknya segitu," ujarnya.
Pengamat Peternakan, Rochadi Tawaf mengakui, pelaksanaan OP yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil. Pengajar Peternakan Universitas Padjajaran Bandung ini menilai, keinginan Presiden Jokowi untuk menjual daging seharga Rp 80.000 tidak diimbangi gran desain yang matang di lapangan.
"Pemerintah menganggap data suplai tidak benar, data demand tidak benar, sementara yang ada hanya harga, sehingga harga inilah yang menjadi patokan ketimpangan suplai demand."
Baca juga:
Mendag Enggartiasto diminta fokus selesaikan masalah daging & beras
Soal impor jeroan, Mentan Amran klaim dibuka karena keinginan rakyat
DPR sebut impor jeroan sapi rugikan peternakan rakyat
Pakde Karwo: Warga Jawa Timur tak suka daging kerbau, apalagi jeroan
5 Fakta impor jeroan dari Australia hingga lecehkan martabat bangsa
Mendag nilai impor jeroan sangat penting untuk masyarakat RI
Stok sapi berkurang, pedagang segera naikkan harga daging