Pemerintah Pastikan Indonesia Tak Akan Alami Krisis Ekonomi, ini Alasannya
Pemerintah memastikan Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi pasca pandemi Covid-19 seperti yang dialami Sri Lanka dan Pakistan. Alasannya, sejak sebelum pandemi terjadi, pemerintah sangat disiplin dalam mengelola standar kebijakan fiskal.
Pemerintah memastikan Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi pasca pandemi Covid-19 seperti yang dialami Sri Lanka dan Pakistan. Alasannya, sejak sebelum pandemi terjadi, pemerintah sangat disiplin dalam mengelola standar kebijakan fiskal.
Ini membuat Indonesia menjadi negara yang berdaya tahan (resilien) dalam menghadapi krisis pandemi dan gejolak global.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Bagaimana responden menilai kondisi ekonomi nasional saat ini? Ini ditandai dengan 26,0 persen masyarakat yang menilai ekonomi nasional saat ini buruk. Angka ini seimbang dengan 26,0 persen masyarakat yang mengatakan ekonomi baik. Umumnya ekonomi nasional dinilai sedang, yakni sebesar 42,4 persen, akan tetapi lebih banyak yang menilai sangat buruk daripada yang sangat baik. Dengan persentase 3,5 persen sangat buruk. Lalu hanya 1,4 persen masyarakat yang menilai kondisi ekonomi nasional sangat baik.
-
Kenapa usaha risoles Mistiyati mengalami penurunan saat pandemi? "Saya dulunya tujuh tahun jadi pedagang risoles keliling pakai motor sambil anter anak sekolah. Trus pas pandemi, penjualan saya turun jauh, karena konsumen pada takut beli,” ujarnya seperti dilansir dari tangerangkota.go.id.
-
Mengapa Erna Herawati mengalami kesulitan saat pandemi? “Itu penjualan hampir nol. Padahal kita kebutuhan tetap ada,” kata Erna dikutip dari kanal YouTube Bantul TV.
"Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter ini sejak lama prudent dan konservatif. Kebijakan fiskal kita disiplin, defisit kita di bawah 3 persen dari PDB dan utang kita di bawah 30 persen dari PDB," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Kamis, (23/6).
Febrio menjelaskan sejak tahun 2019 keuangan Sri Lanka dan Pakistan sudah tidak sehat. Hal ini tercermin dari utang pemerintah Sri Lanka yang mencapai 87 persen dari PDB sebelum pandemi. Defisit fiskalnya pada tahun 2019 mencapai 9,6 persen dari PDB.
Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Pakistan. Sampai tahun 2019, utang Pemerintah Pakistan mencapai 86 persen dari PDB dan defisit fiskal 9,1 persen dari PDB.
Dari data tersebut, kondisi Indonesia dengan Sri Lanka dan Pakistan jauh berbeda. Menurut Febrio disiplin fiskal menjadi modal utama dalam menghadapi ketidakpastian global.
"Disiplin fiskal Indonesia modal untuk menghadapi ketidakpastian di tahun 2020 dan 2021 dan modal ekonomi kita ke depan," kata dia.
Di sisi lain, tingkat inflasi Indonesia dalam 5 tahun terakhir masih di bawah 5 persen. Neraca berjalan juga mengalami surplus. Belum lagi Indonesia tengah menikmati keuntungan dari kenaikan harga komoditas. Mulai dari ekspor nikel, batubara, CPO dan yang lainnya.
"Jadi memang tidak fair kalau dibandingkan dengan Sri Lanka dan Pakistan," kata dia mengakhiri.
Dukung Putusan BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia memutuskan kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,50 persen pada Juni 2022. Selain suku bunga acuan, bank sentral pun kembali menahan suku bunga deposite facility tetap sebesar 2,75 persen dan suku bunga lending facility tetap di level 4,25 persen.
Menanggapi itu, Pemerintah menyambut baik keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan. Dari kebijakan tersebut Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menilai, kondisi ekonomi nasional masih bisa dikendalikan di tengah gejolak yang terjadi di tingkat global. Utamanya pasca The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75 bps.
"Dipertahankannya suku bunga artinya stabilitas ekonomi kita terkendali," kata Febrio dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Kamis, (23/6).
Hal tersebut tercermin dari tingkat inflasi yang masih dalam ambang batas yang ditetapkan pemerintah dalam APBN dan Bank Indonesia. Dari sisi nilai tukar mata uang terhadap dolar AS meskipun terdampak tetapi masih relatif stabil dibandingkan negara lain.
"Nilai tukar Rupiah sedikit terdampak tapi relatif stabil dibandingkan negara lain," kata dia.
Febrio mengatakan keputusan yang diambil bank sentral menunjukkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter masih kuat untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, instrumen APBN dan kebijakan insentif lainnya juga berjalan beriringan di tengah risiko dari luar negeri yang masih tinggi. Pada 19 Mei 2022 lalu, pemerintah pun telah meminta tambahan anggaran untuk membayar kompensasi, subsidi energi dan subsidi perlindungan sosial sebagai langkah nyata pemerintah dalam melindungi daya eli masyarakat.
"APBN telah melakukan perannya sebagai shock absorber," kata dia.
Dia menambahkan kebijakan moneter yang diambil telah membantu stabilitas ekonomi dan memberikan kesempatan untuk pemulihan ekonomi dengan kebijakan yang akomodatif. Sebab setiap sektor tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dalam kondisi sekarang.
(mdk/bim)